Minggu, 21 Agustus 2022

Home » , » KISAH PERTAUBATAN Kebahagiaan Menatap Wali Mursyid

KISAH PERTAUBATAN Kebahagiaan Menatap Wali Mursyid

Perkenalannya dengan Pesantren Idrisiyyah berawal ketika kampanye Pilkada di daerahnya, Singaparna

Mafaza-Online | Usianya sudah tidak muda lagi. Banyak perjalanan hidup telah dilaluinya. Di penghujung usia menjelang setengah abad, ia masih berada di dunia kemaksiatan. Ketika ia jatuh ke lubang dasar kebangkrutan, ia mulai merenung 'kapan kehidupan gelap ini berakhir? 


Akankah terus menerus begini? Sementara anaknya ia mesantrenkan tapi kenapa bapaknya malah begini?' 


Pak Ahik, begitu panggilannya, terus mencari jalan untuk bertobat. Begitu banyak pesantren yang ia lalui, tapi di hatinya belum tergerak dan mendapatkan tempat yang cocok untuk membuka hatinya. Hingga Pesantren Idrisiyyah menjadi tempat berlabuh hatinya.


Perkenalannya dengan Pesantren Idrisiyyah berawal ketika kampanye Pilkada di daerahnya, Singaparna. Untuk Pilkada ini, orang biasa menyebutnya dengan Z1. Pada perhelatan ini, dia mulai berkenalan dengan salah seorang pengurus Idrisiyyah. 


Suatu hari ia diundang ke Idrisiyyah untuk konsolidasi. Namun anehnya ketika ia datangi kompleks pesantren, tidak pernah kelihatan. Ia hanya melihat hutan belantara. Ia pun pulang ke rumah dengan penuh kekecewaan. Kedua kalinya ia diundang ke Idrisiyyah. Hal yang sama terjadi lagi, ia tidak dapat menemukannya. Lagi-lagi ia hanya melihat hutan belantara. Pada yang ketiga kalinya ia juga tidak menemukannya. Ia pun kecewa berat.


Di kemudian hari kembali pengurus mengundangnya di RM Saung Panyawah untuk bertemu. Barulah pada kesempatan itu ia utarakan pengalamannya yang merasa dipermainkan. Ia sempat berburuk sangka. Kenyataannya, bukan karena dibohongi atau salah alamatnya, tapi karena hatinya tertutup dari Cahaya Kebenaran.


Tibalah waktunya bertobat. Ia berangkat menaiki angkot, dengan mengenakan kaos. Di sepanjang perjalanan ia terus menerus menyebut Asma Allah dalam hatinya. Sekarang di depan gerbang, tampaklah pesantren Idrisiyyah yang dirasakannya seperti istana megah nan indah. Ia pun menangis dan sujud syukur, karena ia merasakan kebahagiaan yang tiada tara. Akhirnya ia dapat menatap gerbang Idrisiyyah yang dulu pernah diharapkannya.


Kebahagiaan yang paling indah ia rasakan adalah ketika ia dapat menatap wajah orang yang akan mengantarkannya dari 'hotel akhirat' menuju kepada Allah, yakni Syekh Akbar M. Fathurahman. Ia pun kembali menangis tersedu-sedu ketika menceritakan kisah itu. Ia merasa jika ia diberi emas sebesar gunung tidak akan mengalahkan kegembiraan tersebut.


Ia datang lebih awal pada saat momen Qini ke-150 digelar. Ia datang di hari Rabu. Saat muhasabah ia ditampakkan dosa-dosa terdahulu seperti video yang dimunculkan kembali kepadanya. Ia tidak hanya merasakan tapi melihatnya sendiri apa yang pernah diperbuatnya. Ia pun menangis sejadi-jadinya.


Kini ia telah bahagia di masjid yang dianggap 'hotel' baginya. Penginapannya yang dekat masjid bagaikan 'kafe' baginya. Setiap hari ia bolak balik dari kafe ke hotel dan sebaliknya. Ia sebut itu agar kenikmatan di dalamnya benar-benar dirasakannya.


Sedikit demi sedikit ia juga mulai menghilangkan kecanduan rokok yang menurutnya barang haram yang meracuninya. Dalam sehari ia habiskan empat bungkus. Sekarang tinggal sebungkus yang ia hisap. Itupun cuma dua batang. Kalau ia hitung-hitung berapa banyak uang yang ia telah hamburkan untuk barang haram tersebut. Jika sebungkus rokok harganya 20 ribu. Sehari ia habiskan 80 ribu. "Jika itu dimanfaatkan buat anak, mungkin lebih bermanfaat," menurutnya.


Setelah menjadi murid pernah ia buang hajat dan mengeluarkan darah dari duburnya sekepal. Setelah itu muntah darah dengan besaran yang sama. Ia berharap itu adalah dosa-dosanya yang dikeluarkan dari tubuhnya yang penuh dengan dosa dan kemaksiatan. Ia pun minta didoakan agar ia menjadi bersih (suci) seperti gamis yang dikenakannya.


Dulu pernah ia bergumam, kenapa orang-orang memakai gamis siang-siang. Apakah tidak gerah? Tapi sekarang begitu ia memakainya, "Adem rasanya!" ungkapnya.


Sebutan 'Bapak telah jadi muallaf' di kampungnya tidak ia gubris dan masukkan ke dalam hati. Ia hanya menjawab 'iya'. Ia tidak mengelak bahwa sebelumnya ia belum menjalankan agama dengan baik. Inilah saatnya ia menulis lembaran baru dengan ketaatan dan kebaikan di bawah bimbingan Wali Mursyid. | Kampoeng Futuh, 12 Juli 2022 @MK_IDRISIYYAH


Baca juga 👇

Kesaksian Kiai Munzir Faedah Talqin dan Baiat


Silakan Klik 

Mafaza-Store

Lengkapi Kebutuhan Anda


#taubat #idrisiyyah #walimursyid



Share this article :

Posting Komentar