Kamis, 15 Mei 2014

Home » » Jasa Prabowo bagi Ummat Islam di Era Militer Anti-Islam

Jasa Prabowo bagi Ummat Islam di Era Militer Anti-Islam

Mayjen (Purn) Kivlan Zen, salah satu jenderal pendukung Prabowo, menjelaskan awalnya hubungan Prabowo dan Benny Moerdani sangat dekat. Namun hal itu berubah saat Benny berniat menghancurkan gerakan Islam secara sistematis. Benny juga dinilai ingin menguasai Indonesia dan menjadi presiden menggantikan Soeharto


  
Mafaza-Online.Com | NASIONAL - Bakal calon presiden dari Partai Gerindra dinilai berjasa bagi ummat Islam di masa militer anti Islam (Orde Baru) di bawah menteri Pertahanan Leonardus Benyamin Moerdani atau yang dikenal dengan LB Moerdani atau Benny Moerdani. Hal itu diungkapkan Ketua Umum PB Himpunan Mahasiswa Islam 1999-2001, Fakhrudin.

“Prabowo adalah prajurit yang secara terbuka berani berhadapan dengan faksi militer yang fasis dan anti Islam, di bawah mendiang Benny Moerdani,” jelasnya seperti dikutip Inilah.Com.

Prabowo-lah, kata Fakhrudin, yang berani mengambil risiko di saat kelompok Moerdani tengah kuat-kuatnya. “Dia tak rela umat Islam terus dikorbankan demi kepentingan politik mereka,” kata dia.

Saat itu ada istilah ABRI hijau yang diisi perwira yang dekat dengan Islam dan pesantren. Ada juga ABRI merah putih, mereka yang nasionalis dan bukan beragama Islam. Kedua kelompok ini selalu bersinggungan.

Mayjen (Purn) Kivlan Zen, salah satu jenderal pendukung Prabowo, menjelaskan awalnya hubungan Prabowo dan Benny Moerdani sangat dekat. Namun hal itu berubah saat Benny berniat menghancurkan gerakan Islam secara sistematis. Benny juga dinilai ingin menguasai Indonesia dan menjadi presiden menggantikan Soeharto.


“Prabowo Subianto merasa tidak cocok dengan langkah-langkah tersebut dan melaporkan langkah-langkah Benny, pada mertuanya, Presiden Soeharto, termasuk rencana Jenderal Benny Moerdani menguasai Indonesia atau menjadi Presiden RI,” kata Mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen Kivlan Zen dalam buku Konflik dan Integrasi TNI AD terbitan Institute for Policy Studies tahun 2004.

Berkenaan dengan penculikan sejumlah aktivis, Fakhrudin juga yakin segala sesuatu harus dilihat dalam kontek kekuasaan saat itu. “Ada dua faktor; pertama karena pesanan rezim yang berkuasa, kedua karena adanya pertarungan di elite militer. Jadi faksionalisasi di internal militer menjadi pemicu untuk saling mendiskeditkan sesama mereka.”

Keyakinan Fakhrudin bahwa isu HAM sudah jadi sekadar dagangan politik, karena waktu Megawati berkuasa, toh soal itu tak dimasalahkan. Ia menilai, mungkin karena Megawati pun tak lepas dari kedekatan dengan militer. Sayangnya, kata dia, Megawati lebih akomodatif kepada sayap militer yang anti-Islam. “Lihat figur-figur tentara yang di lingkaran Mega. Hampir sebagian besar loyalis Beny ada di sana. Ini menunjukkan bahwa PDIP kurang sensitif terhadap perasaan ummat Islam,” kata dia.

Menurutnya, kalau Megawati konsisten dengan penegakan HAM, kenapa dia tidak tampil untuk menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM saat mendapat mandat dari rakyat. “Jangankan pelanggaran HAM, penculikan, kasus priuk, tragedi lampung, kejadian di Aceh dan lain lain, kasus 27 Juli saja dia tidak bisa selesaikan dengan tuntas.”

Jurnalis Islam Nuim Hidayat, mengatakan bahwa  Majalah Media Dakwah yang diterbitkan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia edisi Februari 1998 yang berjudul: Melawan Pengkhianat Bangsa. Di situ dilaporkan tentang tokoh-tokoh Islam, baik dari MUI, ICMI, Muhammadiyah, Dewan Dakwah, dan lain-lain saat itu berkumpul di markas Kopassus untuk mendukung Prabowo bertindak mengamankan negara seperti saat kudeta G30S/PKI.

FIMADANI.COM




Silakan klik:  
 

Share this article :

Posting Komentar