Dalam
merealisasikan apa yang namanya “good
governance” benturan kepentingan selalu menjadi penghalang utamanya,Dengan
melibatkan 3 elemen utama dalam bernegara (pemerintah, dunia usaha, dan
masyarakat), good governance akan
dapat terwujud
Oleh : DR. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI, SE., M.Si., Akt.*
Silakan klik:
Lengkapi
Kebutuhan Anda
Mafaza-Online.Com
| KOLOM - Kebangkitan Nasional merupakan masa bangkitnya semangat nasionalisme,
persatuan dan kesatuan, serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Negara
Indonesia. Saat ini Hari
Kebangkitan Nasional merupakan momentum kebangkitan untuk melawan korupsi. Kasus korupsi di Indonesia seringkali
menjadi hot topic di media elektronik
dan cetak, bahkan respons
terhadap sebuah isu korupsi seringkali menjadi trending
topic di media sosial.
Setiap hari pemberitaan tentang korupsi meramaikan bumi pertiwi dan tidak
jarang melibatkan politisi, pejabat pemerintah, pebisnis, bahkan akademisi.
Tindakan
korupsi dapat disebabkan oleh konflik kepentingan bagi seseorang atau suatu
kelompok. Kemudian perilaku korupsi akan dilanjutkan dengan perilaku tidak etis
lainnya. Korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary
crime) dimana korupsi
dapat menyebabkan seseorang melakukan apa saja untuk mencapai tujuannya. Secara
lebih lanjut, korupsi dapat menyebabkan penurunan tingkat efisiensi secara
nasional yang dikarenakan tingkat biaya ekonomi yang tinggi. Isu-isu yang
berkembang melalui berbagai media mengakibatkan tingkat kepercayaan masyarakat menurun
terhadap pemerintah dan lembaga-lembaga yang terkena kasus korupsi lainnya, kemudian
berlanjut pada timbulnya sikap apatis masyarakat terhadap apapun yang dilakukan
oleh pemimpin negara dan pemimpin-pemimpin lembaga yang terkena korupsi di
Indonesia.
Menurut
Agung (2014), Indonesia masih
dipandang sebagai negara yang rawan korupsi dibandingkan negara tetangga,
seperti Singapura, Brunei Darusalam, Malaysia, Thailand, dan Myanmar, walaupun
IPK Indonesia terus mengalami peningkatan sejak tahun 2008. Menurut hasil survey Transparency
International, negara Indonesia masih berada pada urutan Negara korup
karena Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang rendah berada di bawah nilai 4.
Menurut Prof. Mustopadidjaja (2001) Indonesia masih dipandang sebagai negara
dengan risiko tinggi, dengan tingkat korupsi termasuk tertinggi. Hasil survei
Transparency International menunjukkan Indonesia selalu berada di urutan lebih
dari 100. Selama kurun waktu 15 tahun, Indonesia masih dalam kategori negara
korup karena masih memperoleh nilai di bawah 4. Sampai dengan tahun 2015,
peringkat Indonesia berada di urutan 107 dari 174 negara dengan nilai 3.4 dari
skala 10.
Tabel 1:
Peringkat dan Nilai Indeks Persepsi Korupsi (IPK)
Tahun
|
Peringkat
|
IPK (skala
0-10)
|
Keterangan
|
1999
|
96 dari 99 negara
|
1.7
|
Korup
|
2000
|
85 dari 91 negara
|
1.7
|
Korup
|
2001
|
88 dari 91 negara
|
1.9
|
Korup
|
2002
|
96 dari 102 negara
|
1.9
|
Korup
|
2003
|
122 dari 133 negara
|
1.9
|
Korup
|
2004
|
133 dari 146 negara
|
2.0
|
Korup
|
2005
|
137 dari 159 negara
|
2.2
|
Korup
|
2006
|
130 dari 163 negara
|
2.4
|
Korup
|
2007
|
143 dari 180 negara
|
2.3
|
Korup
|
2008
|
126 dari 180 negara
|
2.6
|
Korup
|
2009
|
111 dari 180 negara
|
2.8
|
Korup
|
2010
|
110 dari 178 negara
|
2.8
|
Korup
|
2011
|
100 dari 182 negara
|
3
|
Korup
|
2012
|
118 dari 174 negara
|
3.2
|
Korup
|
2013
|
114 dari 177 negara
|
3.2
|
Korup
|
2014
|
107 dari 174 negara
|
3.4
|
Korup
|
Tabel
di atas menunjukkan perkembangan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia dalam kurun waktu
15 tahun. Menurut Tranparency Internasional Indonesia (2014), Korupsi adalah masalah besar yang dihadapi
negara-negara dengan perkembangan ekonomi pesat, dalam skor-skor tersebut dapat dibaca bahwa
Indonesia masih dipandang rawan korupsi oleh para pelaku bisnis, investor
maupun pengamat/analis negara. Skor Indonesia yang sangat rendah menunjukkan
bahwa usaha pemberantasan korupsi dan komitmen pemerintah terhadap terbentuknya
tata kelola pemerintahan yang lebih baik harus ditingkatkan lagi.
