Minggu, 26 Januari 2025

Home » » FILM November 1828: Kisah Pengorbanan dan Pengkhianatan

FILM November 1828: Kisah Pengorbanan dan Pengkhianatan

FILM November 1828: Kisah Pengorbanan dan Pengkhianatan 
Ada pesan moral yang disuguhkan dalam film ini yang secara gamblang disuarakan dalam narasi Kromoludiro: " Jika penduduk sebagian besar terdiri dari maling, maka lebih baik pulau Jawa ini tenggelam ke dasar laut"  

Mafaza Online | Inilah Film Perang Jawa atau Perang Diponegoro November 1828. Dengan tema mengambil salah satu babak dari peristiwa pentingnya.


Pada tahun 1828, Jenderal de Kock menerapkan strategi Benteng Stelsel untuk menangkap Kiai Mojo dalam Perang Diponegoro. 


Baca juga : DEBAT SENGIT! Kholid Nelayan Cerdas Bikin Satu Studio Terkesima


Perang Jawa adalah perang yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro melawan pemerintah Hindia Belanda yang berlangsung dari tahun 1825 hingga 1830.  


Perang Diponegoro merupakan salah satu pertempuran terbesar yang pernah dialami Belanda selama masa penjajahannya di Indonesia. Dari perang lima tahun ini, Belanda menderita kerugian besar dari perang ini, nyaris bangkrut.


Baca juga : Empat Hal Pokok yang menjadi Pertimbangan Kepengurusan JATMAN


Meski Jadul tapi Unggul


Iya benar sekali, menonton kembali film-film lawas bisa sangat mengasyikkan,  apalagi film tersebut merupakan film yang cukup kondang dan mendapat banyak penghargaan pada masanya.  


Salah satunya November 1828 Film karya Teguh Karya, Sutradara yang banyak melahirkan film-film bagus. Fim ini diproduksi pada 1979. 


November 1828 film bertemakan perjuangan. Film yang berlatar belakang Perang Jawa atau lebih sering disebut dengan Perang Diponegoro. 


Konon film ini merupakan salah satu film yang dibuat dengan kolosal. Tak tangung tanggung, uang sebanyak  240 Juta Rupiah digelontorkan untuk film ini. Sebuah angka fantastis pada era 70-an.


Keunikan Teguh Karya dalam karyanya ini, meski mengambil tema Perang Diponegoro, sang pangeran sama sekali tidak muncul. 


Justru, tokoh utamanya adalah seorang Kapiten tentara Belanda yaitu De Borst. Seorang Indo yang memiliki impian untuk mendapatkan pengakuan sebagai Belanda totok. 


Karena itu dia sangat ingin sekali membuktikan kemampuannya untuk menangkap Sentot Prawirodirdjo, yang merupakan sekutu dan tangan kanan Pangeran Diponegoro.


Untuk memenuhi ambisinya ini Kapiten De Borst menhalalkan segala cara. Termasuk cara licik, kejam, di luar peri kemanusiaan. 


Demikianlah kisah ini mengambil tempat di sebuah desa Bernama Sambiroto pada November 1828.  


Demang desa ini bernama Jayengrono yang merupakan tokoh yang menjilat Belanda dan membisikkan kepada Kapiten De Borst bahwa  Kromoludiro  mengetahui lokasi Sentot.   


Karena itu, Kapiten De Borst berusaha sekuat tenaga untuk membuat Kromoludiro buka mulut. Namun walau Kromoludiro sudah ditangkap dan disiksa, dia tetap tidak mau buka mulut, termasuk ketika anak dan istrinya ikut disandera. 


Dari dua tokoh di atas kita sudah mengenal siapa yang menjadi pahlawan dan siapa yang menjadi penghianat. 


Cerita bertambah seru dan menyentuh ketika Letnan Van Aken yang merupakan bawahan Kapiten De Borst, ternyata diam-diam masih memiliki simpati terhadap rakyat Jawa. 


Bahkan Letnan Van Aken juga terang-terangan mengaku bahwa dialah yang menjadi mata-mata dan memberitahukan posisi tentara Belanda sehingga Panglima Sentot susah ditangkap.


