Ir Aunur Rofiq |
Oleh: Aunur Rofiq*
Perdagangan bebas dalam kerangka AEC sangat bermanfaat bagi suatu negara yang terlibat karena terjadi proses integrasi jalur ekonomi di negara-negara kawasan Asean.
Namun, sejauh mana Indonesia bisa mengambil manfaat atau benefit dari liberalisasi perdagangan tersebut. Sejauh mana peta kesiapan industri dalam negeri dalam menghadapi pasar bebas Asean ini?
Dari sisi pemerintah (regulator), perdagangan bebas dalam kerangka AEC sudah menjadi keputusan politik yang mau tidak mau harus dihadapi. Dari sisi dunia usaha sendiri, berbagai kalangan menilai beberapa sektor industri akan menghadapi persaingan yang serius.
Dari sisi daya saing industri, Indonesia masih ada problem dalam menghadapi liberalisasi perdagangan tersebut. Permasalahan daya saing muncul karena Indonesia masih menghadapi sejumlah permasalahan mendasar, baik pada tataran makro dan mikro industri, serta kondisi infrastruktur Indonesia yang buruk, sehingga menyebabkan proses pengintegrasian ekonomi dalam negeri belum tercapai secara efisien.
Dari sisi produksi dan integrasi ekonomi, terdapat kelemahan mendasar dalam kemampuan produksi barang jadi, setengah jadi dan komponen yang menandakan kerapuhan struktur industri dalam negeri.
Kita masih menghadapi masalah ketergantungan impor bahan baku, setengah jadi dan barang jadi industri, keterbatasan pasokan energi, kapasitas produksi yang tidak optimal hingga penguasaan pasar domestik yang lemah.
Dari sisi perdagangan kita masih mengalami defisit neraca perdagangan yang menunjukkan bahwa perekonomian kita kurang kompetitif dalam pasar ekspor.
Defisit ekspor nonmigas selama ini berhasil kita tutupi dengan surplus ekspor nonmigas, meski kemudian sekarang ini kita justru deficit ekspor nonmigas. Jelas bahwa daya saing industri kita menghadapi tantangan dalam mempersiapkan perdagangan bebas Asean.
Liberalisasi perdagangan dalam kerangka AEC akan meningkatkan volume perdagangan Asean, tetapi apakah kita dapat memanfaatkan peningkatan volume perdagangan tersebut secara optimal.
Dari sisi perdagangan industry manufaktur Indonesia akan menghadapi serbuan produk impor. Indonesia kini sudah dibanjiri barangbarang impor.
Dari sisi perdagangan sektor jasa, Indonesia menghadapi daya saing tenaga kerja Singapura dan Malaysia. Sementara itu, dari sisi produk pertanian akan menghadapi produk pertanian hortikultura China dan Thailand.
Tantangan nyata kini sudah dihadapi industri manufaktur, terutama produk impor China sudah membanjiri pasar. Akibatnya beberapa industri mulai kesulitan bahkan sebagian sudah gulung tikar. Ancaman PHK dan pengangguran kini sudah mulai banyak disuarakan berbagai kalangan.
BUTUH PERHATIAN
Dalam menghadapi AEC, pemerintah harus mempersiapkan langkah serius dalam melindungi industry dan pasar dalam negeri. Setidaknya terdapat lima kategorisasi produk industri yang terklasifikasi membutuhkan perhatian.
Pertama, produk industri yang berdaya saing lebih tinggi daripada negara Asean. Kedua, kategori produk yang berdaya saing setara dengan negara Asean. Ketiga, kelompok produk yang mempunyai daya saing sedang.
Keempat, kategori produk yang memiliki daya saing lemah. Kelima, kelompok produk yang berdaya saing sangat lemah. Apa solusi industri dalam negeri dalam menyambut AEC. Dari sisi pemerintah (regulator) ada beberapa yang harus dipersiapkan.
