Rabu, 15 September 2021

Home » , » Profil Buya Dr. Arrazy Hasyim, MA, Istiqomah di Jalur Aswaja

Profil Buya Dr. Arrazy Hasyim, MA, Istiqomah di Jalur Aswaja

Dr Arrazzy Hasyim (peci hitam) | Marcom Idrisiyyah

Kesungguhannya menuntut ilmu dibuktikan dengan belajar di tiga Kampus sekaligus. Selain dakwah di dunia maya, dakwah di dunia nyata pun dilakoni hingga ke negeri Pusat Mode, Prancis. Baginya, ilmu agama itu harus bersanad tak bisa sekadar dengar ceramah atau baca buku, “Apalagi cuma dari Youtube, jelas tidak cukup!” 

SOSOK Buya Arrazy Hasyim lebih populer sebagai pendakwah di media sosial, itu karena postingan kajian keislamannya yang update

Apalagi fokusnya dunia tasawuf yang tidak semua orang bisa menyampaikan. Kalau pun ada ustadznya sudah sepuh alias kudet.  Ketika realita kekinian: tekanan hidup meningkat, era medsos yang narsis, orang-orang pun mencari ketenangan. Tasawuf pun hadir mengisi ruang-ruang kosong.   

Berikut profil Buya Arrazy Hasyim yang Penulis rangkum dari berbagai sumber. Sebelum diterbitkan draft tulisan kami kirim ke Buya Arrazy melalui aplikasi Telegram untuk dikoreksi. Ditengah kesibukannya berdakwah di Riau, beliau membaca draft tulisan ini dan alhamdulillah berkenan. 

Viral

Profil Buya Arrazy Hasyim pembawaannya tenang dan berwibawa saat menyampaikan materi dakwahnya. Pembawaan ini membawa pesona tersendiri di kalangan jamaahnya. Buya juga santun dalam menyampaikan pendapatnya, tidak meledak-ledak 

Video ceramah Buya Arrazy beredar di dunia maya terutama Facebook dan Youtube. Selain pernah menanggapi tokoh Islam Internasional Dr Zakir Naik, Buya Arrazy juga menanggapi anggapan memakai celana cingkrang merupakan bagian dari sunah Nabi. 

Beliau menjawab bahwa Zakir Naik adalah otodidak yang suka baca buku dan pintar. Namun kurang tepat jika disebut sebagai ulama. 

Menurutnya, celana cingkrang tidak ada di zaman Nabi, melainkan dulunya hanyalah ada sarung cingkrang. “Celana jingkrang (cingkrang) tidak ada di zaman Nabi, yang ada hanya sarung jingkrang (cingkrang),” tutur Ustaz Arrazy Hasyim.

Itu artinya, hadis tentang larangan sarung atau celana cingkrang perlu kita pahami secara utuh, tidak sepotong-potong. Memang ada larangan memakai sarung cingkrang, tetapi ada alasan di baliknya, yaitu bila timbul kesombongan dalam hati. 

Asal Minangkabau

Dr. Arrazy Hasyim, MA merupakan seorang pakar hadits asal Sumatera Barat (Sumbar). Buya lahir di Koto Tangah, Payakumbuh, Sumatra Barat, pada 21 April 1986 dari pasangan Nur Akmal bin M Nur dan Asni binti Sahar.

Buya Razi menempuh pendidikan SD sampai MTsN di Tanah Minangkabau tepatnya di Payakumbuh, lalu berpindah ke Bukittinggi untuk melanjutkan pendidikan di MAN/MAKN 2 Bukittinggi tahun 2002-2004.

Dakwah di Prancis 

Pada 2016-2017, Buya Arrazy Hasyim mendapat kesempatan untuk mengisi aktivitas dakwah di beberapa Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di luar negeri. Beberapa diantaranya adalah KBRI Paris dan KJRI Marseille.

Ia juga mengisi dakwah di tengah komunitas muslim di Perancis.

Menjadi Dosen

Buya Arrazy Hasyim bertugas aktif sebagai dosen Pascasarjana Institut Ilmu al-Qur’an (IIQ) Jakarta.

Ia juga dosen ilmu Kalam dan Filsafat Islam di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2012 sampai dengan 2019.

Selain itu, Buya Razi juga aktif sebagai pengajar/pengampu kitab Aqidah Ahlus Sunnah dan hadits Sunan An-Nasa’i dan Ibnu Majah di Darussunnah.

Pada akhir 2018, ia mendirikan Ribath al-Nouraniyah di Tangerang Selatan, Takhassus Ilmu Akidah Ahlus Sunnah dan Tasawuf.

