Kamis, 25 Oktober 2018

Home » » Ketika Panglima Tidak Taat, Inspirasi Kisah Khalid bin Walid

Ketika Panglima Tidak Taat, Inspirasi Kisah Khalid bin Walid

Ketika Panglima Tidak Taat, Inspirasi Kisah Khalid bin Walid

8 hal yang luput dari perhatian

Kisah Khalid memang menarik untuk dikaji dan dipelajari. Banyak inspirasi yang bisa kita gali. Terutama perjalanannya dalam dunia militer dan medan pertempuran.
Diantara peristiwa yang menarik adalah : perang Yarmuk. Pertempuran yang menyejarahkan nama beliau, selain pertempuran yang lainnya. Semua kebesarannya dan prestasi itu tidak menghalangi beliau untuk melepaskan kedudukan beliau untuk melepaskan amanah itu tatkala diminta.

Dalam menggali inspirasi dari sejarah, tingkat subjektifitas sangat berpengaruh. Maka, banyak corak dalam menggali sirah: corak salafi, corak tablighi, corak sufi, corak ikhwani dan yang lainnya. Tidak sedikit pula yang menjadikan sirah sebagai sarana pembenaran ide yang sudah dikapling.

Kisah Khalid dalam perang Yarmuk termasuk peristiwa yang sering jadi objek kajian. Pola pembacaannya sangat beragam. Salah satunya tentang kebesaran hati sang panglima saat meletakkan amanah sebagai panglima.
Saya ingin mencoba melihat peristiwa ini melalui tiga pintu: Abu Ubaidah ra, Khalid ib Walid ra dan Umar ibn al Khattab.
Tatkala Abu Bakr ra meninggal dunia dan Umar ra dilantik sebagai khalifah pengganti, beliau mengirim surat pemberitahuan bahwa khalifa meninggal dunia dan mencopot Khalid dari panglima.
Ketika surat sang Khalifah sampai di Syam, ke tangan Khalid ibn Walid ra, pasukan muslim sedang bersiaga perang. sebagaimana riwayat yang dipaparkan Ibn Katsir dalam al Bidayah wa al Nihayah, setelah membaca surat dari khalifah, ia tutup surat itu dan melanjutkan agenda menuju pertempuran. Ia tutup informasi dalam surat itu dari pengetahuan publik. termasuk pergantian dirinya dan penempatan Abu Ubaidah ra sebagai panglima.

Setelah pertempuran usai dan umat muslim meraih kemenangan, Khalid ibn Walid ra bacakan informasi dari Madinah; Abu Bakr ra meninggal dunia, Umar ra sebagai khalifah dan termasuk pula pergeseran panglima militer dari Khalid ra ke Abu Ubaidah ra.

Versi riwayat yang lain, surat dari Madinah tertuju kepada Abu Ubaidah ra. Hanya saja, ia rahasiakan berita yang ada dalam surat tersebut hingga pertempuran usai. selama informasi belum dibuka maka kepemimpinan masih dipegang oleh Khalid ibn Walid ra.

Setelah terjadi kepemimpinan pasukan, Khalid tetap berperang bersama dengan Abu Ubaidah ra. beliau juga mendapat amanah memimpin penyerangan dan pasukan dibawah panglima tinggi Abu Ubaidah ra. Jadi, setelah tidak jadi panglima tinggi, Khalid ra tetap disertakan oleh Abu Ubaidah dalam mengambil keputusan strategis dan mengelola pasukan. Bahkan persahabatan keduanya terus berlangsung hingga akhir hayat.

Dari peristiwa di atas, ada beberapa sisi yang luput jadi perhatian. antara lain :

Pertama: peristiwa menutup informasi bahwa khalifah telah menunjuk panglima tinggi baru. terlepas hal ini dilakukan oleh Khalid atau Abu Ubaidah, jelas perbuatan tersebut termasuk kategori ketidaktaatan terhadap khalifah dan pelanggaran. secara akad, ketika surat sudah sampai dan dibaca, maka telah selesai. kebijakan yang diambil tidak legal. sebab, pemberi mandat telah mencabut. konsekwensinya tidak sederhana.

Tapi kenapa hal ini dilakukan dan mendapatkan pemakluman?

Kita dapat menemukan jawabannya melalui sudut pandang maqashid dan muwazanah. Apabila Khalid / Abu Ubaidah ra mengeksekusi perintah itu tanpa pertimbangan resiko maka akibatnya bisa fatal. Dengan pertimbangan maslahat dan mafsadah, maka perintah pergantian kepemimpinan tidak langsung dieksekusi juga berita wafatnya khalifah tidak disampaikan agar fokus pasukan dalam pertempuran tidak terganggu.

kesimpulannya, ketaatan terhadap pemimpin juga harus dipertimbangkan dari sisi mashlahat dan mafsadah. bukan ketaatan yang mutlak.

