Rabu, 23 Desember 2015

Home » » Fatin Mahdalina S.Pd, Ibu adalah Guru Pertamaku

Fatin Mahdalina S.Pd, Ibu adalah Guru Pertamaku



Kepala Sekolah SMPIT Ihsanul Fikri, Fatin Mahdalina S.Pd | FOTO: Srikandi Puji Lestari
Pemerintah menetapkan 22 Desember sebagai hari penting bagi Indonesia. Namun, ada yang berbeda pada hari ibu di Indonesia. Setelah Presiden Joko Widodo mendeklarasikan 22 Desember sebagai hari ibu nasional, hari tersebut tak hanya sekadar hari dimana posisi ibu diagungkan, tetapi Indonesia kembali merefleksikan eksistensi pergerakan perempuan pada 22 Desember.
Hari ibu di Indonesia tidak sama seperti “Mother Day” yang diusung barat. Dihari ibu, tak hanya sekadar memberikan penghargaan kepada ibu dalam lingkup keluarga, tetapi juga menjadikan hari tersebut sebagai momen untuk merefleksikan eksistensi perempuan di Indonesia.

Kesimpulan inilah yang kami dapat dari wawancara langsung dengan Fatin Mahdalina, Ketua Plh Persaudaraan Muslimah (Salimah) Kota Magelang yang sehari-hari sibuk dengan tugasnya selaku Kepala Sekolah di Sekolah Menengah Islam Terpadu (SMPIT) Ihsanul Fikri Kota Magelang. Tapi, organisasi dan karier tidak melupakannya kodratnya sebagai istri dan ibu dari tujuh anak-anaknya.

Menurut Ibu yang beberapa kali menyandang guru berprestasi ini, kado bingkisan itu tidak harus selalu barang, “Saya lebih senang bila mereka berprestasi atau bertambah hafalan Al-Qurannya,” katanya.

Berikut petikannya wawancaranya: 

Apa refleksi Anda untuk hari Ibu kali ini?

Peran seorang ibu harus dioptimalkan. Peran ibu yang utama adalah di rumah (keluarga), yakni mendidik anak. Tak lupa juga sebagai anggota masyarakat seorang ibu juga harus berperan.

Biasanya Hari Ibu hanya sebatas Isu gender atau seremonial belaka, sebenarnya apa esensinya?

Esensinya adalah meningkatkan peran ibu sebagai Ummi Madrasah, Ibu adalah guru pertamaku, keberhasilan dimulai dari Keluarga. Ibu itu sangat berperan baik untuk suami maupun anak-anaknya. Ibu harus dioptimalkan agar bisa mencetak anak-anak shalih dan shalihah. Ibu yang melahirkan generasi Qurani yang nantinya bisa memimpin bangsa, bisa membawa perubahan di masyarakat. Seorang anak tumbuh karakternya dari ibu.

Perubahan di masyarakat, maksudnya?

Di kantor perempuan bisa lebih berperan, saya punya teman yang Bu Lurah, Bu Camat. Kita lihat Bu Risma sebagai Walikota Surabaya ternyata bisa berprestasi. Peran lebih optimal kenapa tidak, selama syar’i (sesuai ajaran Islam) masalah hijab dan kewanitaannya dengan tidak mengesampingkan peran ibu di keluarganya.    Sebagai perempuan karena di Indonesia ini secara umum ada emansipasi, perempuan sudah dituntut untuk berperan di politik atau birokrasi. Ternyata saya melihat itu juga peran penting bagi perempuan untuk mencari dan mendapatkan kemuliaan dihadapan Allah SWT. Juga untuk kesejahteraan bangsanya.
         
Bagaimana Anda membagi waktu antara keluarga dan mengajar?

Alhamdulillah, saya dikaruniai satu putri dan 6 putra, sekarang sudah besar-besar tinggal satu yang paling kecil, kelas 6 SD. Saya bersyukur, karena sejauh ini bisa tertangani. Kalau dulu —waktu anak masih kecil-kecil— ada khadimat (pembantu) untuk mengasuh anak. Kala itu, mengajar bisa pulang jam dua siang, jadi anak-anak masih bisa tertangani. Kalau sekarang memang waktu lebih banyak di Sekolah, dari Pukul 06.30 sampai 16.00 saya di sekolah. Biasanya kalau sore saya manfaatkan untuk kegiatan taklim atau pengajian, Maghrib sudah di rumah. Sekarang relatif tidak ada kendala, karena memang anak-anak sudah besar.

Apa peran suami dalam sukses Anda?

Seorang ibu atau istri bisa berkarya di luar rumah tentunya kalau kondisi rumah stabil, serta mendapat izin dan ridho dari suami. Sangat bersyukur suami memberi izin, Jadi sebelum keluar dari rumah, kesejahteraan dan keharmonisan rumahtangga (keluarga) harus diutamakan dulu. Dan tentunya senantiasa mohon hidayah dan inayah dari Allah SWT.

Dengan kesibukan Anda dan suami, apa pernah mendapat protes dari anak?

Kalau yang besar-besar sudah paham dengan aktivitas orangtuanya. Untuk si Bungsu yang masih SD, kadang suka Tanya, “Kok pergi lagi?” tapi terus saya kasih pemahaman, atau malah saya ajak sekalian. Mereka jadi paham, karena sejak menyusui kalau ada kegiatan suka saya ajak.

Apa Anda melibatkan anak-anak juga dalam aktivitas?