KAJIAN TASAWUF TVRI SERAMBI ISLAMI Buya Arrazy bersama Syekh Akbar Fathurahman | Marcom 


Belajar di Tiga Kampus Sekaligus

Ustaz Razi melanjutkan studi perguruan tingginya pada jurusan Akidah dan Filsafat di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2004-2009.

Di sela-sela itu, dari  tahun 2006-2008, ia aktif belajar kepada Syaikh Prof Dr M Hasan Hitoo; seorang penghafal kitab al-Muwatta’, Dr Badi Sayyid al-Lahham; seorang murid Syaikh Nuruddin Itr, dan Taufiq al-Buti; anak dari Syaikh Muhammad Said Ramadan al-Buthi. Mereka semua berasal dari Suria.

Ia kemudian melanjutkan pendidikan S2 nya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2009. Setelah itu, pada tahun 2017 Buya Arrazi menyelesaikan gelar Doktoral S3 nya di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah.

Ustadz Arrazy Hasyim menempuh pendidikan di tiga tempat sekaligus dalam waktu bersamaan. Salah satunya yaitu Darus Sunnah milik KH Ali Mustofa Yaqub, alumni Tebuireng.

Di pesantren ini, Ustadz Arrazy Hasyim mengkhatamkan enam kitab hadits yang menjadi standar keilmuan ulama muhadditsin, yaitu Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Al Tirmidzi, An Nasa’i, dan Ibnu Majah.

Selain itu, dia juga mengambil jurusan Aqidah dan Filsafat di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Hal ini pula yang membuat pakar hadits asal Minangkabau ini memiliki ilmu yang sangat dalam dan luas. Nama Arrazy Hasyim kini dicari banyak orang, karena konten kajiannya yang mencerahkan.

“Selama 2006-2008, dalam waktu bersamaan sebenarnya saya menempuh tiga model pendidikan, yaitu di UIN Jakarta, kedua Darus Sunnah khusus hadits, dan ketiga Azhari-Damaskiyah,” jelasnya.

Dikatakannya, perjalanannya menuntut ilmu di Darus Sunnah membuat ia memiliki hubungan yang dekat. Ia mengaku belajar ke Kiai Ali Mustofa sejak 2004 hingga 2016.

“Setelah sukses ketiganya, baru S2 dan S3 saya lanjut di UIN Jakarta,” imbuhnya.

Menurut Arrazy Hasyim, perkenalannya dengan KH Ali Mustofa Yaqub mengantarkannya untuk mengenal tokoh-tokoh dari Pondok Pesantren Tebuireng. Secara tidak langsung ilmunya juga bersambung ke Tebuireng lewat Kiai Ali Mustofa.

Arrazy mengatakan dalam dakwah tidak boleh mengkafirkan orang lain dan membid’ahkan amalan. Dalam konten dakwahnya, anjuran tersebut selalu disampaikan kepada jama’ahnya.

“Insya Allah jalan Aswaja jalan yang diridhai Allah dan Rasulullah, namun kita tidak boleh mengkafirkan orang, membidahkan orang kecuali sebatas yang dibolehkan syariat,” ujarnya

Buya Arrazy bersama Syekh Akbar M Fathurahman saat break shooting Serambi Islami 


Istiqomah di Jalur Aswaja

Nama dibelakang Ustadz Razy dinisbatkan kepada pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari. Dia pun mengagumi Mbah Hasyim sebagai salah satu muhaddits nusantara. Karena, menurut dia, Mbah Hasyim telah membawa salah satu sanad yang berkelas poros Makkah ke negeri ini.

Selain itu, dia juga mengagumi gurunya di Darus Sunnah sekaligus santri Mbah Hasyim, yaitu KH Ali Mustofa Yaqub. Namun, muhaddits yang paling ia kagumi dan menjadi inspirasinya adalah Syekh Yasin Al Fadani, ulama berdarah Minang yang lahir di Makkah.

“Syekh Yasin Al Fadani juga pernah mengambil sanad ijazah Hadratussyekh Hasyim Asy’ari. Namun, Syekh Yasin Al Fadani lah yang paling saya kagumi,” ujarnya.

Semua ulama yang dikagumi tersebut adalah ulama yang berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja). Tak heran jika dalam dakwahnya kini, Ustadz Razy berkomitmen untuk terus membela Aswaja. | Salman Al Farizi

Terkait

WAWANCARA Dr Arrazy Hasyim, MA Semoga Idrisiyyah Menjadi Lokomotif Perjuangan

Silakan Klik

Mafaza-Store

Lengkapi Kebutuhan Anda


Share this article :

Posting Komentar