Rabu, 03 Agustus 2022

Home » » Dari Jurnalis ke Branding Marketing

Dari Jurnalis ke Branding Marketing

Mafaza-Online | Dalam kesempatan ini, saya tidak seperti pembicara sebelumnya yang tampil dengan penuh rasa percaya diri (PD). Seperti kita saksikan pembicara sebelumnya tampil membagi ilmu, pengalaman dan succes story lainnya.


Tapi saya datang dengan segala keluh kesah, gelisah bukan khutbah jadinya malah curhat. Saya berharap, Anda mau mendengar. Jadi, kalau pembicara sebelumnya memberi ilmunya justru saya ingin curhat. Saya ingin mendengarkan solusi justru dari pertemuan ini. 


Seperti kita ketahui dunia informasi sekarang dikuasai internet, wabil khusus Sosial media. Kami para jurnalis cetak tidak membayangkan bahwa keadaan akan secepat ini menimpa kami. 


Kami kehilangan pekerjaan, perusahaan kami bangkrut karena tak ada iklan. Nara sumber kami pun sudah menjadi jurnalis dengan sosial media-nya sendiri.


Teman-teman sudah banyak juga yang beralih menjadi petani, peternak atau bisnis online, yang beruntung bisa jadi Timses. Mempertahankan idealisme di media cetak menjadi tidak realistis bila dihadapkan pada kebutuhan dan pasar iklan. Yah, inilah curhatan saya. 


Padahal seorang jurnalis, atau penulis konten yang memiliki ketrampilan jurnalistik bisa memberikan manfaat yang lebih banyak melalui pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman mereka. Keterampilan ini termasuk penulisan konten yang aktual, strategi konten marketing, dan menjaga semuanya lebih teratur.


Apa saja ketrampilan jurnalistik yang bermanfaat untuk Marketing?


1. KONTEN Piramida Terbalik


Piramida adalah sebuah bangunan monumental di Mesir. Bentuknya yang mengerucut ke atas itu menjadi salah satu dari 7 keajaiban dunia. Piramida adalah kuburan raja-raja Mesir. Jadi aslinya yang penting dari bangunan ini adalah di bawahnya. Maka kalau dibalik maka yang penting menjadi di atas.  Jadi dalam struktur Penulisan Piramida terbalik, judul menjadi bagian terpenting. 


Struktur piramida terbalik dipadu dengan pola penulisan 5W+1H, klop sudah. Sebagaimana tugas reporter adalah mengumpulkan bahan berita, 5W+1H. Bak puzzle, Fakta-fakta dikumpulkan untuk menjawab pertanyaaan: What, Who, When, Where, Why dan How. 

  

Maksudnya, riset sebuah proses yang harus dijalankan sebelum membuat sebuah konten. Seorang jurnalis sudah terbiasa dengan hal ini. 


2. FAKTA Disiplin Verifikasi


Bedanya Jurnalis dan Penulis adalah, kalau jurnalis bekerja atas dasar Fakta sedangkan penulis boleh ber-opini. Tentu tidak bermaksud mempertentangkan siapa lebih baik. Tapi ini memang aturan bagi seorang jurnalis, terikat fakta.


Faktual ini akan meningkatkan kredibilitas berita dalam hal branding ini produk. Sebuah produk jadi memiliki umur yang panjang karena kredibilitas tadi. Untuk membuat konten yang baik, tentu dimulai dari fakta yang benar. Maka muncullah kredibilitas, jadi fakta dulu baru kredibel. Nah tugas mencari fakta  adalah tugas utama seorang wartawan, sebagaimana di poin satu di atas.  


3. EDITING


Persaingan di dunia industri media, membuat perusahaan harus kreatif menentukan Kebijakan redaksional. Setelah kebijakan ini digulirkan maka Editor pun harus meramu nya sehingga tampak indah. Berita secara nasional tentu sama, apalagi bila diambil dari konferesndi pers. Persoalannya bagaimana cara menyajikannya? 


Penyajian harus menarik, tapi juga harus Fakta. Selain itu, bahasa jurnalistik terikat dengan ekonomi kata, karena selain berita yang bertebaran juga berebut halaman dengan bagian iklan.


