|
Secara Pribadi Mardani Ali Sera menolak pemindahan Ibukota, tapi keputusan resmi Partai secara resmi ada di DPP dan akan disampaikan melalui Fraksi
“Sebaiknya Presiden Jokowi kembali mempertimbangkan terkait rencana pemindahan ibu kota. Pembiayaan pembangunan infrastruktur politik nasional ibu kota yang tidak sepenuhnya bersumber dari anggaran negara (APBN) bisa mengancam kedaulatan nasional," kata Mardani, Rabu (21/8).
Wakil Ketua Komisi II DPR tersebut mengatakan, bahan paparan Bappenas menunjukkan sebagian besar biaya pembangunan infrastruktur Ibukota baru berasal dari swasta. Dia menunjukkan, dalam pemaparan Bappenas yang dia terima, sumber pembiayaan gedung eksekutif, legislatif, dan yudikatif dibangun melalui skema KPBU. Itu berarti sumber pembiayaan dari badan usaha dan swasta.
"Ini dapat mengancam kedaulatan negara, karena infrastruktur politik strategis objek vital negara seharusnya dikuasai dan dikelola sepenuhnya oleh negara," ungkapnya.
Sebelumnya, melalui Kapala Bappenas Bambang PS Borrodjonegoro, Jumat (16/8) mengatakan pemindahan Ibukota diproyeksikan turut dikerjakan oleh swasta melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan juga oleh swasta murni.
Selain membahayakan karena objek vital negara, kerjasama ini juga berpotensi melanggar Perpres No 38 Tahun 2015 yang ditetapkan sendiri oleh Presiden Jokowi. Dalam Pasal 5 ayat 1 jelas tertulis bahwa kerjasama pemerintah dengan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur hanya boleh pada infrastruktur ekonomi dan infrastrutur sosial. "Bukan infrastruktur politik,” tegasnya.
Menurutnya aturan itu sudah bagus, tidak boleh dilanggar, “Aturan yang bapak buat dan tandatangani sendiri itu sudah baik, jangan overlap dari aturan tersebut,” katanya.
Lebih dari itu, inisiator gerakan #KamiOposisi ini mengatakan kebijakan ini perlu duduk bersama dengan DPR untuk merevisi beberapa UU terkait ibu kota negara. Walau Pak Jokowi sudah izin pada Sidang Tahunan MPR yg lalu, tetap harus dibahas resmi terlebih dahulu dengan DPR.
"Karena setidaknya ada 3 UU dan 1 Perpres yang perlu dibahas terkait Ibu Kota, seperti: UU No 10 tahun 1964 tentang Pernyataan DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia; UU No 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia,” terang Mardani.
Selanjutnya, ada UU lain dan tentu saja RPJMN priode ke II Presiden Jokowi perlu sinkronisasikan lagi dengan skema pemindahan Ibukota. Selain itu, UU tentang APBN kemudian Perpres RPJMN 2020-2025; dan mungkin ada beberapa aturan terkait Hankam dan lainnya yg perlu dibahas bersama DPR dulu baru kebijakan ini bisa disepakati jalan.
"Artinya masih panjang realisasi pemindahan ibu kota ke Pulau Kalimantan,” tutur Mardani.
Silakan klik:
Lengkapi Kebutuhan Anda
Posting Komentar