IRESS meminta agar Samad tidak banyak retorika, tetapi langsung saja berbuat untuk menuntaskan berbagai kasus dugaan korupsi sektor SDA yang berlangsung selama ini dan telah pula dilaporkan ke KPK
Mafaza-Online.Com | KOLOM - Ketua KPK Abraham Samad pada acara seminar tentang korupsi di Universitas Muhammadiayah Magelang mengungkap bahwa praktik korupsi terbesar yang terjadi di Indonesia selama ini terjadi di sektor migas (7/4/2014). Kerugian yang ditanggung negara mencapai triliunan rupiah melalui prkatek suap dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat-pejabat terkait di pusat dan di daerah. Samad mengatakan, siapun presiden yang terpilih nanti berkewajiban memberantasnya.
Kita sangat setuju dengan pendapat Samad bahwa korupsi sektor migas memang sangat besar, namun jumlahnya bukan hanya triliunan rupiah tetapi dapat mencapai orde puluhan atau bahkan ratusan triliun rupiah! IRESS pun setuju bahwa praktik korupsi tersebut harus diberantas, namun tidak perlu menunggu sampai presiden baru terpilih. Bahkan, IRESS meminta agar Samad tidak banyak retorika, tetapi langsung saja berbuat untuk menuntaskan berbagai kasus dugaan korupsi sektor SDA yang berlangsung selama ini dan telah pula dilaporkan ke KPK.
Sejak 2009 sudah puluhan laporan dugaan korupsi yang dilaporkan ke KPK, tetapi belum ada satu pun yang diselesaikan. IRESS sendiri pernah melaporkan kasus-kasus dugaan korupsi transfer piring batubara oleh Adaro, dugaan KKN perpanjangan kontrak migas West Madura Off-shore, pencaplokan lahan tambang (bernilai Rp 20 triliun!) BUMN (PTBA) di Lahat, pencaplokan lahan (bernilai Rp 42 triliun) BUMN (PT Antam) di Monawe Utara, dll. Hingga sekarang status penyelidikan KPK atas kasus-kasus tersebut tidak jelas.
Sebaliknya yang sering kita dengar dari KPK adalah: jumlah penyidik KPK terbatas, laporan dugaan korupsi yang masuk setiap tahun ribuan, sehingga KPK tidak mampu menyelesaikan. Yang menjadi tanda tanya besar, kecuali untuk kasus Profesor Rudi Rubiandini, mengapa tidak ada satu pun kasus dugaan korupsi yang dituntaskan KPK? Ok, kita setuju jumlah penyidik terbatas dan umumnya tidak menguasai bidang SDA. Tetapi mengapa kemampuan SDM penyidik tidak dipersiapkan lalu difokuskan untuk mengusut kasus-kasus korupsi SDA tersebut?
Waktu yang tersedia bagi KPK untuk menyiapkan SDM penyidik sektor SDA cukup banyak, yakni sejak tahun 2008. Karena banyaknya pengaduan dugaan sektor SDA ini sejak sebelum 2008, KPK pun bisa mengantisipasi melalui training khusus dan/atau rekruitmen tenaga baru guna mempunyai penyidik yang berkemampuan. KPK pun dapat meminta bantuan lembaga lain guna menuntaskan penyidikan. Tetapi mengapa hal ini tidak dilakukan?
Memperhatikan hal di atas, wajar jika kita meminta KPK untuk berhenti melakukan retorika, tetapi segeralah bekerja. Jika KPK menuntaskan kasus-kasus korupsi sektor SDA, terutama migas, maka jumlah uang negara yang terselamatkan akan jauh lebih banyak. Untuk itu, KPK pun diharapkan memperoleh komitmen dari seluruh jajaran internalnya, bebas dari oknum-oknum yang justru pro koruptor, agar dapat memberantas korupsi di sektor yang dikatakan terbesar di Indoensia tersebut.
