Mafaza-Online | Awal-awal tau anak-anak Depok suka nongkrong di Sudirman, saya pikir mereka cuma jalan-jalan karena ada kemudahan akses KRL langsung pp Jakarta-Bogor.
Kemudian dengar-dengar mereka meniru gaya Harajuku di Jepang. Saya lihat di medsos, pakaian dan gayanya biasa aja, kasual khas anak muda. Masih relatif sopan.
Lama-lama, ada street fashion dengan zebra cross yang jadi catwalknya. Pakaiannya makin vulgar sampai ben*ong-ben*ong berhigh-heels, lenggak-lenggok macam minta ditabok.
Ada lagi cerita, ternyata aktivitas mereka justru banyak di malam hari. Sampai tidur di trotoar, tidak pulang ke rumah. Banyak yang putus sekolah. Ada yang ditawari beasiswa malah menolak.
Tadi lewat video reel, ada seseembak bercelana pendek yang mengajari anak-anak muda itu cara bergaya saat difoto. Kurang lebih katanya, jangan pedulikan ujaran kebencian terhadap mereka. Ini untuk masa depan mereka.
Ujaran kebencian? Hahh?!
Adakah antisipasi ke depannya? Quo vadis SCBD street fashion? Selain menggunakan jalan raya yang berarti mengganggu lalu lintas, kelihatannya para lagibete pun diapresiasi.
Mereka kebanyakan remaja usia sekolah. Masih terkena wajib belajar. Pemerintah dan pihak sekolah seharusnya bertanggungjawab kenapa mereka bisa putus sekolah?
Sebagian mereka bekerja membantu orangtuanya di pagi hari. Saya hargai itu.
Belajar memang tidak harus di sekolah. Bisa di mana saja.
Tapi kalau sudah tercebur dalam gaya hidup bebas - yang penting menghasilkan uang banyak - apakah masih ingat belajar?
Bukan hanya belajar ilmu, tapi juga adab. Bukan hanya ilmu umum, tapi lebih penting lagi ilmu agama.
Saya tidak menghujat anak-anak muda itu. Saya kasihan... walaupun sekarang uangnya mungkin jauh lebih banyak.
Facebook: Endang Arum Puspitasari
Artikel Lainnya:
Silakan Klik
Lengkapi Kebutuhan Anda
Posting Komentar