Cara Jitu Rasulullah Menghadapi Bullying | Ilustrasi IStock |
Mafaza Online | Suatu ketika Saad bin Abi Waqash bertanya kepada Nabi Muhammad ﷺ, “Wahai Nabi, siapakah orang yang ujian hidupnya paling pedih?”
Rasulullah ﷺ pun menjawab, “Para Nabi, kemudian orang-orang yang tingkatannya mendekati Nabi, dan seterusnya." (HR. Abu Daud dan Nasai).
Silakan Klik:
Baca Juga
---------------------------------------------------------------------------------------------
Kartika Putri, Disorot Saat Inginkan Capres Mengaji Foto dan Video Masa Lalu Diumbar Netizen
Ria Ricis Resmi Gugat Cerai Teuku Ryan
Begitulah Allah SWT menggariskan kehidupan para Nabi. Mereka diuji dengan cobaan yang berkali lipat dari manusia biasa.
Demikian pula Nabi Muhammad ﷺ, kisah hidup putra Abdullah ini juga dikenal memilukan. Padahal beliau berjuluk Al Amin, orang yang sangat dipercaya.
Siapa sangka, insan mulia pilihan Allah SWT ini pernah mengalami bullying dan intimidasi dari para Musyrikin Makkah.
Hal ini lantaran Nabi ﷺ selalu menyampaikan dakwah dan pesan tauhid dengan gigih dan teguh.
Pernah sekali waktu Rasululllah ﷺ salat di Masjidil Haram, lalu seseorang bernama Uqbah bin Abi Muit menghampirinya. Tatkala Nabi ﷺ sujud, Uqbah langsung meletakkan kotoran dan usus unta yang masih berlumuran darah di pundak beliau.
Nabi Muhammad tetap sujud dengan tenang. Sebelum akhirnya Siti Fatimah, putri kecil Rasul, mengambil kotoran tersebut dari punggung ayahnya.
Selain Uqbah, perempuan bernama Arwa binti Harb juga sering kali menyakiti Nabi Saw. Dalam Ath-Thabari disebutkan, ketika malam hari, istri Abu Lahab ini selalu meletakkan duri di sepanjang jalan yang biasa Rasulullah Muhammad lalui.
Tidak hanya mendapat siksaan, kaum Musyrikin Makkah juga berulang kali mencoba membunuh Rasulullah ﷺ.
Mereka menduga bisa merendahkan dan menjatuhkan mental Nabi, kemudian membuatnya menyerah dan berhenti berdakwah.
Namun kenyataannya tidak.
Meski kerap kali menerima bullying dan intimidasi, keimanan Rasulullah Saw tak pernah goyah.
Nabi memiliki cara jitu untuk menghadapi perlakuan orang-orang yang memusuhinya, beberapa di antaranya;
Senantiasa Mendoakan Hidayah dan Kebaikan
Sekali waktu, orang-orang Makkah sedang berkumpul dalam sebuah pekan raya.
Melihat kerumunan itu, Nabi ﷺ segera naik ke bukit Aqabah dan menyeru dakwah.
Namun para musyrikin Makkah, baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak, semuanya melempari dengan tanah, batu, dan meludahi wajah Nabi ﷺ, sembari menuduh bahwa putra Aminah itu pendusta.
Kemudian seorang laki-laki menghampiri dan menentang Nabi, ia berkata "Wahai Muhammad, kalau kamu benar-benar utusan Allah, sekarang waktunya bagimu untuk mendoakan azab untuk kami, sebagaimana Nabi Nuh mendoakan kehancuran untuk kaumnya."
Meski darah bercucuran di kening Nabi Saw, tetapi Rasulullah malah berdoa, "Ya Allah, berilah hidayah kepada kaumku karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui. Dan berilah aku pertolongan atas mereka, agar mereka menerima dakwahku menuju ketaatan kepada-Mu."
Mendengar doa Nabi, para Musyrikin Makkah justru semakin jengkel karena Rasulullah tampak tak menyerah, bahkan tak juga marah. Apabila Nabi marah, tentu mereka menjadi senang karena berhasil melemahkan Nabi.