Sejalan dengan hal di atas, berikut disampaikan beberapa kasus dugaan korupsi yang perlu segera diselesaikan, dengan potensi kerugian negara dapat mencapai ratusan triliun rupiah! Kami yakin, jika KPK bekerja serius dan independen dari oknum-oknum eksternal dan internal pro kroruptor, maka rakyat akan mendukung secara penuh semua kerja jihad KPK, dan bahkan berjuang untuk mempertahankan eksistensi KPK. Inilah kasus-kasus dugaan korupsi tersebut:
1. Penjualan LNG Spot Tangguh ke Taiwan.
Semula harga yang diusulkan BP Tangguh adalah US$17/mmbtu. Namun oleh Raden Priyono sebagai Kepala BP Migas saat itu, usulan harga tersebut ditolak. Alasannya, pembeli gas tidak bersedia menjamin pasokan untuk kebutuhan dalam negeri. Padahal alasan tersebut sama sekali tidak relevan. Sehingga dilakukanlah tender ulang, yang sesungguhnya bertujuan untuk mengganti pemenang. Setelah adanya tender ulang, yang ditunjuk sebagai pemenang adalah Global/Thailand yang konon dimotori oleh JS (WNI), dengan harga yang justru lebih rendah, yakni US$13/mmbtu. Perbedaan harga US$ 4/mmbtu. Akibat rekayasa dan kebijakan busuk ini, negara diperkirakan rugi dirugikan sekitar US$47 juta (November 2012 ).
2. Rekayasa pekerjaan engineering, procurement and construction Lapangan Bunyi Urip
Banyu Urip yang berlokasi di Blok Cepu adalah lapangan yang sedang dikembangkan untuk mendukung produksi minyak lebih dari 100 ribu bopd pada awal 2011. Operator Blok Cepu adalah MCL (Mobile Cepu Limited, ExxonMobile). Plan of Development ( PoD) Banyu Urip disetujui oleh Menteri ESDM pada 2006. Rencana produksi full scale 180.000 bopd dengan biaya pengembangan kurang dari US$ 1.5 miliar. Sesuai PoD, rencana onstream fullscale pada awal 2011 akan diawali dengan produksi sebesar 20.000 bopd pada tahun 2008.
Dalam perjalanannya, proyek pengembangan lapangan Banyu Urip mengalami perubahan dan rekayasa, sehingga sampai sekarang baru bisa early production sebesar 24.000 bpod, sedangkan fullscale production mundur, dan diperkirakan menjadi tahun 2015.
Mundurnya penyelesaian proyek pengembangan lapangan minyak Banyu Urip sesungguhnya dikarenakan adanya perubahan yang direkayasa pada proses eksekusi Engineering, Procurement and Construction (EPC). Pada konsep semula, EPC akan dilaksanakn dalam 1 (satu) paket. Namun belakangan dipecah menjadi 5 (lima) paket pekerjaan. Apa latar belakang pemecahan paket EPC dari 1 paket menjadi 5 paket? Tidak ada yang mengetahui. Yang jelas biaya pengembangan telah membengkak dari US$ 1,5 miliar menjadi US$ 3 miliar, yang kelak diganti melalui mekanisme cost recovery. Dalam hal ini negara telah dirugikan minimal US$ 1 miliar.
Akibat mundurnya pelaksanaan proyek ini maka terjadi kelambatan produksi minyak dari semula pada awal 2011 menjadi kwartal kedua 2015. Dengan rencana fullscale 180.000 bpod yang terlambat selama 4 tahun, maka besarnya kerugian negara adalah sebesar 180.000 x 365 x 4 = US$ 262,8 juta bpod. Jika setiap 2500 bopd nilai kerugian sebesar Rp 1 triliun, maka total kerugian negara diperkirakan sebesar Rp 105,12 triliun.
3. Lapangan gas Terang Sirasun Batur (TSB), Blok Kangean
Lapangan TSB berada di Blok Madura (lepas pantai) Jawa timur, berada dalam Blok Kangean yang dioperatori oleh Kangean Energy Indonesia (KEI). Pengembangan lapangan TSB bertujuan memasok gas di Jawa Timur. Semula dalam Plan of Development (POD) yang disetujui pada 2002, total biaya pengembangan adalah US$ 410 juta untuk produksi gas sebesar 300 juta kaki kubik per hari (mmscfd). Harga gas yang disepakati adalah US$ 2.5/mmbtu.
