Kedai kopi di Palestina; 1900. FOTO/Wikicommon |
Mafaza-Online | Brasil masih menjadi negara penghasil kopi terbesar di dunia pada 2020. Berdasarkan data International Coffee Organization (ICO), produksi kopi di Brasil sebesar 63,4 juta karung berukuran 60 kilogram (kg) pada tahun lalu.
Vietnam berada di posisi kedua dengan produksi kopi mencapai 29 juta karung pada 2020. Berikutnya ada Kolombia dengan produksi kopi sebanyak 14,3 juta karung pada periode yang sama. Indonesia menempati posisi keempat dengan produksi kopi sebesar 11,95 juta karung. Setelahnya ada Ethiopia dengan produksi kopi sebanyak 7,37 juta karung.
Produksi kopi di Honduras dan Uganda masing-masing sebanyak 6,1 juta karung dan 5,62 juta karung. Lalu, Meksiko mampu memproduksi 4 juta karung kopi. Peru tercatat menghasilkan 3,8 juta karung kopi. Sedangkan, produksi kopi di Guatemala tercatat sebesar 3,75 juta karung kopi.
Setidaknya, lebih dari dua miliar cangkir kopi diminum setiap hari di seluruh dunia. Jumlah itu cukup untuk memenuhi sekitar 4000 kolam renang ukuran Olimpiade setiap hari. Alhasil Kopi telah menjelma menjadi industri global dan menjadi produk komoditas kedua terbesar di dunia. Rekor tersebut hanya dapat ditandingi oleh minyak bumi.
Legenda Kopi
Tanaman kopi berasal dari hutan dataran tinggi Abbysinia, Ethiopia. Tanaman pertama ditemukan tumbuh liar di daerah Kaffa, asal mula nama kopi berasal. Kata "coffee" resmi menjadi bahasa Inggris pada 1598 yang berasal dari bahasa Belanda, "koffie". Sedangkan, "koffie" dipinjam dari Turki "kahve" yang berasal dari bahasa Arab "qahwa".
Sebuah legenda populer bercerita tentang seorang gembala kambing bernama Kaldi pada abad ke-9. Suatu hari dia melihat kambing-kambingnya berperilaku aneh, tampak girang. Kambingnya menjadi lebih berenergi, saling berkejaran, dan mengembik dengan keras. Ia melihat mereka sedang makan buah merah dari semak-semak di dekatnya.
Merasa lelah dan sedikit penasaran, Kaldi memutuskan mencoba beberapa buah. Ajaib ia pun merasakan kesegaran, pulih dari lelahnya. Kisah tertulis mengenai Kaldi baru muncul dalam manuskrip bertahun 1671.
Namun, adalah orang Yaman yang pertama membudidayakan kopi. Kala itu, pada abad 13, jamaah Tarekat Syadziliyyah, mengenal kopi dari para penggembala di Ethiopia. Minuman ajaib itu ternyata berasal dari Bun —istilah yang kemudian dipakai untuk menggambarkan tanaman dan buah kopi.
Dari Ethiopia, sekelompok sufi yang lahir di Yaman ini kembali ke tanah air, mereka membawa serta bibit-bibit Bun. Di Yaman, minuman yang sehitam malam ini dikenal sebagai qahwa. Istilah ini awalnya dipakai untuk wine. Karena itu pula, kopi dijuluki sebagai “The Wine of Islam”. Karena kala itu qahwa dipercaya bisa membuat orang kuat melek, ia pun dipakai sebagai teman untuk berzikir dan beribadah hingga Subuh.
Kopi yang awalnya diminum oleh para sufi, kemudian menemukan popularitasnya. Dalam Uncommon Grounds: The History of Coffee and How It Transformed Our World (2010), Mark Pendergrast menjelaskan bahwa kopi jadi minuman sehari-hari. Orang kaya di Yaman dan sekitarnya, punya ruangan khusus buat ngopi. Sedangkan yang uangnya pas-pasan, minum kopi di kaveh kanes, alias rumah kopi. Pada abad 15, para peziarah muslim sudah menyebarkan kopi ke Persia, Mesir, Turki, juga Afrika Utara. Kopi jadi barang berharga.
