Jumat, 02 September 2022

Home » , , » Menguak Sejarah Syaikh Akbar Abdul Fattah di Tanah Abang

Menguak Sejarah Syaikh Akbar Abdul Fattah di Tanah Abang


Sepak terjang Syaikh Akbar Abdul Fattah di Jakarta sangat terbaca dengan jelas, pada masanya banyak orangtua yang menamakan anaknya; Sanusi, karena saking kesengsemnya dengan keguruan Tarekat Idrisiyyah

Mafaza-Online | Bincang Bersama Bang Uci Sanusi, pengurus Masjid Al Makmur Tanah Abang.


Di mata beberapa pengurus Masjid Al Makmur, Syekh Abdul Fattah dari Tasikmalaya bukanlah sosok asing. Karena pada masa sebelum kemerdekaan Beliau sudah menjadi Guru yang dihormati di wilayah Tanah Abang. 


Beberapa sesepuh mengakui keberadaan Syekh Abdul Fattah di masjid Al Makmur sebagai sosok Ulama kharismatik, berpakaian gamis dan bersurban. Sehingga sejarah lama masjid Al Makmur tidak bisa lepas dengan kehadirannya. 


Selain itu Beliau juga sempat mengajar di Jami’at Khair (tidak jauh lokasinya dari Masjid Al Makmur), yang banyak melahirkan tokoh-tokoh besar seperti KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyyah. Anak Beliau yang tertua (Syekh Muhammad Dahlan) juga pernah mengenyam pendidikan sekolah di sana. 


Orang Betawi khususnya di wilayah Tanah Abang amat kenal dengan seorang Jawara yang bernama Cang Du. Nama aslinya Abdush Shomad. Ia merupakan Guru silat dari Muallim Syafi’i Hadzami, Ketua MUI DKI era th. 80 sd 2000-an dan merupakan Ulama besar Betawi. 


Suatu saat Bang Uci diceritakan oleh Guru silatnya tersebut bahwa Bang Cang Du mengajarkan silat kepada Muallim Syafi’i, dan sebaliknya ia diajarkan ilmu tasawuf dari Muallim. Jadi, keduanya berstatus Guru sekaligus murid. 


Ketika ditanyakan dari mana ilmu tasawufnya berasal, Muallim Syafi’i berkata bahwa ia mendapatkannya dari Syekh Abdul Fattah dari Tasikmalaya yang belajar langsung ke Jabal Abu Qubais (Mekkah) kepada Syekh Ahmad Syarif Sanusi. 


“Cerita ini adalah amat shahih, tidak diragukan lagi, karena diambil langsung dari orangnya semasa hidup,” kata Bang Uci (Sanusi) menegaskan, 


Keluarga Bang Uci ini merupakan keluarga yang kental dengan nuansa Tarekat. Ibundanya masih hafal lafazh zikir fii kulli lamhatin. Meski sudah berusia di atas 80 tahun, ingatannya masih kuat dengan peristiwa lama yang selalu ia kenang, terutama kondisi pergerakan dakwah Syekh Akbar Abdul Fattah dahulu. 


Pada masa itu menurutnya, hanya dikenal 2 pesantren Tarekat yang besar, pertama TQN Abah Sepuh dan kedua, Tarekat Idrisiyyah di Cidahu. Ibunya mengambil talqin melalui Abah Sepuh (ayah Abah Anom), sedangkan kedua mamang (paman)nya nyantren (menjadi santri) di pesantren Syekh Akbar Abdul Fattah di Cidahu. 


Adalah kebiasaan Syekh Abdul Fattah berkunjung kepada murid-muridnya di berbagai daerah termasuk Mamang-mamang Bang Uci yang berada di Sukahening. Hal itu membuat Ibunda Bang Uci tersebut sedikit banyak tahu mengenai sosok Syekh Akbar Abdul Fattah yang ketika itu dipanggil Syekhuna. 


Dalam beberapa tahun sekembali dari Makkah dakwah Beliau mendapatkan tantangan berat dari beberapa kelompok masyarakat, karena dianggap membawa ajaran baru. 


Apalagi semua murid-muridnya berpenampilan yang ‘beda’ dengan masyarakat ketika itu. 


Beliau mulai membuka Pesantren di wilayah Cidahu, dan berdakwah di beberapa wilayah Tasikmalaya dan sekitarnya, termasuk di daerah Sukahening. Ketika Beliau berada di Sukahening itu, Beliau kurang mendapatkan respon dari masyarakat. 


Namun di sepanjang jalan Beliau selalu diikuti sekelompok anak-anak kecil yang meneriakkan yel-yel ‘Syekhuna Abdul Fattah!’ berulang-ulang. 


Pernah ada suatu kejadian yang tidak mengenakkan di Rajapolah, ketika Beliau berdakwah di atas mobil bak terbuka dilempari oleh kotoran manusia. Mendapat perlakuan yang tidak hormat itu Beliau membungkukkan badannya sambil mengucapkan, “Terima kasih, terima kasih!’


Satu hal yang dikagumi oleh Bang Uci melalui penuturan Ibunya adalah tentang akhlak Beliau yang luhur yang rasanya sulit diikuti oleh para Ulama pada masa sekarang. 


Dulu sering Syekh Abdul Fattah pergi ke pasar pagi-pagi untuk membeli lauk. Pernah suatu ketika sehabis belanja ikan, diketahui Beliau melewati pemukiman penduduk. Setiap ada orang yang ‘naksir’ alias kepengen dengan ikan yang dibawanya Beliau kasih. 


Hingga sampai di rumah Beliau ikannya habis dan Beliau tidak membawa apa-apa.


Demikianlah sisi lain sejarah pembawa Tarekat Idrisiyyah ke Indonesia yang dihimpun dari salah seorang tokoh Tanah Abang. Semoga informasi ini bermanfaat.


@MK_IDRISIYYAH | Catatan Wawancara, 2 April 2015 


Artikel terkait 👇

SYEKH AKBAR ABDUL FATTAH Gurunya Ulama Betawi


Ikuti kami di channel Telegram : https://t.me/mafaza_online  | Facebook : MafazaOnline | Twitter: @mafazanews

Silakan Klik

Mafaza-Store

Lengkapi Kebutuhan Anda


#betawi #syaikhakbar #batutulis

Share this article :

Posting Komentar