Pengembangan lapangan TSB tertunda, sehingga biaya pengembangan naik menjadi US$ 630 juta. Untuk memperoleh nilai keekonomian proyek maka harga gas harus naik menjadi US$ 3.67/mmbtu. Kemudian, biaya yang diajukan KEI sekonyong-konyong naik dari US$ 630 juta menjadi US$ 1.06 miliar dengan alasan yang tidak jelas. Hal ini sudah pasti merugikan negara, mengingat semua biaya tersebut akan menjadi beban negara sesuai mekanisme cost recovery .
Hasil tender gas processing unit pada 2010 yang mengajukan kapal Joko Tole sebesar US$ 871 juta, belum termasuk sub-sea equipment. Jika biaya sub-sea dimasukan, maka biaya pengembangan TSB menjadi lebih dari US$ 1 miliar. Biaya-biaya tersebut sangat tinggi bila dibandingkan dengan biaya pengembangan lapangan gas Gajah Baru dengan produksi 350 mmscfd (lebih besar dari rencana produksi TSB yang besarnya 300 mmscfd). Lokasinya pun ada di Laut Natuna (lebih ganas dan sulit dibanding perairan Madura) yang dioperasikan oleh Premier Oil, dengan hasil tender pada 2009 sebesar US$ 500 juta.
Mark-up nilai proyek pengembangan TSB dengan nilai sekitar US$ 370 juta, atau sekitar Rp 4 triliun oleh KEI yang telah disetujui oleh BP Migas merupakan tindakan yang diduga sarat korupsi, sebab seluruh biaya PoD merupakan beban yang akan ditanggung negara/APBN melalui pergantian cost recovery.
4. Proses tender kapal kontrak FSO 114 dan AWB di CNOOC
Kontrak Kapal FSO 114 di CNOOC akan berakhir pada September 2014, dan AWB berakhir pada 2013. Ternyata tender pengadaan kapal untuk pengganti yang dibutuhkan guna menjamin kelanjutan proses lifting tak kunjung dilaksanakan oleh manajemen yang relevan di SKK Migas.
Akibat sikap pihak terkait yang relevan di SKK Migas ini, entah disengaja atau tidak, CNOOC tidak dapat melakukan proses tender terhadap kebutuhan kapal pengganti tersebut. Sehubungan dengan terbengkalainya proses tender penyediaan kapal pengganti, CNOOC harus mengalami penyediaan kapal secara terpaksa akan melakukan bridging terhadap kapal yang digunakan sekarang. Menurut sumber informasi untuk FSO 114 harga sewa kapal telah dieskalasi dari US$ 22.500/day menjadi US$ 30.000/day. Jika lamanya bridging dianggap 1 tahun, maka negara akan dirugikan sekitar US$ 2.5 juta, atau jika 4 tahun kerugiannya sekitar US$ 10 juta.
Masalah kapal AWB ini pada sidang Tindak Pidana Profesor RR tanggal 4 Februari 2014 telah diungkap. Tender kapal tersebut sebelumnya telah dibatalkan oleh Profesor RR karena diyakini akan merugikan negara. Saat itu yang diusulkan sebagai pemenang adalah perusahaan yang menawar diatas kewajaran. Akibat tindakannya, ditengarai Profesor RR mendapat perlawanan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Sehingga oleh pihak-pihak yang berniat korupsi tersebut, Profesor RR dianggap penghambat yang perlu dikendalikan.
Penutup
Berbagai kasus migas yang diduga sarat korupsi tersebut di atas diharapkan dapat ditindaklanjuti oleh KPK agar kerugian negara dapat dikurangi atau dihilangkan, dan pelakunya dapat dihukum setimpal. Kita berharap KPK tidak lagi berkelit dengan mengatakan kekurangan tenaga penyidik dan data tidak lengkap, untuk kemudian justru membiarkan terus berlangsungnya korupsi uang rakyat. Sebaliknya, kita meminta agar KPK proaktif mengusut tuntas kasus-kasus tersebut tanpa melanjutkan retorika yang sudah berlangsung lama dan sangat membosankan rakyat.
SATUNEGERI.Com
Silakan klik:
Posting Komentar