Sabtu, 24 Juni 2017

Home » » CATATAN HARI KE DUAPULUH SEMBILAN RAMADHAN : Menjadi Manusia Cerdas Usai Ramadhan

CATATAN HARI KE DUAPULUH SEMBILAN RAMADHAN : Menjadi Manusia Cerdas Usai Ramadhan



CATATAN HARI KE DUAPULUH SEMBILAN RAMADHAN : Menjadi Manusia Cerdas Usai Ramadhan

@ Cahyadi Takariawan


  
Mafaza-Online | Alkisah, pada suatu hari, seorang musafir tengah melintas di sebuah perkampungan yang terpencil dan jauh dari keramaian kota.

Ketika memasuki kampung asing tersebut, sang musafir menjumpai warga tengah berkumpul di sebuah tanah lapang. Rupanya mereka tengah mengadakan musyawarah adat, untuk memilih seseorang yang akan dijadikan Kepala Kampung.

Namun anehnya, seluruh warga tidak ada yang bersedia menjadi Kepala Kampung, pemimpin tertinggi di kampung tersebut.

Mereka saling menunjuk, namun semua yang ditunjuk selalu menolak. Hingga akhirnya mereka gagal mendapatkan Kepala Kampung.

Terdorong rasa penasaran dan ingin tahu, sang musafir bertanya kepada salah seorang warga sebab apa mereka tidak ada yang bersedia menjadi kepala kampung. Rupanya, ada peraturan kampung yang sangat menakutkan bagi seluruh warganya.

Peraturan itu menyatakan, bahwa siapapun yang menjadi Kepala Kampung, tatkala sudah selesai menjabat selama sepuluh tahun, akan langsung diasingkan ke sebuah lahan gersang nan jauh dan terpencil.

Tempat pengasingan ini sangat mengerikan, karena berisi binatang buas serta berbisa yang sangat cepat mematikan manusia.

Selama ini, tidak ada satupun mantan Kepala Kampung yang bisa selamat tinggal di tempat pengasingan tersebut. Mereka semua binasa dengan kondisi tubuh yang mengerikan. Melihat kondisi tempat pengasingan dan kisah sedih seluruh mantan Kepala Kampung itu, tidak ada lagi warga yang bersedia menjadi Kepala Kampung, walau digaji sangat tinggi dan mendapatkan fasilitas sangat mewah.

Setelah mendengar penjelasan tersebut, sang musafir berpikir sejenak. Lalu ia bertanya, bolehkah seorang musafir seperti dirinya mencalonkan diri menjadi Kepala Kampung itu?

Karena memang tidak ada satupun warga bersedia menjadi Kepala Kampung, maka mereka mereka dengan senang hati bercampur heran bisa menerima tawaran sang musafir. Akhirnya sang musafir langsung ditetapkan dan dilantik menjadi Kepala Kampung.

Sebagian warga kampung mengejek dan melecehkan sang musafir, serta menganggapnya bodoh. Mereka beranggapan musafir ini belum tahu apa yang akan dihadapi kelak ketika usai menjalankan amanah kepemimpinan di kampung.

Namun ternyata dugaan warga itu meleset, sang musafir ternya orang yang sangat cerdas.

Setelah dirinya ditetapkan sebagai Kepala Kampung ia segera membuat rencana kerja selama sepuluh tahun dan segera menjalankan rencana tersebut dengan bersungguh-sungguh.

Pada tahun pertama dan kedua kepemimpinannya, ia bekerja keras untuk mengumpulkan dana sebanyak-banyaknya, serta berusaha menjalin hubungan baik dengan semua pihak agar bisa mendukung programnya.

Bersyukur ia berhasil melakukan rencana dua tahun tersebut.

Terkumpullah dana yang banyak, serta terjalin hubungan positif dengan semua kalangan. Kepemimpinanya disukai banyak orang sehingga seluruh kalangan warga bisa mendukungnya.

Tahun ketiga ia membuat proyek pembuatan jalan pintas menuju lahan tandus tempat pembuangannya kelak ketika sudah selesai menjadi Kepala Kampung.

Bersyukur, proyek inipun berhasil berkat dana yang dikumpulkan dan dukungan semua kalangan warga masyarakat.

Karena ada akses jalan yang bagus, lahan tandus itu kini bukan lagi tempat terpencil serta terasing.

Tahun keempat ia mengajak warga bekerja bakti membersihkan tempat pembuangannya dari binatang buas. Akhirnya binatang buas berhasil disingkirkan atau dibasmi. Lahan tandus itu kini bersih dari binatang buas.

