"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada
dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS. Luqman [31]:
14 )
Oleh: Eka Safitri
Deputi Kajian Perempuan, Anak dan Keluarga Bidang Perempuan dan
Ketahan Keluarga (BPKK) PKS DKI Jakarta
Jika ditanya sosok perempuan seperti apakah yang menjadi dambaan dalam menjalani hidup ini, maka bisa dipastikan sumbernya atau referensinya adalah televisi, koran, majalah, dan lain-lain. Hasilnya adalah perempuan dambaan itu hanyalah perempuan-perempuan yang sukses dalam kehidupan dunianya, mereka itu adalah para artis, selebiritis, entertainer, dan lain sebagainya.
Menjadi sangat wajar jika pemikiran umat seperti ini, karena yang diakrabi bukan Al-Qur'an atau petunjuk Rasulullah SAW berupa sunnahnya dan kehidupan salafussalih yang mulia. Karena wirid hariannya bukan lagi Al-Qur'an, namun perkembangan kehidupan ahluddunya lah yang selalu dipantau dan dinanti-nanti.Fa laa haula wa lla quwwata illa billah.
Disinilah pentingnya tulisan-tulisan
seperti ini, betapa pun kecil perannya, dibanding dengan derasnya arus sumber
informasi yang selalu menginformasikan kehidupan dunia dan perhiasannya. Namun
Allah Maha Tahu niat hamba-hamba-Nya yang selalu optimis dalam mengubah
kehidupan umat betapapun kecil daya dukungnya. Dengan keyakinan keberkahan dari
setiap amal yang diridhai Allah, maka insya Allah tulisan sederhana ini, mampu
memberi pencerahan kepada umat, agar menjadikan tokoh-tokoh perempuan dalam
Al-Quran lah yang harus menjadi panutan kehidupan yang sangat singkat ini, dan
mereka yang seharusnya menjadi dambaan dan panutan dalam kehidupan
ini.
Al-Quran Memuliakan Perempuan
Cukuplah seorang perempuan itu
menjadi seorang Ibu, maka dirinya adalah sosok manusia yang sangat
dimuliakan oleh Al-Qur'an dan Rasulullah SAW. Hal ini karena jasa dan perannya
yang spektakuler dalam membesarkan generasi yang Allah titipkan kepadanya
yang akan menjadi cikal bakal terbentuk suatu generasi yang salih menuju
peradaban, yang akan membahagiakan semua manusia. Semua tokoh-tokoh besar di
negeri ini dan di tempat lain, sungguh tidak terlepas dari peran wanita sebagai
seorang ibu.
Allah SWT berfirman : "Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.(QS. Luqman [31]: 14 )
Agar seorang ibu bersemangat
membesarkan generasi yang dilahirkan, maka seorang anak harus menghargai dan
menjunjung setinggi-tingginya ibu yang telah melahirkannya. Seorang bertanya
kepada Rasulullah saw, “Siapakah orang yang paling berhak mendapat perlakukan
yang sebaik-baiknya? Rasulullah saw menjawab; Ibumu, siapa lagi ya Rasulullah?
Ibumu. Siapa lagi Ya Rasulullah? Ibu mu”.
Begitulah Rasulullah menempatkan
posisi seorang ibu dalam kehidupan keluarga. Alangkah ruginya perempuan
muslimah yang tidak merasakan penghargaan ini dalam kehidupan
keluarganya, hanya karena kurang memahami konsep rabbani ini. Seorang
penyair Syauqi mengatakan, ”Ibu adalah bagaikan lembaga pendidikan, jika
dipersiapkan dengan baik, maka akan menghasilkan generasi yang berkualitas”.
Sepatutnya para ibu muslimah belajar
dari ibu Imam Syafiii, setelah melahirkan bayinya yang kelak menjadi ulama
besar bernama Imam Asya Syafii di Gaza Palestina. Beliau berjuang, menempuh
jarak yang jauh mengembara ke tanah suci Makkah, untuk menyiapkan lingkungan
yang lebih baik untuk putranya, agar tumbuh menjadi anak yang berkualitas,
setelah kurang lebih tujuh tahun, beliau pindah ke Al-Madinah, agar anaknya
menimba ilmu dari guru besarnya Imam Malik rahimahullah. Inilah peran minimal
seorang ibu untuk keluarga.
Namun jika seorang ibu muslimah
menjadikan ibu-ibu berprestasi besar menjadi acuan hidupnya, maka Al-Qur'an dan sirah Rasulullah saw-lah yang pantas
menjadi panduan hidup yang sangat visualis untuk diteladani dan diterjemahkan
dalam realita kehidupan. Dengan semangat dan kesungguhan yang besar, sejarah
akan terus berulang dalam kehidupan zaman ini. Namun jika kita membacanya
dengan penuh pesimis, alih-alih ingin menerapkannya, membaca dan mengkajinya
pun kita sudah merasa keberatan.
Baca Selanjutnya:
Posting Komentar