Jumat, 24 Desember 2021

Home » » TAFAKUR Langit

TAFAKUR Langit

 


Langit


"Aku suka warna biru," katamu dalam sebuah kesempatan di pantai.

Alasanmu biru itu langit yang selalu menaungi.


Memang meski ada badai yang gelap menghitam, atau tertutup awan putih: coba saja tanya kepada para nelayan itu, "Apa warna langit?"


Pasti dia akan menjawab, "Biru!"

Tak hanya nelayan, orang awam pun dengan pasti akan mengatakan, bahwa warna langit itu Biru. 


Demikian pula orang terdekatmu, kalau ditanya, "Apa warna langit?"


Semua akan menjawab seragam, BIRU!


Di pantai, air laut pun membiru. 


Langit dengan birunya selain menyisakan harapan juga sebagai lambang kekuatan. Langit kokoh tanpa retak, meski tak bertiang. 

Warnanya yang tak berubah, langit juga melambangkan kesetiaan. 


Dari dulu, sejak zaman nenek moyang - hingga kini warna langit Biru. Langit dimana pun biru. Baik itu di Eropa, Asia, Afrika, Australia maupun Amerika. 


Peristiwa Isra Miraj yang menyebut-nyebut tujuh langit mau tak mau mengusik keingintahuan kita tentang langit. Khususnya berkaitan dengan tujuh langit yang juga sering disebut-sebut dalam al Quran.


Ketika memperingati Isra Miraj kita diajak oleh Ustadz penceramah melanglangbuana jagad raya sampai ke langit. 


سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ


“Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS Al Isra [17] : 1)


Tentang Miraj Allah SWT menjelaskan di surat An Najm: 

 

13. Dan sungguh, dia (Muhammad) telah melihatnya (dalam rupa yang asli) pada waktu yang lain,


14. (yaitu) di Sidratul Muntaha.


15. Di dekatnya ada surga tempat tinggal.


16. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.


17. Penglihatannya (Muhammad) tidak menyimpang dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.


18. Sungguh, dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kebesaran) Tuhannya yang paling besar.


Perjalanan dilanjutkan ke Sidratul Muntaha. Puncak dari perjalanan itu adalah diterimanya perintah Shalat wajib lima waktu.


"Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah wajahmu ke arahnya," (QS Al Baqarah [02] : 144).


Awalnya, kiblat shalat umat Islam Baitul Maqdis. Mengetahui hal itu orang-orang Yahudi bergembir. Nabi Muhammad   cenderung menyukai kiblat Nabi Ibrahim as (Kabah). Rasulullah   berdoa sambil menatap ke arah langit, berharap Jibril as datang membawa jawaban atas apa yang ditanyakan.


Lalu turunlah al Baqarah ayat 144. 

Sungguh Kami sering melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke Kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan darimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.


Shalat, Kiblat dan Langit yang tengah kita bicarakan, mengisyaratkan, bahwa untuk mencapai derajat yang tinggi kita harus fokus, senantiasa menjalin komunikasi vertikal. Agar kita kokoh dan sejuk menaungi, seperti: LANGIT. 


EMAN MULYATMAN | Sabili edisi 2 th XIX    






Silakan Klik 👇


DIJUAL RUMAH 

Perumahan 

Bukit Serpong Indah 

(BSI)



   


Share this article :

Posting Komentar

 
Copyright © 2011. Mafaza Online: TAFAKUR Langit . All Rights Reserved