Minggu, 26 April 2015

Home » » Dibayangi Diabetes dan Hipertensi, 57 Persen Bocah Indonesia Malas Bergerak

Dibayangi Diabetes dan Hipertensi, 57 Persen Bocah Indonesia Malas Bergerak

Hasil riset SEANUTS menunjukkan sebesar 55,2 persen anak-anak Indonesia memiliki screen times melebihi ambang batas yang ditetapkan yaitu 2 jam per hari


Ilustrasi | Dok Thinkstock
Silakan klik:
Lengkapi Kebutuhan Anda
 

Mafaza-Online.Com | KELUARGA - Anak-anak usia 6 hingga 12 tahun adalah masa-masa yang penting bagi pertumbuhan mereka. Pertumbuhan yang baik, salah satunya dengan bergerak aktif, akan menghasilkan kesehatan tubuh yang baik di usia dewasa nanti.

Namun, hasil riset dari South East Asia Nutrition Survey (SEANUTS) menunjukkan hasil yang mengkhawatirkan. Lebih dari 57 persen anak-anak Indonesia usia 6 hingga 12 tahun tergolong anak yang tidak aktif secara fisik.

Riset yang dipaparkan oleh Heryudarini Harahap dari SEANUTS dan dikutip dari CNN dilakukan pada Januari hingga Desember 2011 dan sudah pernah dipublikasikan di British Medical Journal dan Jurnal Gizi Indonesia.

"Kurangnya aktivitas fisik ini berupa kurangnya jumlah gerak langkah mereka dan berlebihannya waktu yang dihabiskan di depan layar," kata Heryudarini Harahap di Cikini, Jakarta Pusat (23/4).
Sebanyak 62,2 persen anak laki-laki Indonesia dan 52,3 persen anak perempuan tergolong tidak aktif. Sebagian besar, 57,9 persen, berada di daerah perkotaan dan berasal dari golongan ekonomi menengah ke atas.

Waktu yang dihabiskan anak-anak di depan layar gawai, komputer, dan perangkat elektronik lainnya yang menyebabkan berkurangnya aktivitas fisik, atau yang disebut screen times pada anak-anak Indonesia juga tergolong tinggi.

"Semakin tinggi pendapatan orang tua, cenderung mendukung aktivitas fisik anak menjadi lemah," kata Heryudarini. "Ini menyebabkan peluang anak menjadi obesitas menjadi 3 kali lipat lebih besar ketimbang anak yang aktif."

Hasil riset SEANUTS menunjukkan sebesar 55,2 persen anak-anak Indonesia memiliki screen times melebihi ambang batas yang ditetapkan yaitu 2 jam per hari.

Pada kesempatan yang sama, Conny Tanjung dari Ikatan Dokter Anak Indonesia menyatakan minimnya aktifitas anak dapat menyebabkan penyakit degeneratif datang lebih cepat, seperti kegemukan, diabetes mellitus, dan hipertensi.

Sedangkan Sophia Hage, dari Kedokteran Olahraga FKUI menyampaikan meningkatkan aktifitas anak dapat dilakukan dengan kegiatan sehari-hari yang intensitasnya disesuaikan.

Sophia menekankan perbedaan antara aktifitas fisik dengan olahraga. Menurut Sophia, aktifitas fisik berupa kegiatan sehari-hari yang membutuhkan energi. Sedangkan olahraga adalah aktifitas fisik yang direncanakan, punya tujuan, dan memiliki ukuran.

"Penting bagi orang tua untuk mulai membatasi penggunaan fasilitas yang menurunkan aktifitas fisik anak dan mengajak mereka untuk melakukan aktifitas fisik," kata Sophia. "Namun, orang tua juga harus memberikan contoh terlebih dahulu."
Aktifitas fisik dapat diketahui intensitasnya melalui uji bicara yang dilakukan saat anak melakukan kegiatan fisik. Sebuah aktifitas memiliki intensitas ringan apabila pelakunya mampu berbicara dan bernyanyi.

Sedangkan aktifitas ringan memiliki indikator pelaku mampu berbicara dengan terengah-engah dan tidak sanggup bernyanyi. Dan intensitas berat ketika pelaku tidak mampu berbicara lancar ataupun bernyanyi, seperti ketika berlari.

Sophia menyarankan untuk anak-anak memiliki aktifitas berupa olahraga yang rutin setiap hari dengan intensitas sedang hingga berat, memiliki durasi paling sedikit satu jam per hari, dengan tipe olahraga berupa aerobik dan yang memacu kekuatan otot serta tulang.


TRIBUNLAMPUNG.CO.ID

Silakan klik:
Hanya dengan Rp 50.000 Anda sudah ikut berdakwah

Share this article :

Posting Komentar