Rizal Ramli tentang kasus Sengman: Momentum Hapuskan Sistem Kuota dan Kartel Pangan!
Mafaza-Online|JAKARTA- Pengakuan Abdul Hakim tentang keterlibatan Sengman dan kedekatannya dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam kasus suap impor sapi, harus jadi momentum untuk menghapuskan sistem kuota impor. Sistem kuota yang tidak transparan dan melahirkan pelaku kartel telah merugikan negara dan rakyat Indonesia.
“Inilah saatnya menghapus sistem kuota! Pertanyaanya, beranikah pemerintah menghapuskan sistem kuota dan menggantikannya dengan sistem tarif? Saya sangat prihatin atas tingginya harga berbagai produk pangan. Saat ini rakyat harus membayar daging sapi, gula, kedelai dan lainnya dengan 100% lebih mahal dibandingkan harga di luar negeri. Semua terjadi karena sistem kuota dan praktik kartel yang sangat merugikan negara dan rakyat Indonesia. Ini sama sekali tidak adil dan harus segera dihentikan,” ujar ujar Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP) Rizal Ramli, Senin (2/9).
Terkait mahalnya harga berbagai pangan, Rizal Ramli sudah berkali-kali minta agar pemerintah menghapuskan sistem kuota dan menggantikannya dengan sistem tarif. Dia bahkan sudah bicara langsung dengan Dirut Perum Badan Urusan Logisitik (Bulog) dan Menteri Perdagangan. Namun sejauh ini usulannya tersebut diabaikan. Mereka masih sibuk mencari-cari alasan. Padahal tugas utama pemerintah adalah mengupayakan agar rakyat bisa memperoleh bahan pangan dengan harga murah dan terjangkau.
“Alasan yang disampaikan para pejabat itu sangat lemah. Makanya ambil inisiatif, para pejabat debat dengan kami. Kenapa pemerintah tidak berani mencabut sistem kuota dan menggantikannya dengan sistem tarif? Bukankah sistem tarif lebih adil? Negara juga akan dapat penerimaan dari sini. Kalau sistem kuota, negara tidak menerima apa-apa, tapi pejabatnya yang menerima ‘setoran’,” tuturnya.
Saat bersaksi untuk Fathanah di Pengadilan Tipikor, Kamis silam (29/8), Abdul Hakim yang juga anak Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hilmi Aminuddin, mengatakan Sengman adalah orang dekat Ketua Umum Partai Demokrat.
Sehubungan dengan pernyataan Abdul Hakim tersebut, Rizal Ramli minta KPK dan Pengadilan Tipikor harus segera menglarifikasi pernyataan Abdul Hakim ini. Sebab, tidak bagus kalau klarifikasi tidak dilakukan. “Lha wong cuma perkara hadiah jam tangan dan mobil dari Fathanah kepada perempuan-perempuan saja sampai heboh. Masak untuk urusan duit Rp40 miliar lebih yang disebut diberikan kepada SBY tidak diklarifikasi,” tukasnya.
“Kita bisa lihat bagaimana KPK menyelesaikan kasus Migas. Apakah sampai ke Menterinya? Kalau berani, berarti Abraham Samad akan berani meyentuh yang lainnya. Ini semua seperti aliran sungai kecil-kecil yang masuk ke sungai besar dan akhirnya bermuara ke ‘istana hitam’. Kalau bung Abraham Samad dengan KPKnya mau mendengarkan suara rakyat yang menginginkan kejelasan kasusnya, tentu dia akan menuntaskannya,” kata Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid ini.
Terkait ‘aliran sungai-sungai kecil’ yang ujungnya ke ‘istana hitam’ tersebut, Rizal Ramli berharap KPK benar-benar menelusurinya dengan baik. KPK jangan hanya sibuk bertanya-tanya seputar perempuan-perempuan cantik di sekeliling Fathanah. Seperti halnya pada kasus mafia Migas. Tidak lucu ada jatah minyak mentah untuk pemerintah yang dijual lagi ke trader. Nanti trader atau broker yang kemudian dijual lagi ke Petral. Dari sini Petral menjual kembali ke Pertamina. Kenapa tidak langsung dijual ke Pertamina? Sistem ini benar-benar merugikan negara dan rakyat Indonesia. Semua ini tidak mungkin bisa terjadi tanpa ada dukungan dari kekuasaan. Ada peran ‘Istana Hitam” di balik semua ini.
