Dengan teknologi mesin digital, batik dapat diproduksi secara massal |
Mafaza-Online.com | JAKARTA - Rabu (2/10/2013), masyarakat Indonesia memperingati Hari Batik. Di tengah euforia sebagian masyarakat terhadap batik dan kecenderungan menolak batik printing dengan alasan akan mematikan batik tulis, anggota Forum Grafika Digital (FGD) Mahar Prastowo memiliki pandangan yang sebaliknya.
"Batik printing yang diproduksi dengan mesin cetak digital justru akan semakin menghidupkan batik. Syaratnya, para perajin batik rajin menggali kekayaan corak atau motif berciri khas Indonesia," kata Mahar kepada Wartakotalive.com di Senayan, Jakarta.
Ia menambahkan dengan kemudahan yang ditawarkan teknologi mesin digital, batik akan lebih mudah dan lebih cepat diproduksi sekaligus dapat dijual dengan harga yang sangat terjangkau. Sebab, katanya, dengan teknologi mesin digital, batik dapat diproduksi secara massal, bahkan motifnya bisa dipesan sesuai permintaan.
"Perancang motif batik juga akan termotivasi untuk berkarya dengan menggali sebanyak-banyaknya karakter ke-Indonesia-an yang khas. Dengan demikian kuota kebutuhan batik nasional dengan corak khas Indonesia akan terpenuhi. Bahkan, berpeluang menyebarkannya ke luar negeri," ujar Mahar.
Mahar Prastowo mengaku dapat memahami kekhawatiran para perajin batik tulis. Hal yang sama juga pernah terjadi ketika muncul teknik batik cap.
"Batik printing yang diproduksi dengan mesin cetak digital justru akan semakin menghidupkan batik. Syaratnya, para perajin batik rajin menggali kekayaan corak atau motif berciri khas Indonesia," kata Mahar kepada Wartakotalive.com di Senayan, Jakarta.
Ia menambahkan dengan kemudahan yang ditawarkan teknologi mesin digital, batik akan lebih mudah dan lebih cepat diproduksi sekaligus dapat dijual dengan harga yang sangat terjangkau. Sebab, katanya, dengan teknologi mesin digital, batik dapat diproduksi secara massal, bahkan motifnya bisa dipesan sesuai permintaan.
"Perancang motif batik juga akan termotivasi untuk berkarya dengan menggali sebanyak-banyaknya karakter ke-Indonesia-an yang khas. Dengan demikian kuota kebutuhan batik nasional dengan corak khas Indonesia akan terpenuhi. Bahkan, berpeluang menyebarkannya ke luar negeri," ujar Mahar.
Mahar Prastowo mengaku dapat memahami kekhawatiran para perajin batik tulis. Hal yang sama juga pernah terjadi ketika muncul teknik batik cap.
"Saat itu, perajin batik tulis seperti kebakaran jenggot. Tapi tak perlu khawatir. Justru batik tulis akan semakin eksklusif dan menempati kelasnya," ujar Mahar
Pria ini juga mengaku memakai batik hampir setiap hari dan di tasnya selalu tersimpan sepotong baju batik.
Menurut Mahar hal yang lebih mengkhawatirkan lagi bukan hanya masa depan batik. Dirinya lebih khawatir terhadap pasar, apakah pemain di industri ini masih para pelaku dalam negeri atau justru dikuasai asing karena kita memahami AFTA sebagai kebebasan tanpa dumping. Kehawatiran lain adalah soal bahan baku.
Menurut Mahar hal yang lebih mengkhawatirkan lagi bukan hanya masa depan batik. Dirinya lebih khawatir terhadap pasar, apakah pemain di industri ini masih para pelaku dalam negeri atau justru dikuasai asing karena kita memahami AFTA sebagai kebebasan tanpa dumping. Kehawatiran lain adalah soal bahan baku.
”Kita tak lagi memiliki kemandirian untuk mengusahakan sendiri bahan baku. Kita sangat bergantung pada impor," tuturnya.
Ia meyakini batik justru akan selalu menemukan bentuk baru sesuai zaman. (Wartakotalive.com)
Silakan di Klik:
Posting Komentar