Kepala Desa Meunasah Rayeuk Tengku Munirwan ditahan di Polda Aceh sejak Selasa (23/7/2019) namun terselamatkan setelah muncul desakan dari masyarakat luas. (tangkapan layar pemberitaan (ABC News))
Inovasi tentu hal yang baik kerenlah, alih-alih mendapat acungan jempol justru malah berurusan dengan hukum, lho kok? |
Mafaza Online | Ini adalah kisah ironis Tengku Munirwan, Kepala Desa Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam, Aceh Utara.
Dia sempat menjadi perbincangan nasional karena dipenjara seusai mengembangkan benih padi IF8. Kasus ini terjadi pada 2019 lalu.
Sosok yang dikenal sebagai inovator benih padi IF8 ini sebelumnya dipuji karena berhasil meningkatkan hasil panen petani hingga meraih penghargaan tingkat nasional.
Baca juga :
Namun, alih-alih terus mendapat apresiasi, Munirwan justru harus berurusan dengan hukum setelah benih unggul yang ia kembangkan dianggap belum memiliki sertifikasi resmi.
Baca juga : Mengapa Dakwah Z@kir Naik ditolak?
Dari Aduan Dinas hingga Jadi Tersangka
Kasus Munirwan bermula dari laporan Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh.
Polda Aceh kemudian menahannya setelah benih IF8 yang dikembangkan Munirwan disebut belum bersertifikat, meski telah diedarkan kepada komunitas petani di Aceh Utara.
Direktur Koalisi NGO HAM, Zulfikar, yang menjadi pendamping hukum Munirwan, pada Juli 2019 mengungkapkan bahwa kliennya ditetapkan sebagai tersangka sejak Selasa (23/7/2019).
“Dia (Munirwan) dipanggil sebagai saksi, kemudian langsung ditetapkan sebagai tersangka,” ungkap Zulfikar kala itu.
Menurutnya, laporan tertulis dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh menuding adanya penyaluran benih tanpa label.
Surat itu bahkan ditembuskan ke Menteri Pertanian RI, Gubernur Aceh, serta Dinas Pertanian dan Pangan Aceh Utara.
Benih dari Program Pemerintah
Sekretaris BUMG Aceh, Al Fadhir, menyayangkan langkah hukum terhadap Munirwan.
Ia menegaskan, benih IF8 yang dikembangkan sejatinya berasal dari program pemerintah.
“Padahal bibit padi IF8 itu awalnya diberikan oleh gubernur dan merupakan bagian dari program ketahanan pangan Pemerintah Aceh (Aceh Traue),” jelasnya pada 2019.
Ia menambahkan, pengembangan IF8 justru sejalan dengan program pemerintah pusat, sebagaimana diatur dalam UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 dan Permendes Nomor 4 Tahun 2015.
“Setelah ada bursa inovasi itu, seluruh desa di Aceh Utara mulai menanam IF8 karena terbukti meningkatkan hasil panen petani,” katanya.
Bahkan, pada 2018, Munirwan berhasil meraih penghargaan nasional peringkat dua dari Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi berkat inovasinya.
Polisi Angkat Bicara
Polda Aceh menegaskan penahanan Munirwan dilakukan karena dugaan pelanggaran distribusi benih IF8.
Kala itu, Direskrimsus Polda Aceh, Kombes Pol Teuku Saladin, menyatakan bahwa Munirwan diduga mengedarkan benih tanpa label resmi melalui perusahaan yang ia pimpin.
“Yang kami proses hukum terhadap Tengku Munirwan bukan sebagai petani, bukan sebagai kepala desa, tapi sebagai Direktur Utama PT Bumades Nisami Indonesia,” jelasnya dalam konferensi pers, Jumat (26/7/2019).
Baca juga : Save Raja Ampat, Ketua PBNU: Eksploitasi SDA Hanya Memperkaya Segelintir Orang
Simpati Publik Mengalir
Kasus ini memicu simpati publik. Banyak pihak menilai kriminalisasi inovasi pertanian justru mematikan semangat kemandirian pangan.
Pemerintah Kabupaten Aceh Utara pun turun tangan. Wakil Bupati Aceh Utara saat itu, Fauzi Yusuf atau Sidom Peng, menyatakan komitmennya untuk mendukung pengembangan benih IF8.
“Kami akan pelajari semua kendala serta syarat sertifikasi agar benih IF8 segera diakui resmi,” ujarnya melalui siaran pers Selasa (30/7/2019).
Menurut Fauzi, hasil panen IF8 yang lebih tinggi dibanding varietas lain menjadi bukti bahwa inovasi tersebut layak didukung.
Namun, ia tetap menegaskan proses hukum terhadap Munirwan harus dihormati.
Penangguhan Penahanan
Meski sempat resmi ditahan, Polda Aceh akhirnya mengabulkan permohonan penangguhan penahanan Munirwan.
Ia bisa kembali ke kampung, meski proses hukum tetap berjalan.
Saladin kala itu menegaskan, keputusan tersebut bukan akibat tekanan publik, melainkan pertimbangan kemanusiaan.
“Penangguhan dikabulkan karena orang tua Tgk Munirwan besok dijadwalkan berangkat menunaikan ibadah haji, selain itu ia juga menjabat sebagai kepala desa. Jadi bukan karena tekanan publik,” jelasnya.
“Penangguhannya bisa sampai tahap penuntutan, selama yang bersangkutan kooperatif,” kata dia lagi.
Silakan Klik:
TOKO Peralatan Touring dan Conten Creator
Kritik DPR Aceh dan Dugaan Persaingan Bisnis
Kasus Munirwan juga mendapat perhatian DPR Aceh. Ketua Komisi II DPR Aceh kala itu, Nurzahri, menilai penetapan tersangka terhadap Munirwan merupakan bentuk kriminalisasi.
“Inovasi IF8 justru meningkatkan produktivitas petani. Seharusnya pemerintah membantu sertifikasi, bukan melaporkan ke polisi,” ujarnya, dikutip dari Antara.
Ia bahkan menduga ada kepentingan tertentu di balik kasus ini.
“Bibit IF8 bisa menghasilkan hampir dua kali lipat lebih banyak. Kami menduga ada kepentingan lain dalam kasus ini,” tegasnya.
Baca juga: ISTILAH SOSMED Spill, ini Artinya
Video
Mafaza-Store
#tengkumunirwan #pupuk #petani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar