Mafaza-Online.Com | ACEH - Mengapa ratusan bahkan ribuan keping koin emas bisa berada di kuala Krueng Doy kawasan Gampong Pande, Kota Banda Aceh, sehingga Senin (11/11) lalu ditemukan pencari tiram? Pertanyaan ini tak mudah menjawabnya. Sama tak mudahnya untuk menjawab siapa sebetulnya pemilik koin emas sebanyak itu.
Namun, sejarawan Aceh, Drs Rusdi Sufi yang ditanyai Serambi, Rabu (13/11) kemarin menduga, ada dua kemungkinan peristiwa yang menyebabkan koin-koin di dalam sebuah kaleng yang sudah keropos itu didapati berada di dasar tambak seorang warga Dusun Tgk Dikandang, Gampong Pande, Banda Aceh.
Kemungkinan pertama, kata Rusdi Sufi, koin emas yang merupakan mata uang dirham itu milik keluarga kerjaan dari salah satu sultan Aceh, mengingat Gampong Pande dulunya adalah pusat Kerajaan Aceh. Namun, saat tentara Belanda menyerang Banda Aceh (dulu bernama Koetaradja) pada akhir Maret 1873, mereka masuk melalui Pantai Cermin. Kawasan ini tak begitu jauh dari Gampong Pande. Karena gempuran dari arah laut itu sifatnya mendadak, sehingga sultan Aceh saat itu, Alaidin Muhammadsyah dan keluarga kerajaan, termasuk pandai emas, pandai besi, dan penduduk Gampong Pande buru-buru mengungsi ke tempat aman, yakni Dalam Darud Dunia. Lokasinya di sekitar Pendapa (Meuligoe) Gubernur Aceh sekarang.
Rusdi Sufi memperkirakan, pada saat terjadinya eksodus warga dari Gampong Pande ke Dalam itulah si pemilik koin-koin emas tak sempat lagi menyelamatkan barang berharga tersebut, sehingga tertinggal di lubang tempatnya selama ini ditanam atau disembunyikan, sampai kemudian Senin lalu ditemukan oleh pencari tiram.
Lagi pula hingga awal Januari 1874, Gampong Pande berhasil diduduki Belanda, di samping mereka berhasil merebut Meuraxa dan Masjid Raya Baiturrahman. Kondisi ini tak memungkinkan penduduk Gampong Pande yang tadinya mengungsi ke Dalam Darud Dunia bisa segera kembali lagi ke Gampong Pande. Bahkan Sultan Alaidin Muhammadsyah saja waktu itu harus mengungsi lagi dari Dalam ke Pagar Air (Pagarayee) dan akhirnya mangkat di sana pada Januari 1874 karena diserang kolera.
Dugaan kedua, kata Rusdi Sufi, koin-koin emas yang tersimpan dalam kaleng itu merupakan milik keluarga istana yang berlokasi di Gampong Pande pada abad 19. Namun, karena ada peristiwa alam, yakni naiknya air laut ke kawasan Gampong Pande--Rusdi menyebutnya sejenis tsunami--maka penghuni Gampong Pande lari berpencar, di samping ada yang menjadi korban.
Nah, dia perkirakan, pada saat peristiwa itulah kaleng berisi koin-koin emas tadi hanyut dan bergeser jauh dari tempatnya semula disimpan, lalu tertimbun oleh sedimen lumpur. Belakangan, koin-koin emas itu Senin lalu ditemukan seorang warga di dasar tambak Gampong Pande saat ia mencari tiram.
Rusdi tidak bisa memastikan sebab mana yang dominan dari dua kemungkinan itu. Ia hanya menyarankan, perlu dilakukan riset dan analisis kepurbakalaan oleh arkeolog di lokasi temuan koin-koin emas itu untuk menjawab banyak hal tentang misteri ratusan koin emas yang diyakini sebagai mata uang Kerajaan Aceh itu.
Rusdi juga menambahkan bahwa peristiwa ditemukannya koin emas dan koin timah dalam jumlah banyak bukanlah hal baru di Aceh. Pada 1949, katanya, di Gampong Bineh Blang, Pagar Air, Aceh Besar, pernah ditemukan dua peti berisi koin emas dan koin timah, saat warga menggali rumpun pohon pisang.
