Kepala Sekolah SMPIT Ihsanul Fikri, Fatin Mahdalina S.Pd | FOTO: Srikandi Puji Lestari |
Pemerintah
menetapkan 22 Desember sebagai hari penting bagi Indonesia. Namun, ada yang
berbeda pada hari ibu di Indonesia. Setelah Presiden Joko Widodo
mendeklarasikan 22 Desember sebagai hari ibu nasional, hari tersebut tak hanya
sekadar hari dimana posisi ibu diagungkan, tetapi Indonesia kembali
merefleksikan eksistensi pergerakan perempuan pada 22 Desember.
Hari ibu di Indonesia
tidak sama seperti “Mother Day” yang diusung barat. Dihari ibu, tak hanya
sekadar memberikan penghargaan kepada ibu dalam lingkup keluarga, tetapi juga
menjadikan hari tersebut sebagai momen untuk merefleksikan eksistensi perempuan
di Indonesia.
Kesimpulan inilah yang
kami dapat dari wawancara langsung dengan Fatin Mahdalina, Ketua Plh Persaudaraan
Muslimah (Salimah) Kota Magelang yang sehari-hari sibuk dengan tugasnya selaku
Kepala Sekolah di Sekolah Menengah Islam Terpadu (SMPIT) Ihsanul Fikri Kota
Magelang. Tapi, organisasi dan karier tidak melupakannya kodratnya sebagai
istri dan ibu dari tujuh anak-anaknya.
Menurut Ibu yang beberapa kali menyandang guru berprestasi ini, kado bingkisan itu tidak harus selalu barang, “Saya lebih
senang bila mereka berprestasi atau bertambah hafalan Al-Qurannya,” katanya.
Berikut petikannya
wawancaranya:
Apa refleksi Anda untuk hari Ibu kali ini?
Peran seorang ibu harus dioptimalkan. Peran ibu yang utama
adalah di rumah (keluarga), yakni mendidik anak. Tak lupa juga sebagai anggota
masyarakat seorang ibu juga harus berperan.
Biasanya Hari Ibu hanya sebatas Isu gender atau seremonial
belaka, sebenarnya apa esensinya?
Esensinya adalah meningkatkan peran ibu sebagai Ummi Madrasah, Ibu adalah guru
pertamaku, keberhasilan dimulai dari Keluarga. Ibu itu sangat berperan baik
untuk suami maupun anak-anaknya. Ibu harus dioptimalkan agar bisa mencetak
anak-anak shalih dan shalihah. Ibu yang melahirkan generasi Qurani yang
nantinya bisa memimpin bangsa, bisa membawa perubahan di masyarakat. Seorang
anak tumbuh karakternya dari ibu.
Perubahan di masyarakat, maksudnya?
Di kantor perempuan bisa lebih berperan, saya punya teman
yang Bu Lurah, Bu Camat. Kita lihat Bu Risma sebagai Walikota Surabaya ternyata
bisa berprestasi. Peran lebih optimal kenapa tidak, selama syar’i (sesuai
ajaran Islam) masalah hijab dan kewanitaannya dengan tidak mengesampingkan
peran ibu di keluarganya. Sebagai
perempuan karena di Indonesia ini secara umum ada emansipasi, perempuan sudah
dituntut untuk berperan di politik atau birokrasi. Ternyata saya melihat itu
juga peran penting bagi perempuan untuk mencari dan mendapatkan kemuliaan
dihadapan Allah SWT. Juga untuk kesejahteraan bangsanya.
Bagaimana Anda membagi waktu antara keluarga dan mengajar?
Alhamdulillah, saya dikaruniai satu putri dan 6 putra,
sekarang sudah besar-besar tinggal satu yang paling kecil, kelas 6 SD. Saya
bersyukur, karena sejauh ini bisa tertangani. Kalau dulu —waktu anak masih
kecil-kecil— ada khadimat (pembantu) untuk mengasuh anak. Kala itu, mengajar
bisa pulang jam dua siang, jadi anak-anak masih bisa tertangani. Kalau sekarang
memang waktu lebih banyak di Sekolah, dari Pukul 06.30 sampai 16.00 saya di
sekolah. Biasanya kalau sore saya manfaatkan untuk kegiatan taklim atau pengajian,
Maghrib sudah di rumah. Sekarang relatif tidak ada kendala, karena memang
anak-anak sudah besar.
Apa peran suami dalam sukses Anda?
Seorang ibu atau istri bisa berkarya di luar rumah tentunya
kalau kondisi rumah stabil, serta mendapat izin dan ridho dari suami. Sangat
bersyukur suami memberi izin, Jadi sebelum keluar dari rumah, kesejahteraan dan
keharmonisan rumahtangga (keluarga) harus diutamakan dulu. Dan tentunya
senantiasa mohon hidayah dan inayah dari Allah SWT.
Dengan kesibukan Anda dan suami, apa pernah mendapat protes
dari anak?
Kalau yang besar-besar sudah paham dengan aktivitas
orangtuanya. Untuk si Bungsu yang masih SD, kadang suka Tanya, “Kok pergi
lagi?” tapi terus saya kasih pemahaman, atau malah saya ajak sekalian. Mereka jadi
paham, karena sejak menyusui kalau ada kegiatan suka saya ajak.
Apa Anda melibatkan anak-anak juga dalam aktivitas?
Ya sering, misalnya dalam kegiatan mengisi taklim waktu
kecil anak sering diajak. Terus anak kita kasih buku gambar atau permainan
sehingga mereka punya kesibukan sendiri.
Sambil mereka melihat dan mendengar langsung ibunya mengisi taklim.