Kedua : para sahabat semua mengetahui wilayah dan batasan wewenang khalifah. Bila kita kaji sejarah Islam, kita menemukan fakta bahwa wewenang khalifah sangat luas. para sahabat sangat mengerti hal tersebut. sistem pengelolaan negara pada waktu itu masih sangat sederhana. Berbeda dengan sistem pengelolaan negara saat ini. kewenangan kepala negara dibatasi oleh undang- undang dasar dan undang undang. bagaimana pun juga, UUD atau UU adalah produk syuro maka setiap warga negara terikat dengan hasil syuro itu. setiap syuro yang bertentangan dengan produk syuro yang lebih tinggi maka batal demi hukum.

Sebagaimana halnya organisasi atau yang lainnya, AD dan ART adalah produk syuro tertinggi. maka setiap kebijakan dan syuro yang bertentangan dengan produk syuro tertinggi tidak memiliki kekuatan dan tidak berkonsekwensi.

Kewenanganan pemimpin di saat ini sangat terbatas. tidak sama dengan kepemimpiƱan terdahulu. semua itu dalam rangka tidak terjadi penyimpangan. sebab,tingkat moral masyarakat saat ini berbeda dengan zaman dahulu. Ketika moral masih lurus tidak membutuhkan pembatasan kewenangan secara kuat. berbeda dengan saat ini.

Ketiga: pemecatan Khalid adalah sesuatu yang biasa. Dari sudut pandang akad, seorang panglima adalah wakil khalifah. maka, tatkala Abu Bakr ra meninggal dunia akad wakalahnya telah selesai atau berhenti. Maka akad Khalid sebagai panglima telah selesai, terkecuali bila diperpanjang. Hal ini mirip dengan sistem pemerintahan saat ini; ketika ganti presiden maka ganti kabinet.

Keempat : Sebelum Khalid ra ke Syam, kepemimpinan pasukan dipegang oleh Abu Ubaidah ra. Dengan demikian, Umar bin Khattab ra mengembalikan kepada Abu Ubaidah ra setelah digantikan oleh Khalid ra. Setelah itu, Khalid masih mendapatkan amanah untuk memimpin pasukan dalam pertempuran, walau bukan sebagai panglima tertinggi. Kebersamaannya dengan Abu Ubaidah tidak terputus hingga akhir hayat. Abu Ubaidah pun selalu menyertakan Khalid dalam mengambil keputusan strategis di bumi Syam.

Kelima : kenapa tidak terjadi gejolak tatkala kepemimpinan semua pasukan dikembalikan ke Abu Ubaidah dari Khalid ra? karena faktor-faktor terjadinya gejolak memang tidak ada. para sahabat, termasuk Khalid ra sangat mengerti tentang pola kerja dan kepemimpinan Umar bin Khattab ra. Tidak ada yg janggal dalam keputusan Umar ra. Prosesnya juga tidak memunculkan polemik. para sahabat sangat paham otoritas khalifah ra. pada waktu itu. situasinya sangat berbeda dengan masa Utsman ra dan Ali ra.
Polemik itu tidak terjadi karena memang tidak ada faktor yg mengharuskan mereka curiga kepada pihak tertentu. sebab, mereka melihat hubungan Abu Ubaidah dan Khalid ra tidak ada yang berubah. termasuk diri Umar ra. Bahkan, Khalid masih mendampingi Abu Ubaidah dalam berbegai pertempuran setelah itu.

Keenam: sistem pengelolaan negara pada masa khilafah masih cukup sederhana. Kekuasaan kepala negara sangat besar. belum ada pembatasan dan persyaratan tertwntu sebagaimana saat ini. Pergantian panglima perang adalah hak penuh tanpa harus meminta pertimbangan pihak tertentu. Berbeda halnya dengan saat ini, dalam kebijakan strategis tertentu kepala negara tidak boleh mengambil keputusan sendiri.

Ketujuh: ketika ada polemik dalam suatu negara tatkala kepala negara memutuskan suatu perkara, maka yang paling bertanggungjawab adalah kepala negara tersebut. sebab, pemimpin bertanggungjawab atas orang yg ia pimpin. Maka tugas kepala negara untuk mempertimbangkan segala hal sebelum memutuskan perkara dan mengevaluasi setelah memutuskan perkara.

Kedelapan: Ada pola yang berbeda dalam kepemimpinan antara Abu Bakr ra dan Umar ra. Dalam berbagai hal, Abu Bakr ra sangat mengedepankan kapasitas dan kebutuhan situasi. Sedangkan Umar ra, menjadikan senioritas dalam Islam sebagai pertimbangan yang sangat penting. Hal ini bisa kita temukan dalam pola pembagian tunjangan hidup bagi warga negara pada masa Abu Bakr ra dan Umar ra. Bisa jadi, ini salah satu pertimbangan mengembalikan kepemimpinan kepada Abu Ubaidah ra. bisa ya dan bisa tidak.
wallahu a’lam

Abdul Rochim, Lc MA


Silakan klik:
Lengkapi Kebutuhan Anda


Share this article :

Posting Komentar