Pemerintah akan menelusuri kepemilikan aset para wajib pajak di luar negeri yang selama ini belum dilaporkan secara resmi
Presiden Joko Widodo (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf) |
"Sebelum Panama Paper, saya sudah punya satu bendel nama-nama yang nyimpen di Swiss, nyimpen di Singapura, saya tahu," kata Presiden Jokowi di hadapan gubernur seluruh Indonesia dan kepala daerah hasil Pilkada Serentak 2015 di Istana Negara Jakarta, Jumat.
Presiden menyebutkan beredarnya dokumen Panama Paper menunjukkan sudah semakin terbukanya dunia saat ini.
"Nanti akan dibuka total, inilah dunia keterbukaan yang mau tidak mau harus kita hadapi. Kita harus mempersiapkan dan memperbaiki diri kata Jokowi.
Ia menyebutkan sebagai bangsa besar, Indonesia harus sadar sudah masuk integrasi antarwilayah yang jika satu negara guncang maka Indonesia akan terkena imbasnya.
"Kalau mereka masuk angin, maka kita akan kena imbasnya," katanya.
Jokowi menyebutkan Indonesia sudah masuk ke Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan sebentar lagi tidak bisa menolak adanya skema serupa di kalangan Uni Eropa, Amerika Serikat, China dan lainnya.
"Mau tidak mau kita harus siap, kalau tidak gabung produk kita kena pajak 15-20 persen," katanya.
Presiden menyebutkan sebentar lagi juga ada keterbukaan di sektor perbankan. "Simpanan siapa pun yang ada di bank akan dibuka semua, meskipun ini keduluan Panama Paper," kata Jokowi.
Sebelumnya, beredar hasil laporan investigasi firma hukum asal Panama, Mossack Fonseca yang di dalamnya terdapat dokumen berisi data perusahaan bayangan di yurisdiksi bebas pajak (offshore) yang dimanfaatkan untuk menghindari pajak.
Isi dokumen itu mengungkapkan jejaring korupsi dan kejahatan pajak para kepala negara, agen rahasia, pesohor, sampai buronan disembunyikan di negara bebas pajak.
Terdapat ribuan nama perseorangan dan perusahaan di Indonesia yang terindikasi ada di dokumen tersebut.
Pada Selasa (5/4), Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memastikan data yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk menilai aset para wajib pajak di luar negeri bukan berasal dari laporan dokumen Panama.
"Saya tekankan bahwa data sementara yang kita miliki itu tidak berasal dari sana," kata Bambang saat ditemui di Kantor Pusat DJP Jakarta, Selasa (5/4).
“Sebelum Panama Paper, saya sudah punya satu bendel nama-nama yang nyimpen di Swiss, nyimpen di Singapura, saya tahu”
Bambang menjelaskan data milik DJP berasal dari data resmi otoritas pajak dari negara-negara G20, namun tidak menutup kemungkinan pemerintah menggunakan informasi dari dokumen Panama sebagai data pembanding.
"Tentunya data ini akan kita kaji, kita akan melihat apakah valid, kemudian kita juga cek konsistensinya dengan data yang kita miliki," ujarnya.
Bambang mengatakan pemerintah akan menelusuri kepemilikan aset para wajib pajak di luar negeri yang selama ini belum dilaporkan secara resmi, untuk mencari potensi penerimaan pajak dan sebagai bagian dari persiapan kebijakan pengampunan pajak.
"Kita ingin menelusuri aset milik orang Indonesia, apakah itu dalam bentuk uang, apakah dalam bentuk aset tetap yang belum pernah dilaporkan dalam SPT. Itu inti yang menjadi fokus dari DJP tahun ini," ungkapnya.
ANTARA News
Silakan klik:
Lengkapi
Kebutuhan Anda
Posting Komentar