Berita harus menarik tapi juga harus fakta. Tidak boleh mengada-ada tapi pesannya sampai. Jadi pilihan kata atau diksi menjadi penting. Seperti kata dipukul dengan dihabisi, kalah dengan tersingkir, tentu akan beda rasanya. APalagi bila harus menggunakan istilah-istilah ilmiah, ekonomi atau kedokteran, tentu harus disederhanakan hingga awam pun tau.


Seorang jurnalis juga terbiasa menggunakan kalimat aktif dalam penulisan  


Mudah dipahami dan jelas bukankah ini menjadi syarat suksesnya pemasaran sebuah konten, apalagi untuk jangka panjang.


4. SEIMBANG 


Tentu, Jurnalis  yang baik selalu membuat berita secara cover both side, artinya ada keseimbangan. 


Jurnalis selalu mengupayakan pesan dari semua pihak harus seimbang.


Hal yang sama juga berlaku untuk upaya pemasaran konten bisnis. Banyak situs web perusahaan yang hanya menyampaikan "kami, kami, kami". Artinya konten yang mereka buat hanya mengekspose produk atau layanan mereka, tapi mengabaikan nilai manfaat yang semestinya bisa didapatkan pembaca. 


Keseimbangan antara informasi produk / layanan dan nilai bagi pembaca adalah suatu keharusan untuk kesuksesan pemasaran konten jangka panjang.


Keseimbangan juga membuat produk amaan, karena sudah memperhitungkan pesaing dan terhindar dari jerat hukum. Karena sesuai dengan aturan yang berlaku. 


5. Bekerja untuk Kepentingan Publik


Wartawan Sejati bekerja untuk kepentingan publik, bukan memuaskan pemilik perusahaan dia bekerja, bukan untuk penguasa bukan sekadar memuaskan pembaca. Tapi, untuk kepentingan publik. Publik terwakili, kepentingan dengan pemberitaan. Sehingga terbentuklah mekanisme chek and balance, karena itulah Pers disebut sebagai Pilar keempat dalam demokrasi, setelah Eksekutif, legislatif dan yudikatif.   


Sesuai kebijakan redaksional dan segmentasi pembacanya, maka penyajian harus sesuai. Sesuai Nilai berita, 

 

Wartawan majalah yang bekerja sesuai tema dan reporter surat kabar yang ditugaskan di Pos-nya pasti paham dengan baik. Penciuman nya akan tajam mengendus berita. Tangannya akan piawai meramu menu yang pas selera.


6. Keterampilan Storytelling


Redaktur dari sebuah perusahaan pers, tentu bekerja dengan Agenda setting. Semua pemberitaan digodok dalam rapat redaksi sebelum disajikan. Karena umumnya berita akan terus berlanjut, tak hanya Pilkada, berita kecelakaan, kriminal atau selebriti pun tak sekali tayang.  


Seorang jurnalis punya penciuman yang tajam, sebuah nama dan peristiwa bisa menjadi berita yang bernilai. 


News Value: Magnitude, yaitu seberapa luas pengaruh suatu peristiwa bagi khalayak. Contoh: Berita tentang Pengesahan UU Cipta Kerja 5 Oktober 2020 lebih luas pengaruhnya terhadap SELURUH masyarakat Indonesia ketimbang berita tentang banjir dan longsor di Depok Jawa Barat.


Significance, yaitu seberapa penting arti suatu peristiwa bagi khalayak. Contoh: Berita tentang wabah Covid-19 lebih penting bagi khalayak ramai ketimbang berita tentang Hari Hewan Se-Dunia.


Actuality, yaitu tingkat aktualitas suatu peristiwa. Berita tentang kunjungan Donald Trump sangat menarik jika dibaca pada satu pekan kunjungannya. Setelah itu, berita seperti ini akan menjadi sangat basi.


Proximity, yaitu kedekatan peristiwa terhadap khalayak. Contoh: Bagi warga Jawa Barat dan Jakarta, berita tentang longsor di Depok lebih menarik ketimbang berita tentang gempa bumi di Surabaya.


Prominence, yaitu akrabnya peristiwa dengan khalayak. Contoh: Berita-berita tentang Indonesian Idol lebih akrab bagi kalangan remaja Indonesia ketimbang berita-berita tentang Pilkada.