Tahun kelima ia membuat proyek pengaliran air sungai menuju lahan tandus itu. Walau susah payah, namun ia berhasil membuat aliran air sungai bisa mengaliri lahan tandus tersebut.

Kini lahan itu tidak lagi tandus. Bahkan berubah menjadi lahan yang siap ditanami aneka pepohonan.

Tahun keenam ia membuat proyek penanaman aneka tumbuhan dan pepohonan, sejak dari tanaman bahan makanan, buah-buahan, sayur-sayuran, rempah-rempah, obat-obatan, hingga tanaman hias serta bunga-bunga.

Proyek tahun keenam ini pun berhasil dengan baik. Lahan itu mulai tampak menghijau dengan aneka tanaman produktif ada di dalamnya.

Tahun ketujuh ia membuat proyek pembangunan gedung-gedung megah tempat hunian, sentra kegiatan, pusat perbelanjaan, pusat kebugaran dan kesehatan, serta aneka taman yang indah.

Seiring berjalannya waktu, aneka jenis tanaman sudah mulai membesar dan bahkan mulai memproduksi hasil berupa makanan, sayuran, buah-buahan dan bunga aneka warna.

Tahun kedelapan, ia membuat istana yang indah untuk tempat istirahatnya kelak saat selesai menjabat. Istana yang dikelilingi danau buatan yang indah, diselingi taman-taman bunga serta kebun yang indah.

Proyek inipun berhasil. Istana megah berhasil ia ciptakan dengan dukungan semua pihak.

Tahun kesembilan ia penuhi kota dengan berbagai fasilitas untuk kemudahan kehidupan. Semua serba ada, dan menjadi kota paling canggih dan paling indah yang ada pada zaman itu.

Kini lahan tandus tempat pembuangan para mantan Kepala Kampung sudah berubah total menjadi kota yang indah, megah, lengkap, dengan istana yang mewah.

Memasuki tahun kesepuluh, tahun terakhir dari pengabdiannya menjadi Kepala Kampung, ia sudah tidak sabar lagi untuk segera pensiun dan menempati tempat pembuangannya yang berupa istana di tengah kota megah.

Tempat pembuangan itu bahkan jauh lebih megah dan lebih indah dari kampung yang dihuninya selama ini. Ia segera ingin menempatinya.

Akhir tahun kesepuluh, ia turun dari jabatannya sebagai Kepala Kampung. Semua warga memuji kebaikan dan kecerdasannya. Mereka berondong-bondong menghantarkan sang mantan Kepala Kampung menuju istana di tengah kota yang sangat megah.

Maka ia tinggal di istananya dengan sepenuh suka cita. Kerja keras yang ia lakukan selama sepuluh tahun tidak sia-sia. Kini ia menikmati hasil akhir yang bahagia.

Demikianlah gambaran kehidupan dunia dengan akhirat. Musafir yang cerdas itu bekerja keras di dunia, guna mempersiapkan hari akhir yang indah dan menyenangkan.

Banyak orang cemas dan takut kematian, karena tempat pembuangannya masih dipenuhi binatang buas yang sangat mengerikan. Mereka takut untuk mendekati tempat persinggahan akhir, karena tidak pernah berusaha untuk menyiapkan tempat persinggahan yang indah dan menyenangkan.

Namun jika kita sungguh-sungguh bertaqwa kepada Allah sepanjang hidup di dunia, maka itulah sebaik-baik bekal untuk memperbaiki tempat persinggahan akhir kita kelak. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyatakan :

“Berbekallah, dan sebaik-baik bekal adalah taqwa” (QS Al Baqarah [02] : 197).

Orang bertaqwa adalah orang yang cerdas, karena ia tidak hanya berpikir sesaat, tidak hanya mengurus dunia saja, namun ia berpikir jauh ke depan, hingga ke akhirat yang kekal abadi.

Ibarat musafir yang mempersiapkan tempat pembuangannya, akhirnya ia justru merindukan tempat akhir itu. Bahkan ia merasa sangat asing tinggal di kampung yang dipimpinnya, karena berharap segera menempati tempat persinggahan akhir yang sangat indah.

Itulah gambaran orang bertaqwa. Ramadhan telah membentuk ketaqwaan kita, maka akan meningkat pula kecerdasan dan kesungguhan kita.

Selamat menikmati ibadah pada penghujung Ramadhan 1438 H. Semoga kita semua menjadi manusia cerdas yang selalu bekerja untuk menyiapkan istana di surga kelak. Aamiin.


Masjid Al Huda Potorono 29 Ramadhan 1438 H.

Sebelumnya: 


Silakan klik:
                                                         Lengkapi Kebutuhan Anda

Share this article :

Posting Komentar