Kamis, 05 Juni 2014

Home » » Pius Lustrilanang: Sebagai Korban Penculikan Saya Merasa Terhina

Pius Lustrilanang: Sebagai Korban Penculikan Saya Merasa Terhina

Menurut Pius, kesempatan terbaik untuk menuntaskan kasus orang hilang adalah saat Presiden Megawati Soekarnoputri berkuasa


  
Mafaza-Online.Com | NASIONAL - Satu dari sembilan korban penculikan aktivis 1998 yang kembali, Pius Lustrilanang, merasa terhina karena kasus penghilangan paksa yang pernah dialaminya kini dijadikan komoditas politik jelang Pilpres 2014. Anggota DPR dari Partai Gerindra ini meminta semua pihak berhenti mengguna isu pelanggaran HAM masa lalu tersebut.

"Berhentilah menggunakan isu penghilangan orang secara paksa sebagai komoditas politik. Sebagai korban, terus terang saya merasa terhina. Yang saya tahu, mereka yang berjuang tulus tanpa kepentingan untuk mencari mereka yang masih hilang hanya keluarga para korban. Sebagai korban, saya tahu bagaimana menderitanya mengalami penghilangan secara paksa dan penyiksaan yang menyertainya. Saya juga tahu bagaimana perasaan keluarga korban dalam penantian penuh ketidakpastian," kata Pius lewat pernyataan tertulis di laman Facebook-nya, Kamis (5/6).

Sejak 1998, Pius yang kini menjadi loyalis Letjen (Purn) Prabowo Subianto itu mengakui mengikuti terus perjuangan keluarga korban dalam mencari keadilan. Dia membeberkan proses penyelidikan Komnas HAM tentang kasus penculikan sejak 1999, hingga Pansus DPR yang meminta Presiden menjalankan sejumlah rekomendasi, salah satunya pembentukan Pengadilan HAM Adhoc.

"Tapi sampai hari ini, Presiden belum melakukan apa pun untuk menindaklanjuti rekomendasi DPR. Lalu ketika hari ini isu ini dimunculkan lagi oleh kubu salah satu capres untuk mendiskreditkan capres yang lain, saya betul-betul kecewa," kata pria asal Palembang ini.

Menurut Pius, kesempatan terbaik untuk menuntaskan kasus orang hilang adalah saat Presiden Megawati Soekarnoputri berkuasa.

"UU (Pengadilan HAM) sudah disahkan sejak tahun 2000, tapi tidak ada upaya apapun yang dilakukan oleh PDIP untuk menyelesaikan kasus ini. Bukankah kewenangan membentuk pengadilan ad hoc ada di tangan Presiden atas usul DPR?" beber Pius.
"Ketika Megawati menggandeng Prabowo sebagai cawapres, isu pelanggaran HAM ini juga tidak dipakai oleh kubu lawan untuk menyerang Megawati. Lalu mengapa isu ini sekarang digunakan lagi oleh kubu capres dukungan Megawati?" kata Pius yang sedikitnya tiga kali pindah partai, salah satunya dari PDIP.

"Jadi berhentilah menggunakan isu pelanggaran HAM sebagai isu politik pilpres."

Pius menyadari kasus pelanggaran HAM berat tidak mengenal kedaluwarsa. Dia juga menentang impunitas yang dinikmati pleh para pelaku sampai hari ini. "Saya tidak sedang membela seseorang. Kalau pun saya bermaksud membela, pembelaan itu tidak ada artinya. Suara saya tidak akan bisa membuat pemegang otoritas membentuk atau tidak membentuk Pengadilan HAM ad hoc. Saya cuma menolak, kasus ini dijadikan komoditas politik," tegas dia.

Untuk diketahui, karena kasus penculikan 9 aktivis 1998, Pangkostrad Letjen Prabowo Subianto dicopot dari jabatannya dan dipecat dari dinas militer. Prabowo yang kini calon presiden dari Partai Gerindra diketahui banyak merangkul aktivis korban penculikan untuk bergabung ke partainya. Selain Pius, mereka yang (pernah) bergabung ke Gerindra adalah Haryanto Taslam, Desmond J Mahesa dan Aan Rusdianto.

MERDEKA.COM



Silakan klik:  
 

Share this article :

Posting Komentar