“Sebetulnya saya kasihan juga sama Sengman. Dia kenal dekat dengan SBY dan keluarganya. Sekarang istana bilang tidak kenal Sengman. Jadi orang kok lupa budi. Jadi orang kok lupa kacang sama kulitnya? Apalagi Sengman ini adalah backing SBY pertama kali secara finansial,” ungkap calon Presiden Paling Reformis versi Lembaga Pemilih Indonesia (LPI).
Kedekatan Sengman dengan SBY ternyata terjalin sejak lama. Banyak narasumber di Palembang menyebutkan, Sengman mengenal SBY jauh sebelum menjadi presiden. Sengman merintis persahabatan sejak SBY menjabat Panglima Daerah Militer Sriwijaya pada 1996-1997. Ketika itu Sengman adalah pengusaha di Kota Pempek.
Persahabatan keduanya paling tidak diketahui saat Sengman menghadiri wisuda Agus Harimurti, anak sulung SBY, di Nanyang Technological University, Singapura, Juli 2008. Presiden SBY juga hadir pada resepsi pernikahan anak Sengman bernama Karen Tjahja dengan Slandy Karlam digrand ballroom Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Oktober 2008.
MAFAZA-STORE: Lengkapi Kebutuhan Hidup Anda
Mafaza-Online|JAKARTA- Pengakuan Abdul Hakim tentang keterlibatan Sengman dan kedekatannya dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam kasus suap impor sapi, harus jadi momentum untuk menghapuskan sistem kuota impor. Sistem kuota yang tidak transparan dan melahirkan pelaku kartel telah merugikan negara dan rakyat Indonesia.
“Inilah saatnya menghapus sistem kuota! Pertanyaanya, beranikah pemerintah menghapuskan sistem kuota dan menggantikannya dengan sistem tarif? Saya sangat prihatin atas tingginya harga berbagai produk pangan. Saat ini rakyat harus membayar daging sapi, gula, kedelai dan lainnya dengan 100% lebih mahal dibandingkan harga di luar negeri. Semua terjadi karena sistem kuota dan praktik kartel yang sangat merugikan negara dan rakyat Indonesia. Ini sama sekali tidak adil dan harus segera dihentikan,” ujar ujar Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP) Rizal Ramli, Senin (2/9).
Terkait mahalnya harga berbagai pangan, Rizal Ramli sudah berkali-kali minta agar pemerintah menghapuskan sistem kuota dan menggantikannya dengan sistem tarif. Dia bahkan sudah bicara langsung dengan Dirut Perum Badan Urusan Logisitik (Bulog) dan Menteri Perdagangan. Namun sejauh ini usulannya tersebut diabaikan. Mereka masih sibuk mencari-cari alasan. Padahal tugas utama pemerintah adalah mengupayakan agar rakyat bisa memperoleh bahan pangan dengan harga murah dan terjangkau.
“Alasan yang disampaikan para pejabat itu sangat lemah. Makanya ambil inisiatif, para pejabat debat dengan kami. Kenapa pemerintah tidak berani mencabut sistem kuota dan menggantikannya dengan sistem tarif? Bukankah sistem tarif lebih adil? Negara juga akan dapat penerimaan dari sini. Kalau sistem kuota, negara tidak menerima apa-apa, tapi pejabatnya yang menerima ‘setoran’,” tuturnya.
Saat bersaksi untuk Fathanah di Pengadilan Tipikor, Kamis silam (29/8), Abdul Hakim yang juga anak Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hilmi Aminuddin, mengatakan Sengman adalah orang dekat Ketua Umum Partai Demokrat.
Ridwan A Hakim | Liputan6.Com |
Ridwan menyebut Sengman sebagai utusan SBY yang membawa uang sebesar Rp 40 miliar milik PT Indoguna Utama yang akan diserahkan kepada Hilmi.
