Pada penciptaan makhluk-Nya ada nilai kebenaran illahiah
Oleh Rizal Fauzi*
Oleh Rizal Fauzi*
Mafaza-Online.Com | TAFAKUR - Dalam Al-Qur'an Allah SWT sering bersumpah dengan makhluk ciptaan-Nya. Kenapa Allah SWT tidak bersumpah dengan diri-Nya yang kekal?
Bersumpah dengan menyebut mahluk hanya khusus bagi Allah SWT, tetapi makhluk tidak boleh bersumpah dengan benda atau ciptaan Allah SWT. Kecuali penyebutan itu diniatkan kembali kepada Allah SWT, seperti: “Demi Tuhan pemilik Kabah.”
Ketika Allah SWT bersumpah dengan apa-apa yang bermunasabah dengan sesuatu yang jelaskan oleh Allah SWT, ternyata ada pelajaran dibalik ini.
Menurut Ibnu Al-‘Arabi, Munasabah itu artinya keterikatan ayat-ayat Al-Qur’an. Sehingga ayat-ayat itu merupakan satu ungkapan yang mempunyai satu kesatuan makna dan keteraturan redaksi.
Memahami tentang munasabah ini sangat bermanfaat dalam memahami keserasian antara makna, kejelasan, keterangan, keteraturan susunan kalimat sekaligus keindahan gaya bahasanya.
Menurut Az-Zarkasyi, manfaat memahami munasabah, menjadikan sebagian pembicaraan berkaitan dengan sebagian lainnya. Dengan begitu, hubungannya menjadi kuat. Bentuk susunan menjadi kukuh dan bersesuaian antarbagian laksana sebuah bangunan yang kokoh."
Senada dengan itu, Qadi Abu Bakar Ibnul al-‘Arabi menjelaskan, dengan munasabah jadi mengetahui sejauhmana hubungan antara ayat satu dengan ayat lain. Sehingga semuanya menjadi seperti satu kata yang maknanya serasi dan susunannya teratur. Maka, munasabah merupakan ilmu yang penting.
“Dengan kasih sayang-Nya Allah SWT berulangkali mengingatkan, betapa berharganya waktu bagi kita”
Seperti di Surat Al-Ashr “Demi masa”, karena akan membahas waktu. Ad Dhuha, “Demi waktu Dluha,” karena isyarat wahyu datang. Demi malam isyarat, bahwa tidak datangnya wahyu menjadi istirahat bagi Nabi saw. Dengan kasih sayang-Nya Allah SWT berulangkali mengingatkan, betapa berharganya waktu bagi kita.
Demi matahari, karena manfaatnya sinar matahari. Bukankah ini ayat kauniyah Allah SWT yang mudah dilihat manusia.
Perhatikan juga surat As-Syams, Allah SWT bersumpah dengan matahari, bulan, siang, malam, bumi, langit terus sampai pada: “Demi jiwa dan penyempurnaannya.” Gaya deduktif Al-Qur’an mengajarkan orang-orang yang beriman agar berpikir secara luas dengan alam semesta. Pahami ayat itu, sampai pada jiwa yang bersembunyi di diri sendiri. Semua itu sebagai jalan untuk mengenal Allah SWT.
Jadi, pada penciptaan makhluk-Nya ada nilai kebenaran illahiah. Pada hakikatnya Allah SWT bersumpah atas ilmunya yang akhirnya atas diri-Nya.
Singkatnya, Allah SWT bersumpah demi makhluk yang diciptakanNya, itu sebagai pengakuan dan penghargaan kepada yang diciptakan-Nya. Penyebutan ini sekaligus mengingatkan, bahwa kita harus pandai menghargai sesuatu yang bermanfaat. Tentu, semua ini hanya akan kita dapatkan selama dalam bingkai syariat Islam.
