A. Hakikat Rabithah (Ikatan Jiwa)
Rabithah
merupakan ajaran dalam thariqah Islam, bertujuan supaya menggantikan
gambaran-gambaran dan ikatan-ikatan diatas dengan menggambarkan dan
mengikatkan jiwa kepada orang yang menjadi wali Allah dari mursyid
pembimbing ibadahnya. Murid membayangkan bahwa mursyid selalu bersamanya
dimanapun dan kapanpun. Maka rabithah adalah kebersamaan hati dengan orang yang shadiq (benar iman, islam dan ihsannya), selain kebersamaan fisik. Sebagimana yang diperintahkan Allah dalam QS. Al-Taubah: 119.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar
.
Rabithah merupakan etika batin terpenting dan bagian dari wasilah yang haq kepada Allah dalam meraih ketaqwaan kepada-Nya, Allah SWT tegaskan dalam QS. Al-Maidah ayat 35, Allah berfirman :
يَااَيُّهَااَّلذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوااللهَ وَابْتَغُوْا إِلَيْهِ اْلوَسِيْلَةَ
Wahai orang-orang yang beriman taqwalah kalian kepada Allah, dan carilah (wasilah/perantara).
Wasilah dalam ayat diatas tidak dimaknai ibadah, atau amal shaleh karena keduanya telah masuk kepada perintah taqwallah, dimana ibadah dan amal shaleh bagian dari taqwa. Wasilah adalah perantara atau penghubung antara hamba dengan Allah. karena rabithah bagian dari wasilah maka rabithah tidak akan terwujud tanpa ada hubungan dan kecintaan.
Sosok yang layak untuk dijadikan wasilah dalam rabithah
adalah para Nabi dan para rasul termasuk para wali Allah yang
membimbing umat (Wali Mursyid), karena mereka adalah pewaris para Nabi
dan khalifah rasulillah setiap zamannya. Dengan melihat kepada mereka
dan membayangkan sosoknya dapat menjadikan murid ingat kepada Allah SWT.
قَالَ: الَّذِيْنَ إِذَا رُؤُوْا ذُكِرَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: مَنْ أَوْلِيَاءُ اللهِ
Dari
Abu Sa’id al-Khudri RA, berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam pernah ditanya: “Siapakah para wali Allah?” Beliau menjawab:
“Yaitu orang-orang yang apabila dilihat, maka orang yang melihatnya akan
ingat kepada Allah.
Murid yang selalu rabithah kepada mursyidnya -sebagaimana Sahabat selau rabithah kepada Rasulillah Saw akan mencapai wushul ilallah
dalam makna hati murid selalu tersambung kepada mengingat Allah,
tersambung kepada perintah-perinta-Nya, dan melindungi serta meninggikan
agama-Nya. Maka rabithah merupakan sebab terbesar al-wushul setelah murid istiqamah berpegang teguh kepada Al-Qur`an dan Al-Hadis.
B. Dalil-Dalil Rabithah
Beberapa dalil dari al-Qur`an dan al-Hadis, juga atsar Sahabat, yang menjadi landasan rabithah, diantaranya:
1. Surah Yusuf ayat 24 :
وَلَقَدْ
هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلَا أَنْ رَأَى بُرْهَانَ رَبِّهِ
كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ
عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
“Sesungguhnya
wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan
Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya.
Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan
kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang
terpilih”.
Telah datang berita dalam tafsir Thabariy,
dari Ibn Abbas: “Nabi Yusuf melihat rupa atau perumpaan wajah ayahnya
Nabi Ya’qub sambil menggigit jari-jari tangan Nabi Yusuf maka keluarlah
syahwat biologisnya dari jari-jarinya. Berkata
imam al-Baghawiy dalam tafsirnya: telah berkata Qatadah dan kebanyakan
mufasir: “Sesunguhnya Yusuf melihat rupa ayahnya, dan ia berkata
kepadanya: “Wahai Yusuf engkau akan melakukan perbuatan sufaha (orang-orang bodoh). Sedangkan engkau tertulis dalam daftar para Nabi”.
Dalam
riwayat yang lain, berkata al-Hasan, Sa’id bin Jubai, Mujahid, Ikrimah,
dan al-Dlahak: “Terbelah atap rumah maka Yusuf melihat ayahnya sambil
menggigit ibu jarinya”.
Dengan keterangan ini ahli thariqah menjadikan
dalil bahwa hubungan yang benar antara murid dan syaikh akan melahirkan
faidah-faidah dan hasil yang terpuji.
Syaikh
Akbar Muhammad Fathurrahman menjelaskan: “Rupa dari Ya’qub ini
hakikatnya cahaya Allah yang digambarkan wajah ayahnya sebagai sosok
ayah biologis plus ayah ruhani Yusuf, yang selalu mendo’akan keselamatan
lahir batin Nabi Yusuf, dan Yusuf-pun begitu cinta dan selalu
membayangan sosok ayahnya sebagai Nabi Allah”.