Sehubungan dengan pernyataan Abdul Hakim tersebut, Rizal Ramli minta KPK dan Pengadilan Tipikor harus segera menglarifikasi pernyataan Abdul Hakim ini. Sebab, tidak bagus kalau klarifikasi tidak dilakukan. “Lha wong cuma perkara hadiah jam tangan dan mobil dari Fathanah kepada perempuan-perempuan saja sampai heboh. Masak untuk urusan duit Rp40 miliar lebih yang disebut diberikan kepada SBY tidak diklarifikasi,” tukasnya.
“Kita bisa lihat bagaimana KPK menyelesaikan kasus Migas. Apakah sampai ke Menterinya? Kalau berani, berarti Abraham Samad akan berani meyentuh yang lainnya. Ini semua seperti aliran sungai kecil-kecil yang masuk ke sungai besar dan akhirnya bermuara ke ‘istana hitam’. Kalau bung Abraham Samad dengan KPKnya mau mendengarkan suara rakyat yang menginginkan kejelasan kasusnya, tentu dia akan menuntaskannya,” kata Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid ini.
Terkait ‘aliran sungai-sungai kecil’ yang ujungnya ke ‘istana hitam’ tersebut, Rizal Ramli berharap KPK benar-benar menelusurinya dengan baik. KPK jangan hanya sibuk bertanya-tanya seputar perempuan-perempuan cantik di sekeliling Fathanah. Seperti halnya pada kasus mafia Migas. Tidak lucu ada jatah minyak mentah untuk pemerintah yang dijual lagi ke trader. Nanti trader atau broker yang kemudian dijual lagi ke Petral. Dari sini Petral menjual kembali ke Pertamina. Kenapa tidak langsung dijual ke Pertamina? Sistem ini benar-benar merugikan negara dan rakyat Indonesia. Semua ini tidak mungkin bisa terjadi tanpa ada dukungan dari kekuasaan. Ada peran ‘Istana Hitam” di balik semua ini.
“Sebetulnya saya kasihan juga sama Sengman. Dia kenal dekat dengan SBY dan keluarganya. Sekarang istana bilang tidak kenal Sengman. Jadi orang kok lupa budi. Jadi orang kok lupa kacang sama kulitnya? Apalagi Sengman ini adalah backing SBY pertama kali secara finansial,” ungkap calon Presiden Paling Reformis versi Lembaga Pemilih Indonesia (LPI).
Kedekatan Sengman dengan SBY ternyata terjalin sejak lama. Banyak narasumber di Palembang menyebutkan, Sengman mengenal SBY jauh sebelum menjadi presiden. Sengman merintis persahabatan sejak SBY menjabat Panglima Daerah Militer Sriwijaya pada 1996-1997. Ketika itu Sengman adalah pengusaha di Kota Pempek.
Persahabatan keduanya paling tidak diketahui saat Sengman menghadiri wisuda Agus Harimurti, anak sulung SBY, di Nanyang Technological University, Singapura, Juli 2008. Presiden SBY juga hadir pada resepsi pernikahan anak Sengman bernama Karen Tjahja dengan Slandy Karlam digrand ballroom Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Oktober 2008.
MAFAZA-STORE: Lengkapi Kebutuhan Hidup Anda
MafazaOnline Peduli (MOP)
MOP Adalah dana yang dihimpun dari pembaca. Untuk membantu
dakwah Islam.
Mari bersinergi, Kirim bantuan melalui
Bank Muamalat Norek: 020 896 7284
Syariah Mandiri norek 069 703 1963.
BCA norek 412 1181 643
a/n Eman Mulyatman
Setelah transfer kirim sms konfirmasi ke 0878 7648 7687
Dengan format: Nama/Alamat/Jumlah/Bank/Peruntukkan (Pilih salah satu)
1. Desa Binaan 2. Motor Dai 3. Peralatan Shalat 4. Wakaf
Al-Qur’an
5. Beasiswa 6. Dunia Islam
Syukran Jazakumullah Khairan Katsira
Klik Juga:
Posting Komentar