Warisan Sufi
Ketika di Yaman, biji kopi tidak dimakan begitu saja tapi kopi direbus sehingga tercipta al-qahwa. Kaum sufi di Yaman meminum al- qahwa dengan alasan yang sama dengan kita saat ini, yakni agar tetap terjaga saat berzikir dan shalat malam. Di sini kita menyebutnya dengan melekan.
Penasaran-kan kenapa para ulama bahkan para sufi mengistimewakan kopi?
Dikutip dari Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah-KTB, Imam Najmuddin al-Ghazziy Seorang pakar sejarah mencatatkan dalam kitab al-Kawakib as-Sairah Fi A'yan al-Miah al-A'syirah bahwa :
"Orang yang pertama kali menjadikan kebiasaan minum kopi sebagai minuman berkhasiat adalah syekh Abi Bakr Bin Abdullah Al-Aydrus, beliau membuat racikan kopi dari buah pohon Bun."
Sayyid Abdurrohman bin Muhammad bin Abdurrohman bin Muhammad al-Husainy al-Hadramy dari marga Alaydrus (1070 H-1113 H) mengatakan dalam kitabnya Iinaasush Shofwah bi Anfaasil Qahwah:
"Biji kopi baru ditemukan pada akhir abad VIII H di Yaman oleh penemu kopi Mukha, Imam Abul Hasan Ali asy-Syadziliy bin Umar bin Ibrahim bin Abi Hudaimah Muhammad bin Abdulloh bin al-Faqih Muhammad Disa’in (nasabnya bersambung hingga kepada seorang sahabat bernama Khalid bin Asad bin Abil Ish bin Umayyah al-Akbar bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushay).
Jadi dalam penemuan biji kopi, Imam Abul Hasan Asy-Syadzili mendahului Imam Abu Bakr al-Aydrus. Sehingga Imam Abul Hasan adalah penemu biji kopi, sedangkan Imam Abu Bakr Al-Aydrus adalah penyebar kopi di berbagai tempat.
Imam Abu Bakr Alaydrus, menggubah syair:
"Wahai orang-orang yang asyik dalam cinta sejati dengan-Nya, kopi membantuku mengusir kantuk. Dengan pertolongan Alloh, kopi menggiatkanku taat beribadah kepada-Nya di kala orang-orang sedang terlelap."
Qahwah (kopi) : - 'qaf' adalah quut (makanan), - 'ha' adalah hudaa (petunjuk), - 'wawu' adalah wud (cinta), - dan 'ha' adalah hiyam (pengusir kantuk). " Janganlah kau mencelaku karena aku minum kopi, sebab kopi adalah minuman para junjungan yang mulia."
Syeikh Abu Bakr bin Abdulloh al-Aydrus berkomentar tentang kopi minuman kegemarannya:
"Wahai qahwatul bunn (kopi)!
Huruf 'qaf' di awalmu adalah quds (kesucian), huruf kedua 'ha' adalah hudaa (petunjuk), dan huruf ketigamu adalah 'wawu'. Huruf keempatmu adalah 'ha', berikutnya 'alif' adalah ulfah (keakraban), 'lam' sesudahnya adalah lutfh (belas kasih dari Alloh). 'Ba' adalah basth (kelapangan), dan 'nun' adalah nur (cahaya). Oh, kopi, kau laksana purnama yang menerangi cakrawala."
Disebutkan dalam kitab Al-Linas bahwa huruf 'ba' dan 'nun' pada kata bunn (kopi), masing-masing berarti bidayah (permulaan) dan nihayah (akhir/puncak). Kopi ikut mengantarkan seseorang dari awal langkah hingga akhir (sukses).