2. Hadis Nabi Saw:
عن
ابن عباس – رضي الله عنهما - قال: قيل: يا رسول الله, أيُّ جلسائنا خيرٌ.
قال: » من ذكَّركم الله رؤيته, وزاد في علمكم منطقه, ذكَّركم بالآخرة عملُه
« [رواه أبو يعلى, ورواته رواة الصحيح إلا مبارك ابن حسَّان].
Dari Ibnu Abbas semoga Allah meridhoi keduanya,
dia berkata: 'Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah di tanya;
'Ya Rasulallah, siapakah teman duduk yang paling baik? Beliau menjawab:
"Orang yang ketika kamu melihatnya membuatmu teringat Allah, dan apabila
kamu mendengar perkataannya akan membuatmu bersemangat untuk menambah
amal kebaikan , dan orang yang amalannya
membuatmu mengingat akhirat". (HR Abu Ya'la dan para perawinya semuanya
shahih selain Mubarak bin Hasaan).
3. Surah al-Taubah: 119.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. (QS. Al-Taubah: 119)
Dalam kitab Rasyahat ‘ainul hayah dalam menafsirkan ayat diatas bahwa kebersamaan dengan shadiqin ini terbagi dua: kebersamaan hissi
dengan selalu menyertai dan searah dengan mereka, juga kebersamaan
ma’nawiyyah yaitu dalam rabithah murid kepada syaikh mursyidnya dengan
tersambungnya sir (rasa batin) murid dengan sir guru.
4. Hadis Nabi Saw:
كن مع الله وان لم تكن مع الله فكن مع من كان مع الله فانه يوصلك الى الله
“Hendaklah
kamu bersama Allah, dan kalau tidak bersama Allah, hendaklah kamu
bersama orang yang bersama Allah karena sesungguhnya orang itulah yang
akan menyampaikan kamu kepada Allah”. (HR. Abu Daud).
5. Hadis Nabi Saw:
عَنْ
أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ
صلى الله عليه وسلم: مَنْ أَوْلِيَاءُ اللهِ قَالَ: الَّذِيْنَ إِذَا
رُؤُوْا ذُكِرَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ
Dari
Abu Sa’id al-Khudri RA, berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam pernah ditanya: “Siapakah para wali Allah?” Beliau menjawab:
“Yaitu orang-orang yang apabila dilihat, maka orang yang melihatnya akan
ingat kepada Allah.
Rabithah kepada para wali Allah yang mendapatkan tugas membimbing umat yang disebut wali mursyid, dapat menyambungkan hati kepada Allah.
عن
أسماء بنت يزيد، أنها سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: «
ألا أنبئكم بخياركم؟ قالوا: بلى يا رسول الله! قال: خياركم الذين إذا
رءوا ذكر الله عز وجل»
“Dari
Asma binti Yazid, bahwa ia telah mendengar Rasulullah, Saw bersabda:
“Ingatlah aku memberitakan kepada kalian dengan sebaik-baiknya kalian”?
mereka berkata: “baik ya Rasulullah”, Nabi Saw bersabda: “Sebaik-baik
kalian adalah orang-orang yang apabila dilihat maka menjadi ingat kepada
Allah”. (Hilyatul Auliya).
Berkata penulis kitab Hilyah al-Auliya
: “rabithah dalam makna hadis diatas adalah “melihat”, karena hakikat
melihat adalah wujudnya rupa yang dilihat dalam hayalan dan pikiran”.
6. Dalam kitab syarah al-Syama`il dan Fathul bari, karya Ibn Hajar, terdapat cerita dari Ibn Abbas:
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ أَوْ غَيْرِهِ أَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّ - صَلَّىاللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فِي النَّوْمِ فَبَقِيَ بَعْدَ أَنِ اسْتَيْقَظَ
مُتَفَكِّرًا فِي هَذَا الْحَدِيثِ فَدَخَلَ عَلَى بَعْضِ أُمَّهَاتِ
الْمُؤْمِنِينَ ، وَلَعَلَّهَا خَالَتُهُ مَيْمُونَةُ، فَأَخْرَجَتْ لَهُ
الْمِرْآةَ الَّتِي كَانَتْ لِلنَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ - فَنَظَرَ فِيهَا فَرَأَى صُورَةَ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - وَلَمْ يَرَ صُورَةَ نَفْسِهِ ، وَنُقِلَ عَنْ
جَمَاعَةٍ مِنَ الصَّالِحِينَ أَنَّهُمْ رَأَوُاالنَّبِي َّ - صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –
Al Imam Ibn Hajar Al Asqalany di dalam kitabnya Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari
mencantumkan satu riwayat dari ibnu abbas, dari ibnu jamrah, mengingat
bahwa salah satu istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
ummulmu'minin maimunah binti harits, radhiyallahu anhu, ketika didatangi
oleh salah seorang sahabat yang ingin melihat wajah nabi”, berkatalah
ummul mu’minin ra: “apakah engkau ingin melihat wajah Rasulullah?”,
sahabat itu berkata: “iya, wahai ummul mu’minin”, maka ummul mu’minin
mengeluarkan sebuah cermin kecil dan di cermin itu tergambarkan wajah
wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Cermin itu ketika dipakai
bercermin oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka cermin itu
tidak mau lagi memunculkan wajah yang lainnya kecuali wajah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam maka cermin itu tidak mau menangkap pemandangan yang lain selain wajah nabi Muhammad shallallahu‘alaihi wasallam,
ummul mu’minin berkata: “ Jika aku merindukan Rasulullah maka aku buka
cermin ini dan aku melihat wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
”
Adapula
berita bahwa S. Abu Bakar mengadu kepada Nabi Saw karena hayalan dari
rupa Nabi Saw, selalu ada pada pikiran Abu Bakar tidak terpisah
sekejap-pun, bahkan ketika ia ada di WC.