Definisi Good Governance
Menurut
Prof. Effendi (2005), Istilah “governance”
sebenarnya sudah dikenal dalam literatur administrasi dan ilmu politik sejak
120 tahun yang lalu, sejak Woodrow Wilson, yang kemudian menjadi Presiden
Amerika Serikat ke 27, memperkenalkan bidang studi tersebut kira-kira 125 tahun
yang lalu. Tetapi selama itu governance hanya digunakan dalam literatur politik
dengan pengetian yang sempit. “Governance”
jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia adalah tata-pemerintahan,
penyelenggaraan pemerintahan atau pengelolaan pemerintahan. Governance mengandung makna bagaimana cara suatu
bangsa mendistribusikan kekuasaan dan mengelola sumberdaya dan berbagai masalah
yang dihadapi masyarakat. World Bank memberi definisi good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan
yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan
pasar yang efisien, penghindaran kesalahan dalam alokasi dana investasi, dan
pencegahan korupsi secara politik dan administratif, menjalankan disiplin
anggaran serta penciptaan legal and
political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.
Sekitar
15 tahun yang lalu, berbagai lembaga pembiayaan internasional menetapkan “good governance” sebagai persyaratan
utama untuk setiap program bantuan mereka. Oleh para teoritisi dan praktisi
administrasi negara Indonesia, istilah “good
governance” telah diterjemahkan dalam berbagai istilah, misalnya,
penyelenggaraan pemerintahan yang amanah (Bintoro Tjokroamidjojo),
tata-pemerintahan yang baik (UNDP), pengelolaan pemerintahan yang baik dan
bertanggunjawab (LAN), dan ada juga yang mengartikan secara sempit sebagai
pemerintahan yang bersih (clean
government). Nizarli
(2005) mendefinisikan good governance adalah
pelaksanaan otoritas politik, ekonomi dan adminstratif dalam pengelolaan sebuah
negara, termasuk di dalamnya mekanisme yang kompleks serta proses yang terkait,
lembaga lembaga yang dapat menyuarakan kepentingan perseorangan dan kelompok
serta dapat menyelesaikan semua persoalan yang muncul diantara mereka.
Sedangkan menurut Nasution (2008:167), good
governance adalah penataan hubungan antara lembaga-lembaga tinggi negara,
antar lembaga pemerintah, termasuk hubungannya dengan masyarakat sebagai pihak
yang memiliki kedaulatan dalam suatu negara demokrasi.
Secara
umum dapat disimpulkan bahwa good
governance adalah pelaksanaan hubungan antar elemen-elemen dalam suatu
bangsa (pemerintah, masyarakat sipil, dan pasar atau dunia usaha) dalam rangka
untuk menciptakan kehidupan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan Pancasila.
Implementasi Good Governance di Indonesia
Menurut
Hunja (2009), Indonesia dapat mewujudkan konsep good governance dengan cara mencapai keadaan yang baik dan sinergi
antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil dalam pengelolaan
sumber-sumber alam, sosial, lingkungan dan ekonomi. Prasyarat minimal untuk
mencapai good governance adalah
adanya transparansi, akuntabilitas, partisipasi, pemberdayaan hukum,
efektifitas dan efisiensi, dan keadilan. Kebijakan publik yang dikeluarkan oleh
pemerintah harus transparan, efektif dan efisien, serta mampu menjawab
ketentuan dasar keadilan. Sebagai bentuk penyelenggaraan negara yang baik maka
harus keterlibatan masyarakat di setiap jenjang proses pengambilan keputusan.
