Minggu, 10 Juli 2022

Home » » ANAK BETAWI NAIK HAJI Bersiap Menuju Armina | Bag.4

ANAK BETAWI NAIK HAJI Bersiap Menuju Armina | Bag.4

 

Suasana di lokasi yang tak jauh dari tempat melontar jumrah (jamaraat) | mafazaonline

Bersiap Menuju Armina. Ini adalah bagian terakhir dari tulisan Anak Betawi Naik Haji, semoga bermanfaat

Mafaza-Online | Setelah melaksanakan umrah, karena memilih haji tamattu', maka kami boleh melepaskan kain ihram. Segala hal yg terlarang ketika berihram, dibolehkan kembali. 


Setelah itu bersiap menunggu puncak ritual haji di Armina (Arafah, Muzdalifah, dan Mina).  


Karena ritual haji membutuhkan fisik yang prima, maka kebanyakan jamaah menghabiskan waktu untuk banyak beristirahat. Apalagi saat musim haji tahun 2018 itu, cuaca di Kota Makkah sangat ekstrem. Suhu mencapai 40-45 derajat celcius. 


Banyak jamaah haji yang mengalami dehidrasi dan sakit tenggorokan. Ada juga yang mengalami bibir pecah-pecah. Karena itu, banyak istirahat jelang puncak ibadah haji adalah pilihan yang tepat.


Untuk menyiasati agar tak terpapar suhu udara yang panas, kami mengatur waktu. Biasanya sebelum Subuh berangkat ke Masjidil Haram, kemudian balik ke hotel sekitar jam delapan pagi. Setelah itu istirahat sampai menjelang Zuhur. 


Saat Zuhur kami shalat di masjid dekat hotel, jamak taqdim. Lalu makan siang dan istirahat atau santai-santai di kamar hotel. Jelang Maghrib, kembali lagi ke Masjidi Haram, dan pulang ke hotel bakda isya'.


Karena sudah tahu rute jalan, maka kami tak tersasar lagi. Kami memilih jalan kaki pulang-pergi dari Hotel ke Haram. Selain untuk bisa menikmati suasana Kota Makkah, juga untuk pemanasan fisik jelang ibadah haji. Di samping itu, di jalan juga bisa digunakan untuk berbelanja kebutuhan atau sekadar window shoping.


Saat musim haji, di jalan-jalan Kota Makkah, pedagang kaki lima membludak. Ada yang menjajakan barang dagangannya dengan menggunakan mobil pickup, ada juga yang berjualan mengampar. Bahkan ada juga yang direct selling, menjajakan langsung dagangannya kepada orang-orang yang sedang berjalan atau duduk-duduk santai. 


Perabotan, mainan anak-anak, sorban, sajadah, baju gamis, jilbab, dan lain-lain, adalah barang-baranv yang banyak dijajakan. Karena jamaah haji dari Indonesia cukup banyak, tak jarang pedagang  yang berasal dari Arab, Pakistan, Bangali, Afrika,  dan India, berteriak, "ayo murah....murah..."

Pemerintah Indonesia memang menyediakan bus di titik-titik tertentu untuk mengantar jamaah haji ke Haram. Tetapi terkadang bus penuh. Selain itu, tidak semua rute dilalui. Pemerintah memberi nama bus itu dengan sebutan "Bus Shalawat". Di setiap titik pemberhentian, dipancangkan bendera merah putih sebagai penanda.


Selain bus gratis, banyak juga supir taksi yang menawarkan jasanya. Tapi harus hati-hati dan pandai menawar harga. Karena kebanyakan mereka tak mau memakai argo meter. Tak sedikit yang berbuat curang atau menipu. Ongkos hasil tipu-tipu bisa dua kali lipat atau lebih. Supir taksi nakal ini, terkadang berani juga berdusta, meskipun di Tanah Haram. 


Ketika kita bilang ongkos itu mahal, dia bilang, "Wallah, ini murah. Saya nggak berani bohong di Tanah Haram. Ini jaraknya jauh..." Padahal jarak tempuh sengaja diputar-putar. Harusnya 20 menit misalnya, bisa diputar-putar menjadi setengah jam.


BACA:

IDUL ADHA Selusin Variasi Menu Daging Kurban


Saya yang awalnya sudah merasa aman jalan-jalan dengan kalung penanda yang diberikan saat di maktab, tiba-tiba dikejutkan dengan dua orang askar (polisi) yang datang menghampiri dan mencegat. Dengan wajah kaku, satu orang askar itu menanyakan tashrih (surat izin haji). Satunya lagi memperhatikan lengan saya yang tak ada gelang penanda. 


Saya merogoh kantong celana belakang dan mengeluarkan selembar Visa dari Kedubes Saudi yang kertasnya sudah lecek karena saya lipat menjadi empat. Dua orang askar itu terus menatap bak elang. Setelah membaca selembar Visa itu, raut wajah mereka mulai mengendur. 


"Hajjan mabrura, insyaAllah," ujar salah seorang dari askar itu sambil menepuk bahu saya dan mempersilakan jalan.


BACA:

FAKTA dan DATA Masjidil Haram


Jelang puncak ibadah haji pengawasan memang ketat. Di tempat-tempat check point para polisi memeriksa dokumen. Papan reklame bertuliskan, "Laa hajj bilaa tashrih...(Tidak Boleh Haji tanpa Surat Izin) bertebaran di beberapa jalan strategis.


Tahun itu, saya mendapat kabar ada 300 orang haji ilegal dari Indonesia yang ditangkap. Sebagian ditangkap karena tak mengerti soal pengawasan dari pemerintah Saudi yang cukup ketat. Misalnya, ada jamaah haji ilegal yang membeli kartu perdana untuk HP. Saat membeli kartu maka mereka diminta oleh penjual untuk menunjukan nomor passpor. Ketika mendaftar untuk penggunaan kartu, nomor passpor dimasukkan. 


Nah, mereka yang tidak mempunyai tashrih, ketika nomor passpornya dimasukkan dalam register kartu perdana, tak keluar namanya dalam daftar jamaah haji. Di sinilah mereka terungkap. Biasanya askar yang menguntit, langsung mengikuti kemana jamaah itu pergi, kemudian menangkapnya. Dari satu yang tertangkap, kemudian secara berantai, yang lain terungkap. 


Sebelum mengenakan ihram kembali dan pergi ke tenda di Mina, jamaah haji bersiap-siap membersihkan diri. Memotong kuku, merapikan rambut, bersih-bersih badan menjelang berihram, harus dilakukan. Karena, berbeda dengan umrah, dalam ibadah haji, kain ihram dipakai terus sampai beberapa hari. Di sinilah kesabaran kita diuji. Larangan-larangan dalam berihram, berlaku kembali.


Tanggal 8 Dzulhijjah memasuki hari Tarwiyah. Kami bersiap berangkat menuju tenda di Mina. Bus-bus khusus pengantar jamaah haji Sudah banyak berjejer. Sementara akses masuk Kota Makkah sudah ditutup. Kendaraan selain yang bertugas mengurus keperluan haji, tidak diperbolehkan masuk ke Kota Makkah.


Kami mengenakan kain ihram dan berniat dengan mengucapkan, "Labbaika Allahumma hajjan..." | Artawijaya


Sebelumnya: ANAK BETAWI NAIK HAJI Doa Emak yang Terkabul | Bag.1


BACA JUGA

Mengapa Membaca Al Quran dengan Bersuara?

Silakan Klik

Mafaza-Store

Lengkapi Kebutuhan Anda


Share this article :

Posting Komentar