Perhatikanlah adab dalam syariat ini, Allah SWT bersumpah dengan mengatas namakan makhluk. Kemudian, makhluk bersumpah dengan mengatas namakan khalik. Andaikan Allah SWT bersumpah dengan mengatasnamakan diri-Nya, maka makhluk, akan berat menerimanya. Nabi Musa pingsan, padahal baru cahaya-Nya yang bertajalli di balik gunung.
Tujuan Munasabah
1. Munasabah antara yang akan dijelaskan dengan sesuatu yang dijadikan sumpah oleh Allah SWT
2. Menunjukan untuk intibah karena diawali oleh sesuatu yang hebat dalam pandangan manusia
3. Bersumpah atas ciptaan-Nya yang menjadi ayat-Nya
4. Penghargaan
5. Uslub deduktif
6. Mentafakuri ayat-ayat kauni Allah SWT
Syaikh Akbar Muhammad Dahlan (salah seorang Mursyid Al-Idrisiyyah) pada 1976 pernah menyatakan, bila ingin dikasihi Allah SWT maka kasihilah ciptaan-Nya. Hal ini sesuai dengan sabda nabi Muhammad saw, ar rahimuna yarhamu humurrahman
Umat Islam diperintahkan untuk mentafakuri Ciptaan Allah. Dalam surah At -Takwir [81] ayat 15 dan 16, Allah SWT bersumpah dengan bintang yang khunnas. Khunnas, artinya bersembunyi karena tidak terlihat kecuali jika melintasi kumpulan bintang. Maka ia menghalangi cahaya bintang-bintang sehingga terlihatlah seperti lubang hitam. Padahal ia adalah bintang raksasa yang sudah mati karena kehilangan bahan bakarnya.
Al-Jawar, artinya beredar alias tidak diam, terus bergerak.
Kata kanasah atau miknasah artinya sapu kalau kunnas artinya menyapukan.. Karena gaya gravitasi yang sangat kuat bintang ini mampu menyedot apa saja bahkan cahaya bintang lain pun tersedot.
terjemah saat ini kurang tepat seperti di bawah ini ;
فَلا أُقْسِمُ بِالْخُنَّس
"Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang," –(QS.81:15)
الْجَوَارِ الْكُنَّسِ
"yang beredar dan terbenam," – (QS.81:16)
Perhatikan terjemahannya jauh dari makna lafdznya. Lihat juga surat An-Nas, khunnas adalah syaithan yang bersembunyi. Kenapa diartikannya cuma bintang-bintang? Bukankah, kanasah itu, artinya sapu kenapa diartikan terbenam.
Ini bukti keagungan Al Quran sampai black hole dijelaskan dan di infokan
Black Hole, maksudnya Lubang Hitam. Jelas hitam itu konotasinya negatif. Makna bebasnya Black Hole itu jalannya orang-orang Sesat dan zalim. Ya Allah, sungguh sangat mengerikan bila tersedot ke lubang hitam tersebut, pasti gelap sekali. Ruang gelap yang lebih besar volumenya dari matahari. Ya Allah, seperti neraka terpanas yang warnanya sangat gelap hitam dan sangat panas. Naudzubillahi min dzalik!
*Himpunan Da'i Muda Al-Idrisiyyah (HIDMAH)
Sumber:
Al-Idrisiyyah
Ini bukti keagungan Al Quran sampai black hole dijelaskan dan di infokan
Black Hole, maksudnya Lubang Hitam. Jelas hitam itu konotasinya negatif. Makna bebasnya Black Hole itu jalannya orang-orang Sesat dan zalim. Ya Allah, sungguh sangat mengerikan bila tersedot ke lubang hitam tersebut, pasti gelap sekali. Ruang gelap yang lebih besar volumenya dari matahari. Ya Allah, seperti neraka terpanas yang warnanya sangat gelap hitam dan sangat panas. Naudzubillahi min dzalik!
*Himpunan Da'i Muda Al-Idrisiyyah (HIDMAH)
Sumber:
Al-Idrisiyyah
Silakan
Klik:
Murah
Meriah Hanya Rp 25.000/bulan
Posting Komentar