Konsep good governance dapat
diartikan menjadi acuan untuk proses dan struktur hubungan politik, sosial dan
ekonomi yang baik.
Konflik
kepentingan individu dan kelompok adalah faktor terkuat yang mempengaruhi baik
buruknya dan tercapai atau tidaknya pemerintahan yang baik di suatu negara. Setiap
manusia memiliki kepentingan, baik kepentingan individu, kelompok, dan/atau
kepentingan masyarakat nasional bahkan internasional. Dalam rangka mewujudkan
setiap kepentingan tersebut seringkali terjadi benturan.
Begitu
juga dalam merealisasikan apa yang namanya “good
governance” benturan kepentingan selalu menjadi penghalang utamanya. Musyawarah
mufakat sebagai bagian dari demokrasi pancasila seharusnya dapat menjadi solusi
paling ideal walaupun penyelesaian konflik kepentingan seringkali berujung pada
voting. Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu
kepada proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat
dipertanggungjawabkan secara bersama.
Menurut
Effendi (2005), good governance dapat
merujuk pada 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan. Dalam pembangunan
ekonomi, lingkungan, dan pembangunan manusia. Good governance menyentuh 3 (tiga) pihak yaitu pihak pemerintah
(penyelenggara negara), pihak korporat atau dunia usaha (penggerak ekonomi),
dan masyarakat sipil (menemukan kesesuaiannya). Ketiga pihak tersebut saling
berperan dan mempengaruhi dalam penyelenggaraan negara yang baik. Sinkronisasi
dan harmonisasi antar pihak tersebut menjadi jawaban besar. Namun dengan
keadaan Indonesia saat ini masih sulit untuk bisa terjadi.
Kemudian
lanjut Prof. Effendi, dengan berbagai pernyataan negatif yang dilontarkan
terhadap pemerintah atas keadaan Indonesia saat ini, terdapat beberapa hal
mendasar yang harus diperbaiki terhadap pelaksanaan good governance, diantaranya :
1. Integritas Pelaku
Pemerintahan
Peran pemerintah yang sangat
berpengaruh memerlukan integritas yang tinggi sehingga tidak akan terpengaruh
walaupun ada kesempatan untuk melakukan penyimpangan seperti korupsi.
2. Kondisi Politik
dalam Negeri
Setiap hambatan dan masalah yang
dihadirkan oleh politik tidak dapat dianggap ringan. Konsep politik yang tidak
demokratis harus segera dilakukan perbaikan sehingga terwujud konsep good governance di Indonesia.
3. Kondisi Ekonomi
Masyarakat
Krisis ekonomi dapat melahirkan
berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi dapat mengganggu kinerja
pemerintahan secara menyeluruh. Oleh karena itu semua elemen harus menjaga
kondisi ekonomi di Indonesia.
4. Kondisi Sosial
Masyarakat
Masyarakat yang solid dan
berpartisipasi aktif akan sangat menentukan berbagai kebijakan pemerintahan.
Khususnya dalam proses penyelenggaraan pemerintahan yang merupakan perwujudan riil good governance. Masyarakat juga
menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan
pemerintahan. Namun jika masyarakat yang belum berdaya di hadapan negara, dan
masih banyak timbul masalah sosial di dalamnya seperti konflik dan anarkisme
kelompok, akan sangat kecil kemungkinan good
governance bisa ditegakkan.
5. Sistem Hukum
Menjadi bagian yang tidak terpisahkan
disetiap penyelenggaraan negara. Hukum merupakan faktor penting dalam penegakan
good governance. Kelemahan sistem
hukum akan berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Good governanance tidak akan berjalan
dengan baik di atas sistem hukum yang lemah. Oleh karena itu penguatan sistim
hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance.
Data
di atas menunjukkan hasil penilaian indeks korupsi dari lembaga transparansi
internasional dan penerapan dari good
governance masih jauh dari yang diharapkan. Data tersebut juga menjadi
rujukan bahwa adanya hubungan antara implementasi indeks persepsi korupsi dan
good governance.
Di
Indonesia, untuk mencari orang yang jujur dan memiliki integritas tinggi sama
halnya dengan mencari jarum dalam tumpukan jerami. Aparatur atau pelaku
pemerintahan yang unggul akan berpengaruh baik terhadap penyelenggaraan negara.