Tidak membalas keburukan dengan keburukan
Usaha dakwah Nabi tak hanya berhenti di Mekah, beliau juga bertolak ke Thaif, suatu tempat yang jaraknya 60 mil dari tanah kelahirannya itu. Nabi menempuhnya dengan berjalan kaki bersama Zaid bin Haritsah.
Sepuluh hari dilalui Nabi Saw di Thaif, semua pembesar dan pemuka kampung telah dikunjunginya. Nabi berdakwah mengajak mereka memeluk Islam.
Celakanya, tak seorang pun di Thaif yang menerima ajakan Nabi ﷺ. Mereka justru dengan kejam mengusir Rasulullah Saw dari negerinya.
Sewaktu hendak keluar dari sana, Rasulullah ﷺ dibuntuti orang-orang jahat dan budak-budak Thaif. Mereka meneriaki dan mencaci-maki Nabi, bahkan juga melempari Rasul dengan batu.
Lemparan mereka berhasil mengenai tumit Nabi ﷺ, hingga terompah yang dikenakannya berlumuran darah.
Zaid dengan sekuat tenaga berusaha membentengi Nabi hingga kepalanya turut bocor terkena lemparan.
Setibanya di daerah Qarnul Manazil, Allah ﷺ mengutus Malaikat Jibril untuk menemui Nabi, ia pun mengabarkan bahwa Allah telah mengutus malaikat penjaga gunung.
Nabi ﷺ dapat memerintahkan apapun kepada mereka untuk membalas perlakuan orang Thaif.
"Wahai Muhammad, demikianlah aku diperintahkan, sekarang terserah apa maumu? Jika engkau menghendaki, akan kubalik dan kutimpakan dua gunung kepada mereka,” ucap malaikat penjaga gunung.
Bukannya meminta umat Thaif diberikan azab, Rasulullah ﷺ justru berkata "Aku berharap dari anak keturunan mereka akan muncul orang-orang yang hanya menyembah Allah Swt, yang tidak menyekutukan-Nya dengan apapun."
Memperbanyak Teman dan Dukungan
Makin hari, pendukung Nabi Muhammad Saw kian banyak. Orang kafir Mekah menjadi tambah segan kepada Nabi Muhammad dan umat Islam.
Terlebih ketika Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar bin Khattab dengan penuh keyakinan mengucap kalimat syahadat. Nyali para penentang Rasulullah Saw menjadi kian ciut.
Hijrah ke Madinah
Tatkala kekejaman kaum kafir Mekah semakin menjadi-jadi, Allah Swt kemudian memerintahkan umat Muslim untuk hijrah ke Madinah.
Di sana, banyak masyarakat Madinah menyambut Nabi dengan tangan terbuka. Di kota yang dahulu bernama Yatsrib inilah umat Islam mulai membangun peradaban, hingga selanjutnya berhasil menaklukkan Kota Mekah.
Membela Diri
Orang-orang kafir belum juga puas menghalangi dakwah Nabi. Allah Swt kemudian mengizinkan umat Muslim berperang.
Syekh Ramadhan Al-Buthi menyatakan, peperangan yang terjadi sebelum perang Khaibar dilandasi sebab yang defensif, yakni untuk mempertahankan keberadaannya dari serangan musuh-musuh.
Dengan membela diri, para musuh Islam menjadi sadar bahwa pengikut Nabi bukanlah kaum yang lemah. Meskipun demikian, orang-orang yang tidak pernah memerangi Muslim tetap harus dilindungi dan tidak boleh diperangi. | OASE
Sumber: Disarikan dari keterangan dalam Bughyatul Bahits ‘An Zawaid Musnad Al-Harits karya Nuruddin Al-Haitsami, Jami Al-Bayan fii Ta’wiil Al-Qur’an (Tafsir Ath-Thobari) karya Imam Ath-Thabari, Ar-Rahiq Al-Makhtum karya Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, Al-Ahâdits Al-Mukhtarah karya Muhammad bin Abdul Wahid Al-Maqdisi, serta beberapa hadis dari Sunan Abu Daud dan Sunan An-Nasa'i.
Sebelumnya :
KPU JATENG 33 Petugas Pemilu di Jateng Meninggal, Paling Banyak KPPS
Video
Posting Komentar