Baca juga : Pantai Karang Jahe Salah Satu obyek wisata Juara Jambore Pokdarwis Jateng


Silakan Klik:

۞GERAKAN WAKAF AL QURAN۞

Hanya dengan Rp 50.000 Anda sudah ikut berdakwah

Multi Plot

 

Jalinan cerita juga bertambah seru dengan adanya keinginan putra sang demang untuk mempersunting Laras, putri Kromoludiro.  Namun tampaknya usaha ini gagal total. 


Walau bertema film perang, ternyata kisah-kisah yang ditampilkan dalam film lebih banyak menunjukkan unsur-unsur kemanusian, seperti sosok pahlawan dan penghianat, serta juga mereka yang berjuang dari sisi religius dan kesenian. 


Film ini juga sekaligus menampilkan banyak sisi yang menarik dan seni dan budaya Jawa yang jarang tampil dalam film-film lainnya. 


Tentu yang paling menarik buat penonton sendiri adalah pesan moral yang disuguhkan dalam film yang menyabet banyak Piala Citra ini. 


Salah satunya bahkan secara gamblang disuarakan dalam narasi Kromoludiro: " Jika penduduk sebagian besar terdiri dari maling, maka lebih baik pulau Jawa ini tenggelam ke dasar laut."  


Kata-kata ini begitu menohok dan walaupun setting film ini sudah hampir dua abad yang lalu, ternyata masih sangat relevan dengan situasi di negeri ini.


Yang membuat film ini juga lebih menarik adalah sesungguhnya yang berkonflik dalam film ini ternyata lebih banyak melibatkan rakyat kita sendiri dan Belandanya sendiri hanya bermain sebagai latar belakang saja. 


Karena hampir semua pasukan tentara Belanda ternyata digambarkan sebagai Indo Belanda yang juga mempunyai latar dan pandangan yang berbeda-beda seperti antara Kapiten De Borst dan Letnan Van Aken.  


Sementara orang Jawa sendiri juga memiliki sifat yang bervariasi seperti Kromoludiro dan Jayengrono.   


Singkatnya film ini juga memberikan pesan bahwa sosok pahlawan dan penghianat bisa saja terjadi pada siapa saja tanpa memandang etnis dan golongan yang ada pada masa itu. 


Bahkan pahlawan dan penghianat pun sering berganti nama jika dipandang dari sudut dan pihak yang berbeda.


Bagi pembaca yang mungkin belum lahir saat film ini dibuat, mungkin bisa menikmati film ini dan melihat bagaimana dunia perfilman Indonesia sekitar empat puluh tahun yang lalu telah mampu membuat film-film yang bukan hanya bermutu baik, melainkan juga berhasil mendapat banyak penghargaan.


Bertabur Bintang


Film November 1828 ini sukses menggaet 7 Piala Citra termasuk Film Terbaik dan sutradara Terbaik.  


Film dengan produser Nyo Hansiang ini memang dibanjiri bintang-bintang terbaik pada masa itu seperti Slamet Rahardjo, Maruli Sitompul, El Manik, Yenny Rachman, Rachmat Hidayat dan masih banyak lagi. 


Film ini yang memiliki tema khusus tentang keberanian Kromoliduro untuk berkorban demi perjuangan.


Sosok rakyat yang merupakan contoh keteguhan hati dan semangat juang yang tinggi bagi bangsa Indonesia dalam melawan penindasan.


Berikut adalah beberapa peristiwa yang terjadi pada tahun 1828 dalam Perang Diponegoro:


* Belanda mengerahkan 24.448 pasukan dan 1.133 ekor kuda untuk merebut wilayah Mataram, Bagelen, dan Ledok. 


* Jenderal de Kock menerapkan strategi Benteng Stelsel untuk menangkap Kyai Mojo. 

 

Baca juga : Momen Jurnalis TV One terharu saat liputan di lokasi kebakaran Lantai 8 Glodok Plaza


Silakan klik Filmnya di bawah ini : 
Silakan Klik:

Mafaza-Store

Lengkapi Kebutuhan Anda



#perangjawa #diponegoro #teguhkarya





Share this article :

Posting Komentar