Demikian pula dengan anak-anak yang sudah sedikit besar, ketika saya ada
kegiatan di luar kota, saya ajak juga. Atau kepada yang besar, saya minta untuk
mengantar. Sehingga mereka tahu kegiatan ibunya.
Sebagai seorang pendidik, bagaimana Anda melihat hubungan keluarga dengan sekolah?
Sebagai seorang pendidik, bagaimana Anda melihat hubungan keluarga dengan sekolah?
Kalau ada anak bermasalah, kami melibatkan guru dan
mengundang psikolog. Teman-teman sekelasnya juga kami ingatkan untuk membantu
temannya keluar dari masalah itu. Intinya, Bapak dan Ibu satu visi dalam
mendidik anak. Yang terpenting ini seorang ibu dalam mendidik anak harus penuh
sabar dan teliti, jangan buru-buru menjustifikasi si anak. Harus ada pendekatan
dari hati kehati. Sekarang belum bisa (mengikuti nasihat), insya Allah besok
bisa.
Secara umum di sekolah, Kami mendapati setiap kasus anak
bermasalah di sekolah, itu dimulai dari faktor keluarga. Karena
ketidakharmonisan suami istri, kesibukan ortu atau ibu yang tidak tahu
bagaimana mendidik anak yang benar.
Bagaimana sih kiatnya mendidik anak diera internet?
Di era internet ini, sulit sekali untuk lepas dari itu. Kami
juga pernah menemukan anaknya yang maniak game.
Tapi, bisa kok dia lepas dari ketergantungan game, caranya dialihkan. Coba
utak-atiknya ke yang lain. Untuk mengajak anak seperti itu memang butuh
kesabaran. Sebenarnya anak-anak saya main game
juga. Tapi, tidak sampai menjadi maniac. Karena saya alihkan ke kegiatan fisik
lainnya seperti main bola, sepeda, puzzle atau baca buku. Apalagi enam anak
saya laki-laki.
“Saya lebih senang bila mereka berprestasi atau bertambah hafalan Al-Qurannya”
Apakah di Hari Ibu anak-anak memberi kejutan?
Saya pribadi tidak menuntut adanya penghargaan di hari ibu.
Tapi biasanya anak-anak itu otomatis saja memberi ucapan selamat, minimal kirim
sms. Seperti ini smsnya, “Selamat hari ibu Ummiku sayang, semoga selalu menjadi
umi yang menginspirasi anak-anaknya.” Bagi saya, kado bingkisan itu tidak harus
selalu barang, saya lebih senang bila mereka berprestasi atau bertambah hafalan
Al-Qurannya. Karena ini yang membahagiakan.
Komposisi guru di SMPIT Ihsanul Fikri ini berapa persen?
Lebih banyak laki-laki, sekitar 60 persen laki dan 40 persennya
perempuan. Karena SMPIT ini jam kerjanya sampai sore. Tapi, kami memberi izin bagi
ibu guru yang punya bayi, pada jam-jam tertentu boleh pulang untuk memberi Air
Susu Ibu (asi) pada bayinya.
Tentang belum adanya keberpihakan pada kaum Ibu di Indonesia
ini, apa komentar Anda?
Kami lihat di masyarakat memang masih banyak ibu-ibu
disamping kesehatannya belum diperhatikan dengan baik, juga pendidikannya. Di
desa masih banyak kami temui ibu-ibu yang pendidikannya masih rendah. Harapan
kami, pemerintah bisa memberikan perhatian terhadap masalah ini.
Tapi, tidak bisa menunggu pemerintah terus?
Sebagai daiyah, kami yang diamanahi sebagai Ketua Salimah,
memiliki program untuk pemberdayaan perempuan, diantaranya dengan program
majelis taklim kaum ibu dan Sekolah Ibu Salimah Terpadu (Sister).
Untuk majelis taklim ini kajian Islam dengan sistem
pembinaan. Sedangkan Sister, namanya sekolah tentu yang diajarkan macam-macam,
ada kesehatan dan ketrampilan. Dibeberapa tempat ada Program Sister, dalam
rangka ambil bagian untuk meningkatkan ketrampilan ibu dan meningkatkan
pengetahuan ibu. Harapannya, nanti bisa diaplikasikan baik kesehatannya maupun
ketrampilannya.
Selain itu ada juga kegiatan Rumah Pangan Lestari (RPL),
memanfaatkan lahan di rumah untuk ditanami sayuran atau kebutuhan dapur.
Salimah rutin mengadakan talk show, seminar pada acara
peringatan Hari Kartini atau hari ibu. Kegiatan pengajian kami bergabung dengan
Persatuan Pengajian Ibu Magelang (PPIM) jadi ada komunikasi dengan ibu-ibu di
Kota Magelang ini. Kemudian secara organisasi Salimah tergabung dalam Gabungan
Organisasi Wanita (GOW) Kota Magelang, di GOW ada Persit Kartika Chandra Kirana,
Dharma Wanita dan sebagainya. Kami rutin mengadakan pertemuan sebulan sekali.
Biodata:
Fatin Mahdalina
Tempat Tanggal Lahir: Temanggung 28 Oktober 1966
Menikah dengan Drs H Kusdiharno, 4 Januari 1987 dan
dikaruniai 6 Putra 1 putri
Pendidikan: -Alumni
D2 IKIP Semarang
-S1 Universitas Sarjana Wiyata Taman Siswa Yogyakarta
Juara Ketiga Guru Berprestasi Tingkat Kota Magelang
Juara Kedua Kepala Sekolah Berprestasi Tingkat Kota Magelang
Sumber:
Juara Ketiga Guru Berprestasi Tingkat Kota Magelang
Juara Kedua Kepala Sekolah Berprestasi Tingkat Kota Magelang
Sumber:
Posting Komentar