Imam Ibnu Hajar Al Haitami, ulama besar ahli Fikih dan Tasawuf menulis tentang kopi sebagai berikut:
ثم اعلم ايها القلب المكروب أن هذه القهوه قد جعلها اهل الصفاء مجلبة للأسرار مذهبة للأكدار وقد اختلف في حلها اولا وحاصل ما رجحه ابن حجر في شرح العباب بعد ان ذكر أنها حدثت في اول قرن العاشر . ان للوسائل حكم المقاصد ،فمهما طبخت للخير كانت منه وبالعكس فافهم الأصل
"Lalu ketahuilah wahai hati yang gelisah bahwa kopi ini telah dijadikan oleh Ahli Shofwah (orang orang yg bersih hatinya) sebagai pengundang akan datangnya cahaya dan rahasia Allah, penghapus kesusahan. Sementara para ulama berbeda pendapat akan kehalalannya alhasil yang di unggulkan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Syarhul Ubab setelah penjelasan bahwa asal usul kopi di awal Abad Sepuluh hijriyah memandang dari Qoidah 'bagi perantara menjadi hukum tujuannya' selama Kopi ini dimasak untuk Kebaikan maka mendapat kebaikannya begitu juga sebaliknya maka fahami asalnya."
Dari Biji ke Cangkir Menjelma Kedai
Selain Legenda gembala Ethiopia ada juga cerita dari Sufi di Yaman. Bukti lain menunjukkan kopi tidak dinikmati sebagai minuman hingga sekitar abad ke-10. Dokumen tertua yang menulis tentang minuman kopi juga berasal dari abad ini. Dua filsuf Arab, Muhammad bin Zakariya ar-Razi (850-922) dan Ibnu Sina dari Bukham (980-1037) menyebutkan minuman "bunchum" yang diyakini sebagai kopi.
Kedai kopi pertama didirikan di Konstantinopel pada 1475. Kedai itu dikenal dengan Kaveh Kanes. Kedai kopi menjadi ajang berkumpul di mana Muslim bisa bersosialisasi dan mendiskusikan masalah-masalah agama.
Kedai kopi pertama di Eropa dibuka di Venesia pada 1645 setelah kopi masuk ke Eropa melalui hubungan dagang dengan Afrika Utara dan Mesir. Kedai kopi Edward Lloyds di Inggris dibuka di London pada akhir abad ke-17.
Lloyds menjadi tempat bertemunya para pedagang dan pemilik kapal. Kedai kopi menjadi cikal bakal berdirinya Pub atau Caffe Tempat-tempat ini menjadi tempat mencari inspirasi, informasi dan pertemanan. Tempat bertukar pikiran mengenai politik dan turut andil pula atas terbentuknya gerakan liberal.
NGOPI Ngomong Politik
Sebagaimana Al-Quran melarang Muslim meminum alkohol, efek menenangkan dari kopi menjadikannya sebagai minuman pengganti anggur bagi negara Muslim. Beberapa Muslim percaya kopi memabukkan dan harus dilarang. Pelarangan kopi Hubungan antara Islam dan kopi tidak selalu berjalan mulus.
Jadi pelarangn itu bukan karena zatnya. Begini ceritanya, ketika kopi jadi minuman sehari-hari, bermunculan pula banyak rumah kopi. Seperti ada hukum tak tertulis, bahwa jika ada orang banyak berkumpul sembari ngopi, pasti ada saja hasilnya. Entah itu ide untuk buku, ilham menulis puisi, hingga guyonan meledek penguasa. Yang belakangan itu kemudian mendorong Gubernur Makkah melarang adanya rumah kopi.
Alkisah pada 1511, rumah kopi dianggap membawa masalah baru. Orang-orang dianggap terlalu sering menghabiskan waktu nyangkruk sembari ngopi, ketimbang, katakanlah, kerja atau ibadah. Maklumlah ketika itu belum ada internet sehingga belum bisa ngeshare ke grup WA atau Cyrcle di Twiter.
Ralp Hattox yang menulis tentang sejarah rumah kopi di Arab, dikutip dalam Uncommon Grounds, menulis; kedai kopi bahkan jadi sarang perbuatan kriminal.