Human Interest, yaitu kemampuan suatu peristiwa untuk menyentuh perasaan kemanusiaan khalayak. Contoh: Penjualan gadis (trafficking) sangat menarik perhatian.


Apa itu story telling? Secara sederhana story telling adalah sebuah tulisan yang dibuat dengan cara bercerita. Storytelling content atau konten cerita bukanlah hal baru dalam dunia pemasaran konten. Bahkan model kampanye dengan mendongeng dianggap sebagai kunci pemasaran konten yang sukses. 


Kisah kekalahan Mike Tyson, Aktivitas Donald Trump selama isolasi hingga sembuh dari Covid-19, nestapa rakyat Palestina. Selain masyarakat yang terpinggirkan ada juga Succes Story pengusaha-pengusaha di masa pandemi ini. Ada cerita dibalik berita, bukankah ini pekerjaan jurnalis.


Begitu pula dalam pemasaran konten. Kita dapat membuat alur cerita yang menawarkan informasi berharga kepada pembaca di berbagai media, baik itu di blog atau di media sosial. Testimoni produk pemutih, kendaraan apalagi makanan dan obat-obatan tentu sering kita lihat dalam iklan bergaya story telling. 


7. Disiplin Ketat ala Tekanan Deadline


Wartawan harus terbiasa berurusan dengan tenggat waktu. Bukan lagi mingguan, tapi kadang-kadang harus setiap hari. Membiasakan diri dengan tenggat waktu yang singkat bisa sangat bermanfaat bagi penulis konten. Terutama untuk fokus dan berpikir jernih saat hendak menyelesaikan pekerjaan terbaik mereka dalam waktu paling sedikit.


Ditengah persaingan yang tajam, ketepatan waktu adalah sebuah jurus untuk menang.


8. Kerja Tim yang Kompak


Seorang wartawan biasa bekerja dalam tim. Ada reporter, redaktur, fotografer, layout, Pemred. Bahkan untuk berita daerah yang akan diangkat menjadi laporan utama akan mengundang koresponden. Prosesnya dimulai dari rapat redaksi untuk menentukan tema sebuah edisi. Rapat redaksi biasanya mengundang, bagian iklan dan pemasaran.  


Sebuah konten majalah atau koran, merupakan paduan dari citarasa jurnalistik, iklan dan pemasaran. Kritik pedas sudah biasa di meja redaksi. Silang pendapat ini untuk menghasilkan edisi  lebih baik dari sebelumnya.   

 

9. Antisipasi Kalender 


Seorang wartawan tentu harus berada di jantung peristiwa. Selalu mengamati jalannya sebuah peristiwa, dan membuat analisa kedepan. Ada juga media yang memiliki agenda setting. Rekayasa berita dan analisa yang tepat, meningkatkan kredibilitas sebuah media. 


Begitu pula dalam pemasaran konten, alur iklan dan promosi nya bisa kita maintain. Dengan begitu marketing sebuah brand terus bergerak. 


Dalam pemasaran, ada konten yang terencana dan yang tidak terencana. Keempat  jenis konten berdasarkan faktor linimasa: Konten Editorial Plan dan Special Event (keduanya terencana) serta Riding the Moment  dan Crisis Management Content (tidak terencana). 


Pemenang itu selalu berada selangkah di depan. Dengan terbiasa mengamati peristiwa dan membuat analisa kedepan seorang wartawan dan perencanaan dalam posisi siaga terus. Justru dari problem demi problem itu terciptalah profit. 


10. Jaringan

Jangan lupa kekayaan seorang wartawan adalah jaringannya yang luas. Wartawan itu serba tahu meski sedikit tentang hal yang banyak. Jadi selain pergaulan yang luas, juga bisa masuk ke lawan bicara yang seperti apa pun karakternya: Petinggi bawahan, Laki Perempuan, Polisi - Penjahat atau profesi apa pun.   


Eman Mulyatman


Artikel Terkait:

New Branding MafazaOnline



Silakan Klik:
Lengkapi Kebutuhan Anda



#jurnalis #sabili #branding

Share this article :

Posting Komentar

 
Copyright © 2011. Mafaza Online: Dari Jurnalis ke Branding Marketing . All Rights Reserved