Meski ketat dalam masalah harta dan tanta, Peran politik sufi-sufi Chistiyyah juga tak bisa diremehkan
Tarian Sufi |
Mafaza-Online | Didirikan oleh Syaikh Khwaja Abu Ishaq Shami Chishti. Namanya berasal dari desa Chisht di Afghanistan, yang terletak tiga puluh mil jauhnya dari kota modern Herat.
Chisht adalah rumah bagi keluarga yang luar biasa yang menghasilkan garis tak terputus dari lima guru sufi besar.
Tarekat Chistiyya lebih dikenal oleh masyarakat ketika dipimpin Syaikh Muinuddin Chisti yang menetapkan berbagai aturan yg secara sepintas tampak ekstrim, seperti:
Tak boleh meminjam uang, tidak boleh meminta-minta meski lapar, jika punya kelebihan makanan, uang, panen dan pakaian, tidak boleh disimpan lebih dari sehari dan harus disedekahkan, tidak boleh mencela orang, tidak boleh menganiaya, jika beramal baik tidak boleh menisbahkan amalnya pada dirinya sendiri dan harus bersyukur kepada Allah dan berterima kasih kepada “Pir” atau Mursyid, jika melakukan dosa harus segera bertaubat, harus rajin puasa dan shalat wajib dan menghabiskan malam dengan shalat sunnah, harus menyedikitkan bicara dan kalau bicara harus karena ingin mendapat ridha Allah.
Secara umum prinsip dasar tarekat ini sama dengan tarekat-tarekat lainnya, yakni menahan diri dari segala sesuatu yang bertentangan dengan ketetapan dari Al-Quran dan praktek Nabi Muhammad ﷺ . Tarekat ini mematuhi penekanan Sufi pada tazkiyatunnafs, yang mengacu pada pemurnian hati nurani dari semua kualitas negatif, menundukkan keinginan dasar (syahwat jasmani) seseorang dan mengejar Ihsan melalui adopsi dari atribut ilahi.
Ciri tarekat ini adalah menghindari berhubungan langsung dengan perseorangan/lembaga/perusahaan yang kaya dan orang-orang yang berkuasa, lebih sering memilih berintraksi dengan orang miskin untuk menunjukkan rasa hormat yang besar dan kemurahan hati.
Alasannya untuk menghindari noda korupsi dan keduniawian (hubbuddunya). Jika itu dilakukan makan bertentangan dengan prinsip praktek ketergantungan pada Allah (tawakkal). Ini membantu mereka untuk menjaga kerendahan hati setiap saat sehingga mencapai keluhuran spiritualitas.
Salah satu praktek yang diterapkan Tarekat Chishtiyyah adalah menanamkan cinta Allah ke dalam hati nurani melalui ‘Sema’ atau majelis musik ruhani.
Salah satu fitur pembeda utama dari tatanan yang berlangsung hingga hari ini adalah tugas dakwah. Sesuai dengan sunah Rasulullah Muhammad ﷺ dan para sahabatnya, para Khalifah Tarekat Chishtiyyah sering dikirim ke daerah yang jauh, dimana mereka menetap dan melayani kebutuhan rohani umat di sana. Berbaur dengan orang-orang asli daerah tempat dakwahnya bahkan ada yang bermukim hingga menjadi penduduk daerah tersebut. Tidak jarang mereka menjadi panutuan di daerah-daerah dakwah mereka. Mereka berbagi harapan, ketakutan, sukacita dan kesulitan dengan penduduk setempat.
Sebagaimana tarekat lainnya, Chistiyyah juga mengajarkan wirid dan zikir tertentu. Tarekat ini juga menggunakan teknik khusus yang disebut pan-i anfas (pengendalian nafas) dengan pola duduk mirip postur Yogi.
Tarekat Chistiyyah berakar pada tradisi Sunni dan menganut mazhab Hanafi
Menurut tradisi Chistiyyah, setiap nafas memiliki hubungan tertentu dengan maqam-maqam ruhani. Seorang sufi sejati di tarekat ini sanggup membaca dzikir tertentu dengan hanya satu nafas. Bagi yg sudah memiliki maqam tinggi, kemampuan mereka menahan nafas sangat luar biasa. Konon beberapa mursyid Chistiyyah mampu membaca kalimat tahlil 101 kali dalam satu nafas saja.
Tarekat Chistiyyah berakar pada tradisi Sunni dan menganut mazhab Hanafi. Pengaruh ajaran wahdat al-wujud Ibn Arabi baru masuk ke tarekat ini setelah era Khawajah Muinuddin al-Hasan. Para mursyid Chistiyyah banyak yang berjuang keras untuk berdakwah di dunia yang didominasi oleh ajaran Hindu, bahkan salah satu mursyidnya, Khawajah Bandah Nawaz Gisu daraz mempelajari bahasa Sanskrit agar mampu melakukan debat dengan para Brahmana.
Peran politik sufi-sufi Chistiyyah juga tak bisa diremehkan. Para penguasa Mughal, mulai dari Sutan Akbar, bahkan sampai abad 18 M, dipengaruhi oleh para sufi Chistiyyah. Sebagian karena para sufi inilah, maka kolonialisme dan modernisme,westernisasi, dan bahkan salafi-wahhabi tidak mampu meredam perkembangan Tasawuf di India dan sekitarnya.
Barangkali ada yang pernah liat...
Terus lupa siapa yg jual 😁
💥Yes..I'm here 😃
⇩⇩⇩
Silakan Klik:
Posting Komentar