Sikap PKI memang menyakitkan, sehingga NU melakukan reaksi balik. PKI melakukan provokasi dengan ludruk yang temanya menyakitkan, seperti matinya Tuhan, malaikat yang tidak menikah karena belum dikhitan dan banyak lagi
Diorama Museum Pemberontakan PKI | Foto: Tempo, Subekti |
"Jadi, pengakuan pihak tertentu bahwa ada skenario ABRI untuk melakukan penangkapan orang-orang PKI setelah Oktober atau ada pembantaian terencana oleh NU terhadap PKI, ternyata tidak didukung bukti historis," katanya, seperti diberitakan Antara di Surabaya, Senin (30/6).
Menurut dia, fakta yang sebenarnya justru ada dalam buku kecil atau buku saku tentang "ABC Revolusi" yang ditulis CC (Comite Central) PKI pada 1957 yang merinci tiga rencana revolusi atau pemberontakan oleh PKI untuk "target" mendirikan negara komunis di Indonesia.
"Buku yang saya temukan itu justru membuktikan bahwa rencana pemberontakan PKI yang diragukan sejumlah pihak itu ada dokumen historisnya. Bahkan dokumen itu merinci tiga tahapan pemberontakan PKI yang semuanya gagal, lalu rumor pun diembuskan untuk mengaburkan fakta," ungkapnya.
Tanpa menyebut asal-usul dokumen yang terlihat lusuh itu, ia mengaku bersyukur dengan temuan dokumen yang tak terbantahkan itu.
"Kalau ada orang NU melakukan pembunuhan itu bukan direncanakan, tapi reaksi atas sikap PKI sendiri yang menyebabkan 'chaos' itu," ujarnya.
Ia menjelaskan sikap PKI memang menyakitkan, sehingga NU melakukan reaksi balik. "PKI melakukan provokasi dengan ludruk yang temanya menyakitkan, seperti matinya Tuhan, malaikat yang tidak menikah karena belum dikhitan dan banyak lagi," tuturnya.
Oleh karena itu, ia mengimbau masyarakat jangan terpengaruh dengan provokasi politik yang didukung media massa untuk "membesarkan" PKI guna mengaburkan sejarah dengan menghalalkan segala cara.
"Kita jangan terpancing dengan sisa-sisa orang PKI di berbagai lini yang berusaha membangkitkan mimpi tentang negara komunis melalui media massa, buku-buku, dan semacamnya yang seolah-olah benar dengan bersumber testimoni. Ada sisa-sisa PKI bercokol di media massa," tukasnya.
Ia menambahkan testimoni berbagai pihak itu mungkin benar. Namun testimoni itu bersumber dari individu-individu yang tidak mengetahui skenario besar dari PKI untuk merancang tiga revolusi dengan "goal" untuk mendirikan negara komunis di Indonesia.
"Saya bukan hanya testimoni, karena saya juga sempat mengalami sejarah pemberontakan PKI itu dan lebih dari itu, saya mempunyai bukti yang sangat gamblang dari dokumen PKI sendiri," katanya.
Senada dengan itu, Guru Besar Universitas dr Soetomo (Unitomo) Surabaya Prof Dr Sam Abede Pareno MM MH menyatakan buku "Memoir on The Formation of Malaysia" karya Ghazali Shafie terbitan Universiti Kebangsaan Malaysia menunjukkan kaitan erat Konfrontasi Indonesia-Malaysia dengan PKI.
"Dalam buku itu jelas bahwa Bung Karno tidak menghadiri persidangan puncak dengan Tungku Abdul Rachman di Tokyo pada 1963, karena PKI tidak suka dengan pertemuan itu," kata penulis buku 'Rumpun Melayu, Mitos dan Realitas' itu.
Oleh karena itu, konfrontasi Indonesia-Malaysia itu bukan sekadar demo anti-Indonesia atau demo anti-Malaysia, melainkan PKI merancang konfrontasi itu agar rencana besar (Negara Komunis) tidak "terbaca". Apalagi Bung Karno melontarkan gagasan nasionalis, agama, dan komunis (Nasakom) yang justru "melindungi" gerakan PKI.
"PKI memang selalu memanfaatkan kelengahan pemerintah RI yang sibuk menghadapi Agresi Militer I Belanda pada 1947 dengan aksi terpusat di Madiun pada 1948, lalu ketika pemerintah sibuk dengan 'Ganyang Malaysia' yang juga mereka sponsori itu, PKI menikam dari belakang dengan Gerakan 30 September 1965," ujarnya.
MERDEKA.COM
Silakan klik:
Posting Komentar