Konflik Palestina - Israel tak hanya menjadikan Gaza dan Al Quds sebagai medan perang, selain rame di dunia maya ternyata juga perdebatan di kalangan akademisi tak kalah serunya. Berikut sebuah tulisan dari utas postingan Twitter Ulil Abshar Abdalla
Ulil Abshar | Twitter |
Pada 2003, sebuah buku yang membela Israel terbit di Amerika: “A Case for Israel”. Penulisnya Alan Dershowitz, seorang profesor di Harvard Law School. Dershowitz dikenal sebagai pembela fanatik Israel di Amerika, dan musuh bebuyutan Noam Chomsky yang sangat kritis pada Israel.
Para pembela Israel banyak memakai bukunya Dershowitz ini sebagai salah satu rujukan utama. Sebagian argumen yang ada di buku ini ditelan mentah-mentah dan disebarkan oleh para “apologet”, pembela Israel di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Segera setelah terbit, muncul resensi yang dengan keras menyanggah argumen-argumen dalam buku Dershowitz itu. Penulisnya adalah Norman Finkelstein. Dia menyebut buku Dershowitz itu adalah “bunga rampai kebohongan, pemalsuan, plagiarisme, dan omong-kosong.”
Sedikit tentang Norman Finkelstein. Dia adalah ilmuwan politik Yahudi yang meraih gelar doktornya di Princeton University. Umurnya sekarang belum terlalu tua, baru 68. Dia lahir di New York, Desember 1953. Bersama sarjana lain seperti Noam Chomsky, Ilan Pappé, Avi Shlaim, Finkelstein dikenal sebagai pengkritik keras Isreal. Banyak ceramah dia bertebaran di Youtube.
Kembali kepada resensi Finkelstein, lengkapnya Norman Gary Finkelstein . Tuduhan plagiarisme yang dilontarkan Finkelstein paling membuat marah Dershowitz. Ada debat yang seru sekali soal ini antara Finkelstein vs Dershowitz di kanal “Democracy Now!” di Youtube. Lebih seru dari debat Chomsky vs Dershowitz.
Pada 2005, Finkelstein menulis buku yang khusus menyanggah bukunya Dershowitz. Judulnya: “Beyond Chutzpah: On the Misuse of Anti-Semitism and the Abuse of History.” Diterbitkan oleh Univ of California Press, penerbit yang terpandang.
Ada kisah menarik di balik terbitnya buku Finkelstein ini.
Sebelum buku ini naik cetak, Dershowitz mengirim surat ke penerbit itu untuk membatalkan penerbitan buku Finkelstein. Dia mengancam akan mengajukan gugatan hukum. Pihak penerbit kekeh, dan akhirnya buku Finkelstein terbit.
Buku ini pukulan telak bagi Dershowitz.
Dan inilah skandal yang paling memalukan yang dilakukan oleh Dershowitz, seorang yang waktu itu sudah senior. Umurnya sekarang 82 tahun, juga lahir di New York, 1938.
Pada 2006, dia menulis surat ke pihak DePaul University, Chicago, di mana Finkelstein mengajar. Dershowitz meminta agar pihak universitas tidak memberikan “tenure” (jabatan profesor tetap) kepada Finkelsetein.
Departemen di mana Finkelstein mengajar (Political Science Department) sudah setuju merekomendasikan Finkelstein mendapatkan tenure. Begitu juga pihak fakultas: College of Liberal Arts and Sciences.
Tetapi pihak universitas memutuskan lain: menolak.
Praktek yang dilakukan Dershowitz ini jelas memalukan, karena mengintervensi urusan internal universitas lain dalam pengangkatan seorang profesor. Pihak fakultas melayangkan surat ke Harvard tempat mengajar Dershowitz; mengungkapkan kemarahan atas intervensi ini.
Apa yang terjadi pada Finkelstein ini bukan satu-satunya. Sejumlah profesor di Amerika dan Kanada gagal meraih jabatan karena mendukung Palestina. Sejumlah lobi Yahudi mencoba mencegat karir para sarjana yang pro-Palestina. Ada universitas yang berani menolak, ada yang tidak.
Naiknya suara2 yg membela Palestina di Barat tentu bukan semata2 disebabkan oleh kerja para intelektual Yahudi spt Chomsky dan Finkelstein. Peran aktivis Muslim dan pembela HAM di Barat jg penting. Tetapi kontribusi orang2 seperti Chomsky dan Finkelstein jelas besar.
Seperti ditulis oleh Edward Said (W. 2003) dalam “The Question of Palestine” (terbit pertama 1979), salah satu tantangan terberat Palestina adalah melawan kampanye sistematis Israel untuk melakukan “erasure,” penghapusan atas Palestina dalam tataran representasi intelektual. Said melawan ini.
Tetapi suara-suara yang membela Palestina kian membesar di Barat akhir-akhir ini. Ini semua berkat kerja para intelektual Yahudi yang membela bangsa Palestina seperti Noam Chomsky dan Norman Finkelstein. Mereka ini adalah “momok” bagi Israel.
Tentu saja, naiknya suara-suara yang membela Palestina di Barat tentu bukan semata-mata disebabkan oleh kerja para intelektual Yahudi seperti Chomsky dan Finkelstein. Peran aktivis muslim dan pembela HAM di Barat juga berperan besar. Tetapi kontribusi orang-orang seperti Chomsky (umurnya sekarang lebih dari 90 tahun) dan Finkelstein jelas besar.
Anda saya sarankan untuk mendengarkan ceramah2 Norman Finkelstein yang bertebaran di Youtube. Semua argumen para pembela Israel ia patahkan satu per satu, termasuk argumen yang sering kita dengar: Israel menyerang Gaza kan untuk self-defence.
Salah satu buku Finkelstein yang patut dibaca hari-hari ini adalah: “Gaza: An Inquest Into Its Martyrdom,” terbit 2018.
Perjuangan paling menentukan bagi Palestina saat ini adalah mendelegitimasi Israel sebagai entitas politik. Inilah senjata paling ampuh bagi Palestina.
Sekian.
Silakan Klik:
Khazanah Islami
Posting Komentar