CATATAN HARI KE DUAPULUH SEMBILAN RAMADHAN : Menjadi Manusia
Cerdas Usai Ramadhan
@ Cahyadi Takariawan
Ketika memasuki kampung asing tersebut, sang musafir
menjumpai warga tengah berkumpul di sebuah tanah lapang. Rupanya mereka tengah
mengadakan musyawarah adat, untuk memilih seseorang yang akan dijadikan Kepala
Kampung.
Namun anehnya, seluruh warga tidak ada yang bersedia menjadi
Kepala Kampung, pemimpin tertinggi di kampung tersebut.
Mereka saling menunjuk, namun semua yang ditunjuk selalu
menolak. Hingga akhirnya mereka gagal mendapatkan Kepala Kampung.
Terdorong rasa penasaran dan ingin tahu, sang musafir
bertanya kepada salah seorang warga sebab apa mereka tidak ada yang bersedia
menjadi kepala kampung. Rupanya, ada peraturan kampung yang sangat menakutkan
bagi seluruh warganya.
Peraturan itu menyatakan, bahwa siapapun yang menjadi Kepala
Kampung, tatkala sudah selesai menjabat selama sepuluh tahun, akan langsung
diasingkan ke sebuah lahan gersang nan jauh dan terpencil.
Tempat pengasingan ini sangat mengerikan, karena berisi
binatang buas serta berbisa yang sangat cepat mematikan manusia.
Selama ini, tidak ada satupun mantan Kepala Kampung yang
bisa selamat tinggal di tempat pengasingan tersebut. Mereka semua binasa dengan
kondisi tubuh yang mengerikan. Melihat kondisi tempat pengasingan dan kisah
sedih seluruh mantan Kepala Kampung itu, tidak ada lagi warga yang bersedia
menjadi Kepala Kampung, walau digaji sangat tinggi dan mendapatkan fasilitas
sangat mewah.
Setelah mendengar penjelasan tersebut, sang musafir berpikir
sejenak. Lalu ia bertanya, bolehkah seorang musafir seperti dirinya mencalonkan
diri menjadi Kepala Kampung itu?
Karena memang tidak ada satupun warga bersedia menjadi
Kepala Kampung, maka mereka mereka dengan senang hati bercampur heran bisa
menerima tawaran sang musafir. Akhirnya sang musafir langsung ditetapkan dan
dilantik menjadi Kepala Kampung.
Sebagian warga kampung mengejek dan melecehkan sang musafir,
serta menganggapnya bodoh. Mereka beranggapan musafir ini belum tahu apa yang
akan dihadapi kelak ketika usai menjalankan amanah kepemimpinan di kampung.
Namun ternyata dugaan warga itu meleset, sang musafir ternya
orang yang sangat cerdas.
Setelah dirinya ditetapkan sebagai Kepala Kampung ia segera
membuat rencana kerja selama sepuluh tahun dan segera menjalankan rencana
tersebut dengan bersungguh-sungguh.
Pada tahun pertama dan kedua kepemimpinannya, ia bekerja
keras untuk mengumpulkan dana sebanyak-banyaknya, serta berusaha menjalin
hubungan baik dengan semua pihak agar bisa mendukung programnya.
Bersyukur ia berhasil melakukan rencana dua tahun tersebut.
Terkumpullah dana yang banyak, serta terjalin hubungan
positif dengan semua kalangan. Kepemimpinanya disukai banyak orang sehingga
seluruh kalangan warga bisa mendukungnya.
Tahun ketiga ia membuat proyek pembuatan jalan pintas menuju
lahan tandus tempat pembuangannya kelak ketika sudah selesai menjadi Kepala
Kampung.
Bersyukur, proyek inipun berhasil berkat dana yang
dikumpulkan dan dukungan semua kalangan warga masyarakat.
Karena ada akses jalan yang bagus, lahan tandus itu kini
bukan lagi tempat terpencil serta terasing.
Tahun keempat ia mengajak warga bekerja bakti membersihkan
tempat pembuangannya dari binatang buas. Akhirnya binatang buas berhasil
disingkirkan atau dibasmi. Lahan tandus itu kini bersih dari binatang buas.
Tahun kelima ia membuat proyek pengaliran air sungai menuju
lahan tandus itu. Walau susah payah, namun ia berhasil membuat aliran air
sungai bisa mengaliri lahan tandus tersebut.
Kini lahan itu tidak lagi tandus. Bahkan berubah menjadi
lahan yang siap ditanami aneka pepohonan.
