Diantara kebiasaan para Sahabat Ra, ketika mendapatkan ilmu, mereka mengamalkannya minimal 3 kali
Oleh: Syekh M. Fathurahman, MAg
Mafaza-Online | Rasulullah Saw menuntun umatnya dalam berdoa dalam berbagai urusan. Di antaranya adalah berupa perlindungan dari berbagai macam bahaya. Beliau Saw tidak mengungkapkan suatu bahaya bagi umatnya melainkan Beliau beritahukan tentang bahayanya dan mengajarkan doa untuk menghindarinya. Beliau Saw pernah mengajarkan doa perlindungan dari 4 perkara. Doanya yakni:
اللَّٰهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا. ]أخرجه مسلم والترمذي والنسائي[
1. Alloohumma innii a’udzubika, min ’ilmin laa yanfa’ (اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ). Berlindung dari ilmu yang tidak bermanfaat, yakni pertambahan ilmu justru bertambah jauh dari petunjuk Allah, bertambah rasa takabur (sombong), hatinya semakin keras. Kepintarannya malah menambah kemadharatannya. pembaca bisa menyaksikan begitu banyak para pejabat yang dipilih dari orang-orang yang pintar, tapi ilmunya tidak bermanfaat.
Ilmu terbagi dua, pertama Ilmu di lisan, sebatas pengetahuan (intelektual), kedua Ilmu dalam hati, yaitu ilmu yang tersambung kepada Allah SWT. Inilah ilmu yang khusus, berasal dari figur yang khusus dan cara mendapatkannya juga khusus.
Kisah Nabi Musa as yang berguru kepada Nabi Khidir as termuat dalam Al Quran surat Al Kahfi. Kisah itu diawali dengan munajat Nabi Musa as. kepada Allah SWT, “Yaa Allah, apakah ada dari hamba-Mu, yang diberi ilmu yang lebih dariku? Kalau ada, aku ingin berguru kepadanya!”.
Allah SWT menjawab, ‘Ada!’
Nabi Musa as bertanya lagi, “Di manakah tempatnya?”
Allah SWT memberi petunjuk, yaitu apabila ikan sebagai perbekalan (makanan)mu lompat ke laut, maka disitulah tempatnya”.
Maka berangkatlah ia dengan muridnya dan bertekad tidak akan berhenti sebelum menemukan tempat tersebut. Akhirnya bertemulah ia dengan sosok yang disebut seperti dalam al Quran (memiliki 2 karakter), yakni:
Diberi rahmat, dan diberi ilmu yang datangnya dari sisi Allah (ilmu laduni, yang mengajarkannya langsung Allah sendiri).
Diantara kiat untuk mendapatkan ilmu laduni ini adalah mengamalkan ilmu yang diterimanya. Sesuai isyarat hadis, barangsiapa yang mendapatkan ilmu (dari sumber yang dapat dipercaya), kemudian langsung mengamalkannya, maka akan diberikan ilmu yang sebelumnya tidak diketahuinya. (HR. Ahmad)
Inilah kebiasaan para sahabat ra ketika mendapatkan ilmu, mereka segera mengamalkannya minimal tiga kali. Ilmu yang didapatkannya langsung dirasakan dan dinikmati oleh hatinya, kemudian disampaikan kepada orang lain.
Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang didapat dari sumbernya, yaitu dari para Nabi dan para pewarisnya. Allah akan terus menjaga ilmu lisan (metode burhaniyyah = akal) & ilmu qolbi (metode isyroqiyah) sampai hari kiamat. Kedua metode ini akan lengkap kita dapatkan di dalam tarekat.
Dalam kitab Tanwirul Qulub, Syekh Muhammad Amin al Kurdi semula enggan mengikuti metode tarekat dalam menjalankan agama, tapi setelah mencoba mengikuti majelis tarekat yang memadukan aqidah, fiqih dan tasawuf, akhirnya merasakan hatinya bisa ber-mahabbatullah (mencintai Allah SWT).
Oleh karenanya tidak boleh memisahkan keberadaan majelis ilmu dengan majelis zikir. Majelis ilmu ibarat rambu-rambu di jalan raya. Sedangkan majelis zikir ibarat lampu kendaraan kita. Maka apabila salah satu tidak ada dalam perjalanan, maka seseorang tidak akan bisa sampai ke tujuan perjalanan.
Majelis ilmu menunjukkan pengetahuan tentang halal dan haram, adapun majelis ilmu sebagai penerang hatinya. Ilmu yang banyak tanpa disertai hati yang berzikir tidak akan manfaat ilmunya bagi kemaslahatan umat. Begitu juga sebaliknya. Maka tarekat adalah wadah yang memadukan ilmu zahir dan batin.
Kenapa Allah itu tidak kelihatan? Bukan Allahnya yang tidak kelihatan (Allah batin), tapi dianya yang terhijab. Kelak di surga Allah izinkan makhluknya melihat Allah secara zahir (sebagaimana Allah disifatkan dengan Az Zahir). Sabda Nabi Saw. “Nanti kalian akan melihat Tuhan kalian seperti saat ini kalian melihat bulan purnama.” Kenikmatan surga menjadi hambar ketika penduduk surga diizinkan melihat Allah.
Orang pilihan merasakan terus keindahan, keagungan dan kehebatan Allah sehingga Dia-lah yang mereka rindukan dan tuju. Sebab mereka sudah tidak tertipu dengan keindahan dan kehebatan makhluk. Ciptaan tidaklah lebih hebat dari yang menciptakannya.
Dan yang paling lama menatap Wajah Allah di surga yaitu orang-orang yang ketika dunia paling sering menyebut dan berharap (rindu yang menggebu-gebu) ingin berjumpa kepada-Nya.
Disebutkan dalam hadis bahwa tiada penyesalan ahli surga, kecuali ada satu saat ketika di dunia tidak ia pergunakan untuk mengingat Allah. (HR. Thabrani & Baihaqi)
2. Min qolbin laa yakhsa’ (وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ) berlindung dari hati tidak khusyu’, disebabkan hatinya keras. Cahaya petunjuk yang datang kepadanya hanya mantul kembali atau sekadar melintas, karena hatinya tidak layak untuk berlabuh. Petunjuk demi petunjuk datang, tapi sedikitpun tidak menggerakkan hatinya karena hatinya tertutup. (Bagaikan menampung air hujan dengan ember yang posisinya tertelungkup).
3. Min nafsin la tasba’ (وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ) berlindung dari hawa nafsu yang tidak pernah puas dengan urusan dunianya. Ada tradisi di negeri barat, membuang-buang makanan seperti melempar pizza, coklat, tomat, dan sebagainya. Hal itu dilakukan karena saking jenuhnya dengan makanan. Yang timbul dari pola pikir dan hidup hanya untuk makan saja. Berbeda dengan yang terbimbing, ada waktu untuk ibadah seperti zikir, sholat, membaca quran. Begitu lelah makan jadi nikmat. Hidup ini menjadi sehat. Sehat jasmani, sehat rohaninya.
4. Min da’watin la yastajabu laha, وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا berlindung dari doa yang tidak diterima, tidak didengar, ditolak oleh Allah. Salah satu penyebabnya adalah dari makanan & minuman yg haram.
Festival QINI 133 Hari ke-2, Jum'at, 6 Januari 2017
Sumber:
www.idrisiyyah.or.id
Silakan klik:
Lengkapi Kebutuhan Anda
Sebelumnya:
Posting Komentar