“Mulai dari berjudi hingga perilaku seksual yang tak biasa,” tulis Hattox.
Namun puncaknya, adalah saat penguasa Mekkah kala itu, Khair-Beg, mengetahui ada olokan tentang dirinya. Dari mana lagi munculnya kalau bukan dari pria-pria yang bergosip sambil ngopi di kaveh kanes. Maka, pada 1511, Khair-Beg memberi fatwa: kopi sama seperti anggur. Harus diharamkan! Bersamaan dengan itu, semua rumah kopi di Mekkah dipaksa tutup.
Pada 1511, Gubernur Makkah Khair Beg melihat beberapa jamaah minum kopi di sebuah Masjid saat akan beribadah malam. Dengan marah ia mengusir mereka dari Masjid dan memerintahkan semua kedai kopi di Makkah ditutup.
Namun, larangan itu dibatalkan pada 1524 atas perintah penguasa Ottoman Turki Sultan Selim I dan Imam Besar Mehmet Ebussuud el-Imadi. Keduanya mengeluarkan fatwa yang membolehkan mengonsumsi kopi.
Larangan serupa juga terjadi di Kairo (Mesir) pada 1532. Kedai kopi dan gudang yang berisi biji kopi ditutup.
Saking banyaknya orang kecanduan minum kopi, Sultan Sulaiman, penguasa Turki, mengenakan pajak bagi kopi pada 1554. Tujuannya jelas: mengurangi konsumsi kopi.
Gereja Ortodoks Ethiopia juga pernah melarang kopi pada abad ke-18. Pada akhir abad ke-16, penggunaan kopi tersebar luas di seluruh Tmur Tengah, Afrika Utara, Persia, dan Turki. Kopi kemudian menyebar ke Balkan, Italia, seluruh Eropa, Indonesia, dan Amerika.
Tapi apapun yang dilarang, pasti akan menemukan jalannya sendiri. Kopi tetap jadi minuman sehari-hari yang bikin orang kecanduan.
Kopi dan Peradaban
Artikel menarik berjudul “Coffee - The Wine of Islam” mengisahkan bahwa kopi punya kaitan erat dengan peradaban Islam.
Pada akhir abad 17, para pedagang Kairo membawa kopi dari Jeddah maupun Hudayda di Barat Yaman. Menurut laporan Michel Tuscherer dalam “Coffee in the Red Sea Area from the Sixteenth to the Nineteenth Century”, jumlah dagangan kopi mereka mencapai 4.500 ton per tahun.
Pedagang dari Belanda, pada 1699 membawa kopi dari Malabar, Barat Daya India, ke Jawa. Mark Pendergrast, penulis Uncommon Grounds, menyebut bahwa pihak Belanda kemudian kembali menanam kopi di Sumatera, Sulawesi, Timor, juga Bali. Pada 1700-an, Jawa dan Mocha (kota pelabuhan di Yaman), menjadi pemasok kopi terbaik. Bahkan ada istilah a cup of Java untuk menyebut kopi.
Kopi juga menjadi tanaman yang sakral di beberapa tempat. Para petani kopi Gayo, misalnya, punya Siti Kahwa sebagai personifikasi tanaman kopi. Kala musim tanam kopi datang, para petani meriung di ladang. Tetua lantas membacakan mantra yang selalu dirapal waktu akan mulai menanam kopi.
Bismillah / Siti Kahwa / kunikahen ko orom kuyu / wih kin walimu / tanoh kin saksimu / Lo kin saksi kalammu.
(Bismillah / Siti Kahwa / kunikahkan dikau dengan angin / air walimu / tanah saksimu / matahari saksi kalammu.)
Manfaat kopi yang dianggap begitu besar dianggap sama pentingnya dengan roti dan air. Bahkan, boleh dibilang pernah ada peradaban kopi. Seperti jika suami menolak kopi buatan istrinya dapat menjadi alasan perceraian dalam hukum Turki.