Taburan koin emas di samping kerangka manusia juga pernah ditemukan saat dilakukan penggalian Gunongan di dekat Pinto Khop (Taman Putroe Phang saat ini). Tentara Belanda juga menguras lempeng emas di sejumlah makam raja-raja Aceh dalam Kompleks Makam Kandang XII (kawasan Kraton saat ini). Dan Rusdi yakin, koin emas (dirham), termasuk benda-benda bersejarah lainnya, masih bisa didapatkan jika dilakukan penggalian intensif di areal cagar budaya Gampong Pande. (yarmen dinamika/Serambi Indonesia)
Namun, sejarawan Aceh, Drs Rusdi Sufi yang ditanyai Serambi, Rabu (13/11) kemarin menduga, ada dua kemungkinan peristiwa yang menyebabkan koin-koin di dalam sebuah kaleng yang sudah keropos itu didapati berada di dasar tambak seorang warga Dusun Tgk Dikandang, Gampong Pande, Banda Aceh.
Kemungkinan pertama, kata Rusdi Sufi, koin emas yang merupakan mata uang dirham itu milik keluarga kerjaan dari salah satu sultan Aceh, mengingat Gampong Pande dulunya adalah pusat Kerajaan Aceh. Namun, saat tentara Belanda menyerang Banda Aceh (dulu bernama Koetaradja) pada akhir Maret 1873, mereka masuk melalui Pantai Cermin. Kawasan ini tak begitu jauh dari Gampong Pande. Karena gempuran dari arah laut itu sifatnya mendadak, sehingga sultan Aceh saat itu, Alaidin Muhammadsyah dan keluarga kerajaan, termasuk pandai emas, pandai besi, dan penduduk Gampong Pande buru-buru mengungsi ke tempat aman, yakni Dalam Darud Dunia. Lokasinya di sekitar Pendapa (Meuligoe) Gubernur Aceh sekarang.
Rusdi Sufi memperkirakan, pada saat terjadinya eksodus warga dari Gampong Pande ke Dalam itulah si pemilik koin-koin emas tak sempat lagi menyelamatkan barang berharga tersebut, sehingga tertinggal di lubang tempatnya selama ini ditanam atau disembunyikan, sampai kemudian Senin lalu ditemukan oleh pencari tiram.
Lagi pula hingga awal Januari 1874, Gampong Pande berhasil diduduki Belanda, di samping mereka berhasil merebut Meuraxa dan Masjid Raya Baiturrahman. Kondisi ini tak memungkinkan penduduk Gampong Pande yang tadinya mengungsi ke Dalam Darud Dunia bisa segera kembali lagi ke Gampong Pande. Bahkan Sultan Alaidin Muhammadsyah saja waktu itu harus mengungsi lagi dari Dalam ke Pagar Air (Pagarayee) dan akhirnya mangkat di sana pada Januari 1874 karena diserang kolera.
Dugaan kedua, kata Rusdi Sufi, koin-koin emas yang tersimpan dalam kaleng itu merupakan milik keluarga istana yang berlokasi di Gampong Pande pada abad 19. Namun, karena ada peristiwa alam, yakni naiknya air laut ke kawasan Gampong Pande--Rusdi menyebutnya sejenis tsunami--maka penghuni Gampong Pande lari berpencar, di samping ada yang menjadi korban.
Nah, dia perkirakan, pada saat peristiwa itulah kaleng berisi koin-koin emas tadi hanyut dan bergeser jauh dari tempatnya semula disimpan, lalu tertimbun oleh sedimen lumpur. Belakangan, koin-koin emas itu Senin lalu ditemukan seorang warga di dasar tambak Gampong Pande saat ia mencari tiram.
Rusdi tidak bisa memastikan sebab mana yang dominan dari dua kemungkinan itu. Ia hanya menyarankan, perlu dilakukan riset dan analisis kepurbakalaan oleh arkeolog di lokasi temuan koin-koin emas itu untuk menjawab banyak hal tentang misteri ratusan koin emas yang diyakini sebagai mata uang Kerajaan Aceh itu.
Rusdi juga menambahkan bahwa peristiwa ditemukannya koin emas dan koin timah dalam jumlah banyak bukanlah hal baru di Aceh. Pada 1949, katanya, di Gampong Bineh Blang, Pagar Air, Aceh Besar, pernah ditemukan dua peti berisi koin emas dan koin timah, saat warga menggali rumpun pohon pisang.
Taburan koin emas di samping kerangka manusia juga pernah ditemukan saat dilakukan penggalian Gunongan di dekat Pinto Khop (Taman Putroe Phang saat ini). Tentara Belanda juga menguras lempeng emas di sejumlah makam raja-raja Aceh dalam Kompleks Makam Kandang XII (kawasan Kraton saat ini). Dan Rusdi yakin, koin emas (dirham), termasuk benda-benda bersejarah lainnya, masih bisa didapatkan jika dilakukan penggalian intensif di areal cagar budaya Gampong Pande. (yarmen dinamika/Serambi Indonesia)
Silakan di klik
┈̥-̶̯͡♈̷̴✽̶♡̨̐M-STORE LengkapiKebutuhanAnda✽̶♈̷̴┈̥-̶̯͡
Posting Komentar