Kalau saja bisa melepaskan diri dari belenggu KKN dan feodalisme, tentu Indonesia akan mampu mengalahkan negara-negara ASEAN dan menjadi bangsa yang disegani di Asia
Mafaza-Online.Com|JAKARTA-Budaya feodal serta praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) telah menjadi hambatan utama bagi bangsa Indonesia untuk ‘terbang’. Padahal, berbekal semangat merah putih dan kuaitas sumber daya manusia yang bagus, bangsa ini bisa ‘terbang’ tinggi, mengalahkan bangsa-bangsa lain di Asia Tenggara.
“Dalam suasana memperingati kemerdekaan Indonesia ke-63 Agustus silam, saya teringat lukisan Yayak Kencrit. Dia melukis ada anak muda Indonesia yang sebetulnya bisa terbang tinggi dengan berpegang pada bendera merah putih yang melambangkan semangat dan nilai-nilai kebangsaan. Anak muda ini mendekap buku sebagai simbol ilmu pengetahuan di dadanya. Namun pada bagian kakinya ada dua batu besar bertuliskan KKN dan feodalisme. Kalau saja kita bisa melepaskan diri dari belenggu KKN dan feodalisme, tentu Indonesia akan mampu mengalahkan negara-negara ASEAN dan menjadi bangsa yang disegani di Asia,” papar Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP) Rizal Ramli, ketika memberi arahan pada peserta pengkaderan Laskar Anti Korupsi (Laki) Pejuang 45, di Jakarta, Rabu sore (4/9).
Yayak Kencrit yang dimaksudkan Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid ini adalah pelukis ‘mbeling’ yang lari ke Jerman saat Orde Baru. Yayak sendiri alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB) yang bersama-sama Rizal Ramli dan kawan-kawannya menentang dipilihnya lagi Pak Harto sebagai Presiden pada 1978.
Rizal Ramli menceritakan, bagaimana suatu ketika dia menjadi sangat prihatin ketika melihat dengan mata kepala sendiri seorang walikota yang untuk makan siang saja dikawal tujuh ajudan. Yang lebih membuatnya miris , sang walikota yang sangat feodal itu harus dibantu stafnya saat memasukkan sepatu ke kakinya usai makan.
Sedangkan untuk praktik KKN, Capres paling ideal versi The President Centre ini menunjuk banyak sekali contoh. Krisis pangan yang ditandai dengan sangat tingginya harga produk pangan di Indonesia adalah buah praktik KKN antara penguasa dan pengusaha. Karena diterapkannya sistem kuota impor, maka tumbuh suburlah praktik KKN yang selanjutnya melahirkan mafia dan kelompok-kelompok kartel di komoditas pangan.
“Ribut-ribut tokoh bernama Sengman pada kasus impor daging sapi adalah bukti nyata adanya praktik KKN antara penguasa dan pengusaha. Praktik mafia dan kartel juga terjadi pada migas kita. Ongkos produksi BBM kita jadi sangat mahal karena para mafia Migas mengeruk keuntungan sangat besar, mencapai US$1 miliar dolar atau lebih dari Rp 10 triliun setiap tahun. Rakyat dan negara jelas sangat dirugikan,” papar Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) era Gus Dur ini.
Menurut dia, kalau mau maju dan berdiri sejajar dengan negara-negara Asia lainnya, bangsa Indonesia harus berani menghilangkan budaya feodal dan praktik KKN. Caranya sangat mudah, siapa pun yang jadi pemimpin jangan punya konflik kepentingan atau kelompok. Pemimpin harus bekerja dengan hatinya untuk bangsa dan seluruh rakyat Indonesia.
“Sebab, kalau pemimpin memiliki interest tertentu, pasti dia akan membuat berbagai macam rekayasa yang menguntungkan pribadi atau kelompoknya. Jika sudah begini, pasti yang dirugikan adalah negara dan rakyat Indonesia,” tukasnya.
MAFAZA-STORE Lengkapi Kebutuhan Anda
MafazaOnline Peduli (MOP)
MOP Adalah dana yang dihimpun dari pembaca. Untuk membantu dakwah Islam.
Setelah transfer kirim sms konfirmasi ke 0878 7648 7687 Dengan format: Nama/Alamat/Jumlah/Bank/Peruntukkan (Pilih salah satu)
1. Desa Binaan 2. Motor Dai 3. Peralatan Shalat
4. Wakaf Al-Qur’an 5. Beasiswa 6. Dunia Islam
Syukran Jazakumullah Khairan Katsira
Klik Juga
Qurban di Daerah Rawan Pemurtadan
Mafaza-Online.Com|JAKARTA-Budaya feodal serta praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) telah menjadi hambatan utama bagi bangsa Indonesia untuk ‘terbang’. Padahal, berbekal semangat merah putih dan kuaitas sumber daya manusia yang bagus, bangsa ini bisa ‘terbang’ tinggi, mengalahkan bangsa-bangsa lain di Asia Tenggara.