Tahun keenam ia membuat proyek penanaman aneka tumbuhan dan
pepohonan, sejak dari tanaman bahan makanan, buah-buahan, sayur-sayuran,
rempah-rempah, obat-obatan, hingga tanaman hias serta bunga-bunga.
Proyek tahun keenam ini pun berhasil dengan baik. Lahan itu
mulai tampak menghijau dengan aneka tanaman produktif ada di dalamnya.
Tahun ketujuh ia membuat proyek pembangunan gedung-gedung
megah tempat hunian, sentra kegiatan, pusat perbelanjaan, pusat kebugaran dan
kesehatan, serta aneka taman yang indah.
Seiring berjalannya waktu, aneka jenis tanaman sudah mulai
membesar dan bahkan mulai memproduksi hasil berupa makanan, sayuran,
buah-buahan dan bunga aneka warna.
Tahun kedelapan, ia membuat istana yang indah untuk tempat
istirahatnya kelak saat selesai menjabat. Istana yang dikelilingi danau buatan
yang indah, diselingi taman-taman bunga serta kebun yang indah.
Proyek inipun berhasil. Istana megah berhasil ia ciptakan
dengan dukungan semua pihak.
Tahun kesembilan ia penuhi kota dengan berbagai fasilitas
untuk kemudahan kehidupan. Semua serba ada, dan menjadi kota paling canggih dan
paling indah yang ada pada zaman itu.
Kini lahan tandus tempat pembuangan para mantan Kepala
Kampung sudah berubah total menjadi kota yang indah, megah, lengkap, dengan
istana yang mewah.
Memasuki tahun kesepuluh, tahun terakhir dari pengabdiannya
menjadi Kepala Kampung, ia sudah tidak sabar lagi untuk segera pensiun dan
menempati tempat pembuangannya yang berupa istana di tengah kota megah.
Tempat pembuangan itu bahkan jauh lebih megah dan lebih
indah dari kampung yang dihuninya selama ini. Ia segera ingin menempatinya.
Akhir tahun kesepuluh, ia turun dari jabatannya sebagai
Kepala Kampung. Semua warga memuji kebaikan dan kecerdasannya. Mereka
berondong-bondong menghantarkan sang mantan Kepala Kampung menuju istana di
tengah kota yang sangat megah.
Maka ia tinggal di istananya dengan sepenuh suka cita. Kerja
keras yang ia lakukan selama sepuluh tahun tidak sia-sia. Kini ia menikmati
hasil akhir yang bahagia.
Demikianlah gambaran kehidupan dunia dengan akhirat. Musafir
yang cerdas itu bekerja keras di dunia, guna mempersiapkan hari akhir yang
indah dan menyenangkan.
Banyak orang cemas dan takut kematian, karena tempat
pembuangannya masih dipenuhi binatang buas yang sangat mengerikan. Mereka takut
untuk mendekati tempat persinggahan akhir, karena tidak pernah berusaha untuk
menyiapkan tempat persinggahan yang indah dan menyenangkan.
Namun jika kita sungguh-sungguh bertaqwa kepada Allah
sepanjang hidup di dunia, maka itulah sebaik-baik bekal untuk memperbaiki
tempat persinggahan akhir kita kelak. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
menyatakan :
“Berbekallah, dan sebaik-baik bekal adalah taqwa” (QS Al
Baqarah [02] : 197).
Orang bertaqwa adalah orang yang cerdas, karena ia tidak
hanya berpikir sesaat, tidak hanya mengurus dunia saja, namun ia berpikir jauh
ke depan, hingga ke akhirat yang kekal abadi.
Ibarat musafir yang mempersiapkan tempat pembuangannya,
akhirnya ia justru merindukan tempat akhir itu. Bahkan ia merasa sangat asing
tinggal di kampung yang dipimpinnya, karena berharap segera menempati tempat
persinggahan akhir yang sangat indah.
Itulah gambaran orang bertaqwa. Ramadhan telah membentuk
ketaqwaan kita, maka akan meningkat pula kecerdasan dan kesungguhan kita.
Selamat menikmati ibadah pada penghujung Ramadhan 1438 H.
Semoga kita semua menjadi manusia cerdas yang selalu bekerja untuk menyiapkan
istana di surga kelak. Aamiin.
Masjid Al Huda Potorono 29 Ramadhan 1438 H.
Sebelumnya:
Silakan klik:
Lengkapi Kebutuhan Anda
Posting Komentar