Ya sering, misalnya dalam kegiatan mengisi taklim waktu kecil anak sering diajak. Terus anak kita kasih buku gambar atau permainan sehingga mereka punya kesibukan sendiri.   Sambil mereka melihat dan mendengar langsung ibunya mengisi taklim. Demikian pula dengan anak-anak yang sudah sedikit besar, ketika saya ada kegiatan di luar kota, saya ajak juga. Atau kepada yang besar, saya minta untuk mengantar. Sehingga mereka tahu kegiatan ibunya.

Sebagai seorang pendidik, bagaimana Anda melihat hubungan keluarga dengan sekolah?

Kalau ada anak bermasalah, kami melibatkan guru dan mengundang psikolog. Teman-teman sekelasnya juga kami ingatkan untuk membantu temannya keluar dari masalah itu. Intinya, Bapak dan Ibu satu visi dalam mendidik anak. Yang terpenting ini seorang ibu dalam mendidik anak harus penuh sabar dan teliti, jangan buru-buru menjustifikasi si anak. Harus ada pendekatan dari hati kehati. Sekarang belum bisa (mengikuti nasihat), insya Allah besok bisa.

Secara umum di sekolah, Kami mendapati setiap kasus anak bermasalah di sekolah, itu dimulai dari faktor keluarga. Karena ketidakharmonisan suami istri, kesibukan ortu atau ibu yang tidak tahu bagaimana mendidik anak yang benar.

Bagaimana sih kiatnya mendidik anak diera internet?

Di era internet ini, sulit sekali untuk lepas dari itu. Kami juga pernah menemukan anaknya yang maniak game. Tapi, bisa kok dia lepas dari ketergantungan game, caranya dialihkan. Coba utak-atiknya ke yang lain. Untuk mengajak anak seperti itu memang butuh kesabaran. Sebenarnya anak-anak saya main game juga. Tapi, tidak sampai menjadi maniac. Karena saya alihkan ke kegiatan fisik lainnya seperti main bola, sepeda, puzzle atau baca buku. Apalagi enam anak saya laki-laki.

“Saya lebih senang bila mereka berprestasi atau bertambah hafalan Al-Qurannya”

Apakah di Hari Ibu anak-anak memberi kejutan?

Saya pribadi tidak menuntut adanya penghargaan di hari ibu. Tapi biasanya anak-anak itu otomatis saja memberi ucapan selamat, minimal kirim sms. Seperti ini smsnya, “Selamat hari ibu Ummiku sayang, semoga selalu menjadi umi yang menginspirasi anak-anaknya.” Bagi saya, kado bingkisan itu tidak harus selalu barang, saya lebih senang bila mereka berprestasi atau bertambah hafalan Al-Qurannya. Karena ini yang membahagiakan.

Komposisi guru di SMPIT Ihsanul Fikri ini berapa persen?

Lebih banyak laki-laki, sekitar 60 persen laki dan 40 persennya perempuan. Karena SMPIT ini jam kerjanya sampai sore. Tapi, kami memberi izin bagi ibu guru yang punya bayi, pada jam-jam tertentu boleh pulang untuk memberi Air Susu Ibu (asi) pada bayinya.

Tentang belum adanya keberpihakan pada kaum Ibu di Indonesia ini, apa komentar Anda?

Kami lihat di masyarakat memang masih banyak ibu-ibu disamping kesehatannya belum diperhatikan dengan baik, juga pendidikannya. Di desa masih banyak kami temui ibu-ibu yang pendidikannya masih rendah. Harapan kami, pemerintah bisa memberikan perhatian terhadap masalah ini.

Tapi, tidak bisa menunggu pemerintah terus?

Sebagai daiyah, kami yang diamanahi sebagai Ketua Salimah, memiliki program untuk pemberdayaan perempuan, diantaranya dengan program majelis taklim kaum ibu dan Sekolah Ibu Salimah Terpadu (Sister).

Untuk majelis taklim ini kajian Islam dengan sistem pembinaan. Sedangkan Sister, namanya sekolah tentu yang diajarkan macam-macam, ada kesehatan dan ketrampilan. Dibeberapa tempat ada Program Sister, dalam rangka ambil bagian untuk meningkatkan ketrampilan ibu dan meningkatkan pengetahuan ibu. Harapannya, nanti bisa diaplikasikan baik kesehatannya maupun ketrampilannya.

Selain itu ada juga kegiatan Rumah Pangan Lestari (RPL), memanfaatkan lahan di rumah untuk ditanami sayuran atau kebutuhan dapur.

Salimah rutin mengadakan talk show, seminar pada acara peringatan Hari Kartini atau hari ibu. Kegiatan pengajian kami bergabung dengan Persatuan Pengajian Ibu Magelang (PPIM) jadi ada komunikasi dengan ibu-ibu di Kota Magelang ini. Kemudian secara organisasi Salimah tergabung dalam Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Kota Magelang, di GOW ada Persit Kartika Chandra Kirana, Dharma Wanita dan sebagainya. Kami rutin mengadakan pertemuan sebulan sekali.

Biodata:

Fatin Mahdalina

Tempat Tanggal Lahir: Temanggung 28 Oktober 1966

Menikah dengan Drs H Kusdiharno, 4 Januari 1987 dan dikaruniai 6 Putra 1 putri

Pendidikan:       -Alumni D2 IKIP Semarang

                       -S1 Universitas Sarjana Wiyata Taman Siswa Yogyakarta
Juara Ketiga Guru Berprestasi Tingkat Kota Magelang
Juara Kedua Kepala Sekolah Berprestasi Tingkat Kota Magelang

Sumber: 
Share this article :

Posting Komentar

 
Copyright © 2011. Mafaza Online: Fatin Mahdalina S.Pd, Ibu adalah Guru Pertamaku . All Rights Reserved