“Dalam suasana memperingati kemerdekaan Indonesia ke-63 Agustus silam, saya teringat lukisan Yayak Kencrit. Dia melukis ada anak muda Indonesia yang sebetulnya bisa terbang tinggi dengan berpegang pada bendera merah putih yang melambangkan semangat dan nilai-nilai kebangsaan. Anak muda ini mendekap buku sebagai simbol ilmu pengetahuan di dadanya. Namun pada bagian kakinya ada dua batu besar bertuliskan KKN dan feodalisme. Kalau saja kita bisa melepaskan diri dari belenggu KKN dan feodalisme, tentu Indonesia akan mampu mengalahkan negara-negara ASEAN dan menjadi bangsa yang disegani di Asia,” papar Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP) Rizal Ramli, ketika memberi arahan pada peserta pengkaderan Laskar Anti Korupsi (Laki) Pejuang 45, di Jakarta, Rabu sore (4/9).
Yayak Kencrit yang dimaksudkan Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid ini adalah pelukis ‘mbeling’ yang lari ke Jerman saat Orde Baru. Yayak sendiri alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB) yang bersama-sama Rizal Ramli dan kawan-kawannya menentang dipilihnya lagi Pak Harto sebagai Presiden pada 1978.
Rizal Ramli menceritakan, bagaimana suatu ketika dia menjadi sangat prihatin ketika melihat dengan mata kepala sendiri seorang walikota yang untuk makan siang saja dikawal tujuh ajudan. Yang lebih membuatnya miris , sang walikota yang sangat feodal itu harus dibantu stafnya saat memasukkan sepatu ke kakinya usai makan.
Sedangkan untuk praktik KKN, Capres paling ideal versi The President Centre ini menunjuk banyak sekali contoh. Krisis pangan yang ditandai dengan sangat tingginya harga produk pangan di Indonesia adalah buah praktik KKN antara penguasa dan pengusaha. Karena diterapkannya sistem kuota impor, maka tumbuh suburlah praktik KKN yang selanjutnya melahirkan mafia dan kelompok-kelompok kartel di komoditas pangan.
Akibatnya, rakyat Indonesia harus membayar gula, kedelai, daging sapi dan lainnya 100% lebih mahal dibandingkan harga di luar negeri.Rizal Ramli bukannya tidak punya solusi atas mahalnya harga komoditas pangan. Beberapa bulan silam dia langsung menemui Dirut Perum Bulog dan Menteri Perdagangan. Kepada mereka dia menyarankan agar pemerintah segera menghapus sistem kuota impor komoditas pangan dan menggantinya dengan sistem tarif. Namun dengan berbagai dalih hingga kini pemerintah masih saja mengabaikan usulan tersebut.
“Ribut-ribut tokoh bernama Sengman pada kasus impor daging sapi adalah bukti nyata adanya praktik KKN antara penguasa dan pengusaha. Praktik mafia dan kartel juga terjadi pada migas kita. Ongkos produksi BBM kita jadi sangat mahal karena para mafia Migas mengeruk keuntungan sangat besar, mencapai US$1 miliar dolar atau lebih dari Rp 10 triliun setiap tahun. Rakyat dan negara jelas sangat dirugikan,” papar Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) era Gus Dur ini.
Menurut dia, kalau mau maju dan berdiri sejajar dengan negara-negara Asia lainnya, bangsa Indonesia harus berani menghilangkan budaya feodal dan praktik KKN. Caranya sangat mudah, siapa pun yang jadi pemimpin jangan punya konflik kepentingan atau kelompok. Pemimpin harus bekerja dengan hatinya untuk bangsa dan seluruh rakyat Indonesia.
“Sebab, kalau pemimpin memiliki interest tertentu, pasti dia akan membuat berbagai macam rekayasa yang menguntungkan pribadi atau kelompoknya. Jika sudah begini, pasti yang dirugikan adalah negara dan rakyat Indonesia,” tukasnya.
MAFAZA-STORE Lengkapi Kebutuhan Anda
MafazaOnline Peduli (MOP)
MOP Adalah dana yang dihimpun dari pembaca. Untuk membantu dakwah Islam.
Mari bersinergi, Kirim bantuan melalui
Bank Muamalat Norek: 020 896 7284
Syariah Mandiri norek 069 703 1963.
BCA norek 412 1181 643
a/n Eman Mulyatman
Setelah transfer kirim sms konfirmasi ke 0878 7648 7687 Dengan format: Nama/Alamat/Jumlah/Bank/Peruntukkan (Pilih salah satu)
1. Desa Binaan 2. Motor Dai 3. Peralatan Shalat
4. Wakaf Al-Qur’an 5. Beasiswa 6. Dunia Islam
Syukran Jazakumullah Khairan Katsira
Klik Juga
Qurban di Daerah Rawan Pemurtadan
Posting Komentar