Buka lagi lembar kelam sejarah, Adalah Wali Kota Amsterdam Nicholas Witsen meminta komandan VOC di Pantai Malabar, Adrian van Ommen, membawa bibit kopi ke Batavia pada 1696, boleh dikata Witsen sekadar coba-coba.
Bibit kopi itu oleh van Ommen diujicoba di lahan milik Gubernur Jendral VOC Willem van Outhoorn, di daerah yang sekarang disebut Pondok Kopi di Jakarta Timur.
Panen pertama kopi Jawa dari Pondok Kopi itu langsung dikirim ke Hortus Botanicus di Amsterdam. Para biolog di Hortus Botanicus itu tercengang, kagum dengan mutu kopi yang ditanam di tanah Jawa itu.
Ternyata mutu dan cita rasa kopi Jawa mengalahkan semua kopi yang pernah mereka coba. Para ahli itu segera mengirim contoh kopi Jawa itu ke berbagai kebun raya di seluruh Eropa.
Di antara kebun raya yang menerima kopi contoh itu salah satunya adalah Kebun Raya Kerajaan milik Louis XIV. Tertarik dengan mutunya, orang-orang Prancis memperbanyak contoh kiriman itu dan segera mengirimkannya benihnya semua wilayah jajahan untuk dibudidayakan.
Dunia mengakui mengakui cita rasa yang mantap dan aromanya yang khas menjadi daya tarik utama Kopi Jawa, a cup of Java.
Di sisi lain, di tengah perdagangan kopi sangat memang menguntungkan VOC, Kopi Jawa menjadi tambang berharga. Ekspor kopi menjadi andalan VOC mengeruk kekayaan dari tanah Jawa yang subur.
Ide yang semula sederhana itu akhirnya membuat Jawa menjadi ladang uang VOC. Mulai berlaku tanam paksa di Seluruh Pulau Jawa, dari Barat ke Timur.
Di Jawa Timur, tidak hanya membuka kebun, pemerintah kolonial Belanda juga membangun dua pabrik besar kopi, yakni Blawan dan Kalisat-Jampit. Pabrik ini, menghasilkan greenbean atau kopi beras yang siap dikapalkan ke Eropa.
Suksesnya pengapalan kopi ke Eropa membuat pemerintah kolonial Belanda membangun infrastruktur penunjang. Jalur rel kereta dibangun untuk menghubungkan kota-kota penyangga dengan kota perdagangan seperti Besuki. Dengan kereta api, hasil panen kopi dari Bondowoso, dibawa ke Panarukan.
Aktivitas perkebunan kopi membuat pemerintah kolonial Belanda memindahkan kantor residen dari Besuki ke Bondowoso, 1856. Pindahnya pusat pemerintahan dari Besuki ke Bondowoso menjadi penanda kejayaan kopi di ujung timur Jawa.
Teman Ngopi
Ada gula ada semut, begitulah kata pepatah. Ada kebun, pabrik, transportasi; maka berdatanganlah tenaga kerja. Mereka membentuk komunitas, sebuah peradaban baru tercipta.
Kopi dimanfaatkan kaum Sufi agar kuat menahan kantuk, segar dalam ibadah. Jadi kopi identik dengan kehidupan malam, begadang. Selanjutnya mewarnai kedai, pub, caffe hingga ruang-ruang politik. Kopi menjadi minuman bergengsi, apalagi ketika dicampur coklat, susu, roti atau gorengan.
Sebagai minuman, kopi memang tak bisa berdiri sendiri. Minum kopi jangan dalam keadaan perut kosong karena bisa memicu asam lambung. Jadi kopi sebagai minuman harus ada temannya, begitu pun Anda minum kopi lebih nikmat bila ada teman.
Baca juga 👇
Jejak Langkah Ulama Betawi KH Syafii Hadzami
Silakan Klik
Lengkapi Kebutuhan Anda
#kopi #sufi #tanampaksa
Posting Komentar