Pemerintah harus memetakan sektor-sektor yang perlu dilindungi dan didukung pengembangan lebih lanjut agar bisa bersaing bebas. Seyogyanya keseluruhan peta permasalahannya, dari segi potensi dan kelemahan perekonomian nasional dengan sektor-sektornya dan kelembagaan-kelembagaan pendukungnya harus diketahui jelas, sesuai keadaan dan potensinya.
Selain itu juga peta permasalahan dari semua sektor, baik kekuatan dan kelemahannya harus diketahui secara jelas. Setidaknya perekonomian kita amsih menghadapi banyak hambatan (bottleneck) yang harus segera diatasi dalam menghadapi AEC.
Dari sisi regulasi, juga perlu dikaji apa aturan yang menyebabkan daya saing industri kita rendah. Semua sum berdaya dan perangkat ekonomi nasional, seperti kebijakan investasi, kebijakan fiskal, moneter dan perbankan harus diarahkan bagi upaya mempersiapkan daya saing.
Dari sisi inflasi dan suku bunga perbankan, kita masih kalah bersaing dengan negara negara tetangga kita. Inflasi kita masih di atas 5%, sedangkan negara tetangga sudah 2%-3%. Suku bunga Indonesia juga masih sekitar 13%-15%, sedangkan negara Asean termasuk China sudah 3%-5%.
Bahkan untuk kredit usaha kecil seperti kredit usaha rakyat (KUR) suku bunga sangat tinggi sekitar 22%-24%. Selain suku bunga perbankan tinggi, kredit ke industry juga masih seret.
Sementara penguasaan pasar domestik lemah sehingga peredaran barang impor illegal merajalela.Ketersediaan dan kualitas infrastruktur, fisik dan nonfisik, pasokan energi (bahan bakar minyak, listrik, gas), kebijakan ekspor energy kurang mempertimbangkan kebutuhan di dalam negeri, kelancaran arus barang dari pusat produksi ke pelabuhan sering mengalai hambatan, kapasitas pelabuhan semakin tidak dapat mendukung kelancaran arus barang.
Dari sisi birokrasi, kualitas dan penataan birokrasi juga masih perlu ditingkatkan. Kelambatan arus barang di pelabuhan sebagian disebabkan kinerja birokrasi belum optimal. Kualitas birokrasi ini juga menjadi penyebab dari perizinan investasi menjadi lama dan berbelit.
Dari sisi industri, perlu pengembangan sektor-sektor unggulan sehingga hasilnya dapat berupa produk final dan memiliki nilai tambah (added value) yang tinggi.
Dukungan penguasaan teknologi dan peningkatan SDM sangat diperlukan guna mendukung terciptanya value chain atau keterkaitan up-stream dan down stream yang mantap serta mampu mendukung pengembangan keterkaitan antar dan interindustri dalam negeri.
Selain memacu daya saing industri, penguatan pasar domestik terutama menjaga pasar dalam negeri dari serbuan barang-barang impor sangat penting. Pemerintah harus lebih aktif untuk melindungi industri dalam negeri dari persaingan tak sehat barang-barang impor.
Barang-barang impor baik legal maupun selundupan kini sangat leluasa membanjiri pasar. Kondisi ini dikhawatirkan akan berimbas pada kemampuan daya saing industry dalam penguasaan pasar domestik.
Langkah nyata dan cepat adalah memerangi penyelundupan serta peng hapusan segala bentuk rintangan, yang membuat produk-produk industri tak bisa menjadi tuan di negerinya sendiri.
Hal ini bisa dilakukan dengan me nerapkan sertifikasi dan standarisasi secara ketat terhadap produk impor, karena selama ini banyak produk impor yang dikenal murah namun jauh dari standar kelayakan.
*Ketua DPP PPP Bidang Ekonomi dan Kewirausahaan/Praktisi Bisnis Pertambangan dan Perkebunan
Posting Komentar