Korupsi yang masih tetap eksis sampai saat ini adalah salah satu faktor yang
mempersulit tercapainya good governance.
Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) menjadi agenda wajib yang
tidak pernah lelah untuk dilakukan. Ini merupakan satu hal yang tidak boleh
dilewatkan untuk tercapainya good
governance.
Menurut
Hardjasoemantri (2003), pencegahan (preventif) dan menanggulangi (represif)
adalah dua upaya yang dilakukan. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberi
jaminan hukum bagi perwujudan pemerintahan terbuka (open government). Jaminan terhadap hak publik seperti hak mengamati
perilaku pejabat, hak memperoleh akses informasi, hak berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan dan hak mengajukan keberatan harus terpenuhi secara
memadai.
Dalam
upaya perlawanan terhadap korupsi diperlukan sinergisitas dari semua elemen,
diantaranya; pengawasan kuat oleh parlemen, badan pemeriksa dan anti korupsi
yang independen dan memiliki sumberdaya memadai, peradilan dan penegakan hukum
yang kuat, transparansi dalam anggaran publik, dan juga ruang bagi media
independen.
Berbagai
kegiatan mengenai penegakan good
governance telah diupayakan oleh berbagai elemen. Dalam penelitiannya
Mustopadidjaja (2001) telah mengusulkan adanya reformasi birokrasi dalam rangka
mewujudkan good governance. Dan untuk mencapai good governance dalam tata pemerintahan di Indonesia, maka
prinsip-prinsip good governance hendaknya
ditegakkan dalam berbagai elemen, prinsip-prinsip tersebut meliputi:
Partisipasi masyarakat, tegaknya supremasi hukum, transparasi, peduli dan
stakeholder, berorientas pada konsensus, kesetaraan, efektifitas dan efisiensi,
akuntabilitas, dan visi strategis. Dengan demikian good governance akan membawa kemajuan bagi Negara Indonesia.
Penutup
Hari Kebangkitan Nasional
merupakan momen yang tepat bagi Indonesia sebagai salah satu negara di dunia
yang sedang berjuang melawan korupsi dan menegakkan good governance. Korupsi di Indonesia sudah merupakan kejahatan
luar biasa yang menjadi penghalang implementasi good governance. Korupsi dapat terjadi akibat konflik kepentingan
individu maupun golongan.
Untuk mencapai good
governance dalam tata pemerintahan di Indonesia, maka prinsip-prinsip good governance hendaknya ditegakkan
dalam berbagai elemen, prinsip-prinsip tersebut meliputi: Partisipasi
masyarakat, tegaknya supremasi hukum, transparasi, peduli dan stakeholder,
berorientas pada konsensus, kesetaraan, efektifitas dan efisiensi,
akuntabilitas, dan visi strategis.
Dengan melibatkan 3 elemen utama dalam
bernegara (pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat), good governance akan dapat terwujud.. Penyelenggara negara perlu
melakukan reformasi di segala bidang untuk mendukung penerapan good governance khususnya reformasi
birokrasi. Penerapan good governance oleh
dunia usaha yang lebih dikenal dengan Good
Corporate Governance atau GCG tidak akan dapat berjalan dengan baik jika
tidak didukung dengan penerapan good
governance di sektor pemerintah khususnya dengan transparansi dan
akuntabilitas. Oleh karena itu, dengan semangat Kebangkitan Nasional, semua
elemen kenegaraan di Indonesia harus bersinergi dalam melawan korupsi dan mewujudkan
good governance.
*Anggota
Komisi XI DPR RI fraksi PKS periode 2014-2019
DAPIL
JATENG V (Surakarta, Sukoharjo, Boyolali, dan
Klaten)
Lahir di
Purworejo 25 Agustus 1968, Alumni Sarjana Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret, Magister Sains Akuntansi Universitas Diponegoro, dan
Program Doktoral Universitas Sebelas Maret dengan judul disertasi : BOARD GOVERNANCE DAN MANDATORY DISCLOSURE PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA NON-KEUANGAN DI INDONESIA.
Sebelumnya
aktif sebagai dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta dan mengelola usaha penerbitan
dengan bendera Era Group di Jawa Tengah.
Silakan klik:
Hanya dengan Rp 50.000 Anda sudah
ikut berdakwah
Posting Komentar