ذكر
البخاري أن سيدنا أبا بكر الصديق رضي الله عنه شكى للنبي صلى الله عليه
وسلم عدم انفكاك خيال وصورة المصطفى صلى الله عليه وسلم حتى في بيت الخلاء
7. Surah Ali Imran : 190
الَّذِينَ
يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ
وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا
خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“(yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
neraka”. (QS. Ali ‘Imran: 190).
Allah
SWT, memuji mereka yang selalu berzikir dan mentafakuri makhluk-makhluk
Allah sehingga menjadi media mengingat Allah, demikian pula rabithah memikirkan, menghayalkan wajah atau ahwal, sepak terjang para Nabi dan juga wali mursyid dapat menghantarkan hati mengingat Allah. maka rabithah bagian dari ibadah yang disanjung oleh Allah.
Sebagian muslim yang tidak sampai ilmunya kepada hakikat rabithah berpendapat syirik, rabithah
kepada mursyid. Apakah orang yang memikirkan anak istrinya atau
perkerjaannya serta mencintai mereka adalah berbuat syirik pula.
Memikirkan makhluk apabila menjadi media hati zikir kepada Allah adalah
wasilah yang haq dan merupakan ibadah batiniah. Berdasarkan kepada QS.
Ali ‘Imran: 190. Bahkan mencintai sesuatu karena Allah SWT, dijalan-Nya
adalah dibenarkan Allah SWT dalam hadis qudsiy:
إذا تحاب اثنان في الله كان أحبهما إلى الله أكثرهما حباً لصاحبه
“Apabila
saling mencintai dua orang dijalan Allah maka yang paling dicintai
Allah dari keduanya adalah yang paling banyak diantara keduanya dalam
mencintai sahabatnya”.
Rabithah
dalam shalat dengan mengingat atau membayangkan orang-orang yang diberi
anugrah para Nabi dan Shiddiqin (para wali Mursyid), dianjurkan dalam
rangka menghayati ayat ke 6 & 7 surah al-fatihah.
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
“Tunjukilah
kami (dalam seluruh langkah-langkah ibadah dan hidup kami) kepada jalan
yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang Engkau anugerahi nikmat
kepada mereka (para Nabi, Shiddiqin, Syuhada dan Shalihin)”.
Demikian ketika tasyahud dalam shalat maka dianjurkan rabithah ketika membaca kalimah asslamu’alaika ayyuha al-nabiyyu maka qalbu kita membayangkan wajah Nabi Saw atau sifat dan akhlaknya yang agung . Demikian ketika membaca kalimah wa ‘ala ‘ibadillah al-shalihin maka terbayanglah wajah orang-orang shaleh, dari kalangan para Nabi, para wali, syuhada.
Lihat dalam adlwa al-bayan, juz 2 hlm. 212. Telah mengeluarkan atsar
Ibn Jarir, Ibn Abi Hatim, dan Abu al-Syaikh, demikian al-Hakim dan
menshahihkannya, dari Ibn Abbas: dalam menafsirkan ayat “andaiata dia
tidak melihat tanda dari Tuhannya”, ia berkata : “Yususf melihat rupa
ayahnya Ya’qub ditengah rumah sambil menggigit ibu jarinya”.
العجاوني في كشف الخفاء رقم 1098, ص 407. وقال الطبراني خرجه الجندي والعهدة عليه. فقال ابي بكر ( رضي الله عنه) أحب من الدنيا ثلاث الجلوس بين يديك – والنظر اليك – وأنفاق مالي عليك . رواه
ما
تحاب رجلان في الله إلا كان أحبهما إلى الله عز وجل أشدهما حبا لصاحبه ] .
( صحيح ) _ وللحديث شاهد صحيح بلفظ ما من رجلين تحابا . . . . وسيأتي
تخريجه برقم 3273 . ( تنبيه ) _ جميع روايات الحديث بلفظ رجلان وأما
الغزالي فذكره في الإحياء بلفظ اثنان . ولم أجده في شيء من هذه الروايات
Artikel
Sebelumnya:
Video :
Silakan
klik:
Lengkapi Kebutuhan
Anda
Posting Komentar