Sabtu, 20 Agustus 2016

Home » » Memuliakan Nusantara

Memuliakan Nusantara

Secara harfiah, salah satu cara mengundang cinta Allah SWT kepada sebuah negeri adalah dengan banyak mendirikan masjid sekaligus memakmurkannya

Eko Junaedi @ Esai Kemerdekaan


   
Mafaza-Online| Bagian bumi mana yang paling dicintai Allah. Tanpa ragu, kita semua akan menjawab “Makkah”. Dalilnya mudah saja, yakni ucapan Rasulullah saw saat hijrah ke Madinah. Saat sampai dibatas kota Makkah, beliau menoleh ke belakang sambil berkata “Sungguh aku tahu bahwa engkau adalah bagian bumi yang paling dicintai Allah. Jika bukan karena kaumku mengusirku, niscaya aku tidak akan pernah meninggalkanmu.”

Pertanyaannya, bagaimana caranya agar bagian bumi yang lain (termasuk Indonesia) juga bisa menjadi bumi yang juga dicintai Allah? Mungkin paparan berikut ini bisa menjadi jawabannya, yakni :

Pertama, Memuliakan Penduduknya

Faktor penduduk disuatu daerah bisa menjadi sebab datangnya cinta Allah SWT. Jika Allah cinta, maka guyuran nikmat dan keberkahan akan dicurahkan baik dari langit, bumi dan lautnya. Sebaliknya jika Allah benci, maka azab dan bencana akan datang dari darat, laut dan udara. Allah ta’ala berfirman 

“Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-Aaraf [07]: 96) 

Jika penduduk suatu daerah melaksanakan kewajiban agamanya dengan baik serta berhias dengan akhlak yang mulia, niscaya bisa mendatangkan kecintaan Allah SWT. Bukankah dalam banyak ayat, Allah ta’ala menyebutkan sifat - sifat tertentu yang mendatangkan kecintaan dan pembelaan dari-Nya. Misalnya, Allah bersama dengan orang yang sabar, Allah SWT cinta orang yang berbuat baik, Allah cinta orang yang bertaubat dan membersihkan diri dst. Berhias dengan akhlak - akhlak tersebut bisa menjadi sebab tercurahnya cinta Allah SWT. Namun jika penduduk suatu negeri menyandang sifat - sifat yang buruk, maka bisa menjadi sebab dicabutnya nikmat dan keberkahan.

Tugas para pemimpin dan pelaku perbaikan adalah membawa penduduknya agar memiliki sifat mulia. Bisa dengan memberikan contoh keteladanan, bisa dengan dakwah dan ilmu, bisa dengan membuat peraturan tertentu, bisa dengan memberikan insentif dan hukuman. Segala cara bisa dilakukan, baik dengan rekayasa kultural maupun rekayasa struktural. Disini kapasitas seorang pemimpin dan penyeru perbaikan diuji, agar proses kultural dan struktural bisa berjalan seiring sejalan. Proses kembalinya jilbab dan simbol - simbol agama ke ranah publik di Turki bisa menjadi success story yang layak diduplikasi ditempat lain.

Dalam sejarah, kita tahu bahwa di antara prestasi besar yang dicapai oleh Khalifah Umar bin Abdul Azis adalah mampu mengubah isi pembicaraan penduduknya. Obrolan yang ringan, lepas dan alami adalah parameter yang shahih untuk mendeteksi akhlak dan pola pikir seseorang, tanpa rekayasa. Jika hal ini mau direkonstruksi, mungkin menjadi tugas kita untuk mengubah percakapan dimedia sosial dengan status yang bermutu, berkelas dan bercitarasa tinggi. Bukan sekedar update status makan ini, pakai baju itu, tamasya kemana dll.

Kedua, Memuliakan Tempatnya

Apa tempat yang paling kita cintai, ingin kita kunjungi dan selalu ada dalam kenangan apabila berada disuatu negeri? Jawabannya bisa beragam, mungkin tempat wisata, tempat belanja, tempat bermain, tempat hiburan dll. Ternyata Rasulullah saw mengabarkan “Ahabbul bilaadi ilallah, masajiduhaa. Wabghadhul bilaadi ilallaah, aswaaquhaa”. Betul, Allah cinta masjid dan benci pasar. Para dai biasanya senang “mengkonfrontasikan” antara masjid dan pasar, khususnya diakhir ramadhan. Karena masjidnya jadi sepi dan sebagian jamaahnya berganti memakmurkan pasar. 

Masjid adalah tempat dimana seorang hamba beribadah, berzikir, menimba ilmu, membicarakan urusan umat dll. Pendek kata, masjid adalah tempat dimana semua kemuliaan itu berasal, karena masjid menjadi tempat yang menautkan hati dan menghubungkan bumi dengan langit. Sebaliknya, pasar seringkali menjadi tempat yang melalaikan, berlomba mencari dunia, tempatnya makar dan tipu daya. Seringkali, pasar menjadi simbol yang membelah masyarakat berdasarkan ukuran keduniaan dan menjauhkan hati satu sama lainnya.

Secara harfiah, salah satu cara mengundang cinta Allah SWT kepada sebuah negeri adalah dengan banyak mendirikan masjid sekaligus memakmurkannya. Namun, sebagian fungsi strategis masjid sebenarnya juga bisa kita lakukan diluar masjid. Misalnya, berbagi ilmu, hikmah dan nasihat. Selain dilakukan dengan majelis taklim dimasjid, bisapula dengan tabligh akbar dilapangan dan bahkan bisa pula dengan status dimedia sosial. Panggilan sholat memang dilakukan dengan adzan, tapi bisa kita kuatkan pula dengan status di facebook, group whatsapp dll. Pendek kata, semakin tersebar peran dan fungsi masjid diberbagai lini kehidupan sosial, maka dengan sendirinya tercipta masyarakat sosial berbasis masjid. 

Jelang kiamat, pasar dan masjid masih terus berlomba. Pasar semakin berdekatan dan bangunan masjid semakin mewah. Dan kedua fenomena itu sungguh terhampar nyata dihadapan kita. Pilihannya ada di tangan kita, tentang tempat mana yang akan kita muliakan dan makmurkan. Serta mana syiar yang akan kita sebarkan dan pancarluaskan keranah publik, apakah status nasihat atau malah status jualan.

Khatimah

Tempat dengan penduduk itu saling mempengaruhi satu sama lain. Karena Allah SWT cinta dengan Makkah, maka Allah SWT perintahkan Ibrahim mengirim Ismail kesana sejak kecil. Demikian pula karena ada Nabi Muhammad saw, kaum Muhajirin dan kaum Anshar didalamnya, maka kota Madinah diberkati dan dimuliakan.

Banyak sudah negeri ini melahirkan orang - orang shalih. Ada yang menjadi ulama, pejuang, negarawan dll. Mungkin kita perlu sedikit merenung, sebagai apa kita harus berperan secara optimal agar negeri ini bisa mulia. Baik dalam pandangan manusia, terlebih disisi Allah.

Silakan Klik:


Silakan klik:
                                                         Lengkapi Kebutuhan Anda

Share this article :

Posting Komentar

 
Copyright © 2011. Mafaza Online: Memuliakan Nusantara . All Rights Reserved