Kamis, 18 Agustus 2022

Home » » Keistimewaan Majelis Wali Mursyid

Keistimewaan Majelis Wali Mursyid

Kehidupan di dunia ini menentukan hidup selama-lamanya. Jika terbuka hakikat maka manusia berlomba-lomba untuk beribadah, bahkan saling membunuh untuk memperebutkannya

Mafaza-Online | Kesempatan ibadah setiap waktu semakin sempit. Sebenarnya kehidupan di dunia bagaikan orang musafir yang berteduh sesaat di sebuah pohon yang rindang. Kemudian melanjutkan perjalanan selanjutnya.


Telah berkata Kabul Akhbar ra: “Seandainya pahala majelis-majelis ‘Ulama tampak bagi manusia, maka pasti mereka akan saling berebutan sampai seperti ingin berperang (untuk hadir). Sehingga orang-orang yang memiliki jabatan akan meninggalkan jabatannya demikian pula dengan pedagang di Pasar, mereka akan meninggalkan dagangannya.” (Ihya Ulumuddin Juz I hal 413)  


Nabi Muhammad menjalani Isra Miraj setelah 12 tahun berdakwah. 


Dua bentuk perjalanan, pertama Rihlah Ardhiyyah (perjalanan bumi) dr Masjid Haram ke Masjid Al Aqsha. 1000 km dr Masjid Haram ke Aqsha. Pada peristiwa Isra Allah perintahkan seluruh para Nabi/Rasul turun mendatangi Masjid Al Aqsha. Peristiwa tersebut menyebabkan alladzii baaroknaa hawlahu (sekelilingnya dipenuhi keberkahan).

Silakan Klik:


Para Nabi dan Wali saling berjumpa dan berbincang di alam barzakh. Demikian pula murid-murid di bawah bimbingan Mursyid.


Secara fitrah, manusia tidak ingin sendirian ketika sedang mendapatkan kenikmatan. Al Qur'an menjelaskan 'barangsiapa siapa taat kepada Allah dan rasul-nya maka mereka akan dikumpulkan bersama para Nabi, Shiddiqin dan Shalihin.'


Merekalah yang dimaksud dengan orang-orang yang telah Allah SWT anugerahkan nikmat. Para ulama ahli tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud dalam surat Al-Fatihah itu adalah firman Allah SWT dalam surat an-Nisa` ayat 69. 


Allah SWT berfirman: “Dan barangsiapa yang mentaati Allah SWT dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah SWT, yaitu: para nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya” (QS an-Nisa` [04] :69).


Kebersamaan dengan Nabi dan orang-orang Shalihin dibuktikan dengan kecintaan. Cinta kepada Nabi dibuktikan awalnya dengan perbanyak membaca shalawat minimal 100x sehari semalam.


Membangun kecintaan kepada Allah diawali dengan kebersamaan dengan Mursyid pewaris Nabi , mengaktifkan konsentrasi dengan berabithah. Membangun kecintaan kepada Allah SWT dibangun melalui banyak berzikir. 


Ketika shalat hati harus dalam keadaan tenang. Karena menghadirkan Allah dalam hati dan menyingkirkan urusan lain selain Allah. Shalat adalah media utk mengingat Allah SWT. Dengan mengingat Allah hati menjadi tenang, alaa bidzikrillaahi tathmainnul quluub.


Kedua, perjalanan langit. Dari langit pertama hingga Sidratul Muntaha, hingga berjumpa dengan Allah SWT.


Dua Tanda Kebahagiaan

Tanda kebahagiaan lisan yang berdzikir dan hati yang bersyukur. 


Karakter nafsu dua, tidak terukur dan tidak mau diatur. Kuncinya jihadun nafsi.


Nafsu awam mengajak terang-terangan kepada dosa besar. Nafsu orang beribadah justru memerintahkan taat, tapi ada kepentingan di baliknya. 


Dorongannya bukan dari keimanan (ketaatan). Kulitnya taat tapi isinya adalah kemaksiatan (dosa). 


Ibnu Athaillah dalam kitab Al-Hikam menjelaskan, "Hazzhu annafsi fil ma'shiati zhaahirun jaliyyun wa hazzhuha fi atthaa'ati baathinun khafiyyun wa mudaawaatu maa khafiya sha'bun ilaajuhu". 


Artinya, "Belenggu nafsu dalam perbuatan maksiat sangat tampak jelas, sementara belenggunya dalam perbuatan taat sungguh amat samar. Dan mengobati sesuatu yang tersembunyi itu amatlah sulit". 


Ibnu Athaillah menjelaskan bahwa pengaruh dan belenggu nafsu dalam ketaatan wujudnya samar dan tersembunyi. 


Dia tak bisa dilihat kecuali oleh para pemilik mata batin. 


Hal ini karena ketaatan merupakan perkara yang samar yang amat berat bagi nafsu. 


Saat nafsu memerintahkan seorang hamba melakukan ketaatan, hamba tersebut tidak akan pernah mengetahui perannya di dalamnya, kecuali setelah diteliti dan diamati. Secara kasat mata, nafsu seakan-akan terlihat berperan menggiring hamba itu untuk dekat dengan Allah. 


Namun, di balik itu, sebenarnya nafsu tersebut ingin membuatnya berharap pada penghargaan manusia dan membanggakan kesalihan di hadapan orang banyak. 


Menurut Syaikh Ibnu Athaillah sulit menyembuhkannya. Harus ada Mursyid yang menyembuhkan dan membimbingnya.


Mutiara Dakwah Garut Pesantren Futuhiyyah, 26 Feb 2020


Baca juga 👇

Kemerdekaan dan Maqashid As-Syari’ah


Silakan Klik 👇

MutiaraStore

Lengkapi Kebutuhan Anda


#idrisiyyah #syekhakbar #mursyid

Share this article :

Posting Komentar

 
Copyright © 2011. Mafaza Online: Keistimewaan Majelis Wali Mursyid . All Rights Reserved