Kamis, 12 Desember 2013

Home » » Rizal Ramli: Demokrasi Kriminal Lahirkan Kebijakan Kriminal

Rizal Ramli: Demokrasi Kriminal Lahirkan Kebijakan Kriminal

Banyak UU dan peraturan yang memiskinkan rakyat

Mafaza-Online.Com | JAKARTA - Dalam sembilan tahun terakhir demokrasi yang dikembangkan adalah demokrasi kriminal. Padahal demokrasi kriminal hanya akan menghasilkan para pejabat publik yang melahirkan kebijakan kriminal. Indikasinya, banyak sekali Undang undang dan berbagai peraturan neoliberal di bidang ekonomi yang hanya menguntungkan pemodal asing dan pemodal besar dan memiskinkan rakyat.

“Anggota DPR kita yang menyusun UU gampang disogok. Mereka juga tidak paham, bahwa neolib adalah pintu masuk bagi neokolonialisme. Soekarno pernah mengatakan, setelah merdeka para kolonialis akan kembali berusaha menjajah. Mereka tidak datang dengan tentara atau gubernur jenderal. Mereka akan menjajah lewat kebijakan ekonomi yang liberal. Sinyalemen Soekarno itu kini menjadi kenyataan,” papar ekonom senior Rizal Ramli, saat bicara pada Pekan Politik Kebangsaan Indonesia; Menyongsong Indonesia Memilih di Jakarta, Rabu (11/12).

Event yang diselenggarakan International Conference Of Islamic Scholars (ICIS) digelar selama tiga hari, 10-12 Desember 2013. Pada hari kedua menampilkan tema DPR Dambaan Rakyat. Selain Rizal Ramli, pembicara lainnya adalah Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Akbar Tanjung, pakar hukum tata negara Saldi Isra, dan pengamat parlemen Sebastian Salang serta moderator Direktur Koalisi Anti Utang (KAU) Dani Setiawan.

Menurut calon presiden paling ideal versi Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) itu, dalam sembilan tahun terakhir demokrasi tidak kunjung menyejahterakan rakyat. Hal ini disebabkan demokrasi yang dikembangkan telah berganti bentuk dari demokrasi prosedural, demokrasi transaksional, dan akhirnya demokrasi kriminal. Padahal, seharusnya demokrasi yang dikembangkan adalah demokrasi substansial dan amanah agar bisa mengantarkan  Indonesia menjadi negara maju dan dihormati serta rakyatnya sejahtera.

“Sayangnya yang terjadi sekarang justru sebaliknya. Rakyat tidak kunjung sejahtera, karena banyak sekali  kebijakan kriminal yang memiskinkan. UU yang dibuat adalah UU yang neolib yang hanya menguntungkan pemodal asing dan pemodal besar. Kebijakan impor pangan dengan sistem kuota yang melahirkan kartel, adalah contoh nyata kebijakan pemiskinan struktural. Rakyat harus membayar gula, daging, kedelai, dan lainnya jauh lebih mahal dibandingkan harga internasional,” papar Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid ini.

Sehubungan dengan itu, dia berpendapat bangsa Indonesia sedang diayak oleh Allah Yang Maha Kuasa. Terbukanya berbagai kasus korupsi yang terjadi secara massif dan  sistematis merupakan proses pengayakan  untuk membuang orang-orang yang menjadi beban rakyat. Proses ini akhirnya  akan menyisakan orang-orang yang berkualitas dan berintegritas yang pantas memimpin.

Untuk bisa keluar dari situasi politik dan ekonomi yang kian memburuk, Rizal Ramli menyodorkan sejumlah solusi yang bisa dilakukan.

Pertama, cabut hak recall partai atas anggotanya yang duduk di DPR. Seharusnya yang boleh me-recall anggota DPR hanyalah konstituen, bukan ketua partai yang punya bermacam-macam kepentingan.

Kedua, bubarkan Badan Anggaran (Banggar). Perangkat DPR ini menjadi sarang korupsi secara berjamaah. Keberadaan Banggar telah menaikkan korupsi dari sekitar 30% pada masa Orde Baru, menjadi 45% pasca reformasi. 

Ketiga, pembahasan anggaran cukup sampai level dua (program), tidak perlu sampai tingkat proyek karena sangat rawan korupsi.

“Yang keempat, sejak dua tahun lalu saya menggusulkan agar Parpol dibiayai negara.  Dengan begitu parpol tidak sibuk cari dana dengan menjarah anggaran  atau melahirkan kebijakan kriminal, seperti impor pangan dan di bidang migas. Saya sudah hitung, hanya diperlukan anggaran sekitar Rp5 triliun. Jumlah ini jauh lebih rendah dibandingkan Rp60 triliun sampai Rp75 triliuan anggaran yang dijarah secara berjamaah,” ungkap Menteri Keuangan era Gus Dur ini.



Silakan di Klik:
Share this article :

Posting Komentar