Lewat karyanya yang terkenal, Ihya’ Ulum al-Din, Imam al-Ghazali memberikan nasehat kepada kaum Muslim: Menghindari para ulama yang berdiri memohon di pintu-pintu para penguasa. Sebaliknya, Imam al-Ghazali menyarankan agar umat mencari bimbingan dari para ulama-ulama yang justru mereka dikunjungi oleh para penguasa. Imam al-Ghazali menulis hal tersebut di zaman ketika para penguasanya sendiri adalah orang-orang Islam.
Saat ini, sebagian kaum muslim yang berjumlah jutaan jatuh ke dalam penguasaan dan hidup di bawah bayang-bayang aturan dan penguasaan orang-orang non-Muslim. Bukti nyatanya Indiam, dimana sekitar 200 juta kaum Muslim hidup dan tinggal di negara tersebut. Mereka seringkali mengeluh tentang pembentukan negara Pakistan. Mereka harus menanggung derita akibat perlakuan para kaum Fasis Hindu yang menyalahkan mereka atas berpisahnya dan terbentuknya negara Pakistan. Mereka juga menyatakan pendapat bahwa jika saja tidak terjadi pemisahan dan jumlah kaum muslim di India jauh lebih banyak, maka bisa jadi kehidupan mereka jauh lebih baik daripada sekarang.
Pendapat tersebut di atas sebenarnya hanya omong kosong belaka. Kenyataannya adalah yang terjadi bukan soal angka dan jumlah penduduk kaum muslim di negara tersebut, melainkan kurangnya kepemimpinan dalam kaum muslim yang berani dan tulus bertanggungjawab atas apa yang terjadi di negara tersebut. Bagaimana bisa 15 juta kaum Shiks di India bisa mempertahankan diri mereka, tapi kaum muslim yang berjumlah 200 juta lebih tida bisa bertahan?
Di sana jelas terlihat permasalahan kurangnya daya kepemimpinan, khususnya kepemimpinan para ulama di India. Mereka jauh dari memperjuangkan hak-hak kaum muslim yang tertindas, bahkan para ulama tersebut juga mencaci maki para pemuda muslim dan mengatakan mereka terlalu militan. Bahkan, ketika kaum muslim dituduh secara tidak adil terlibat dalam kegiatan teroris, para ulama tersebut dengan cepat memberikan tuduhan serupa dan mengutuk mereka.
Setelah menderita bertahun-tahun dalam penyiksaan di penjara terkenal di India, kemudian mereka dibebaskan dari segala kesalahan oleh pengadilan, seperti pada kasus ledakan Malegaon, tapi anehinya para ulama tersebut malah diam. Pada kasus terakhir para ulama tersebut bahkan tidak bersuara dan tidak mengutuk kejadian kekerasan yang dilakukan terhadap para pemuda muslim tidak berdosa. Sebuah pemikiran di luar akal sehat.
Para ulama tersebut lebih memilih pergi ke kuil Hindu dan tunduk pada berhala untuk membuktikan loyalitasnya kepada India. Mereka lebih cepat menerkam setiap kesempatan untuk berkunjung ke negara Zionis-Israel. Dan ketika di sana, mereka malah menegur bangsa Palestina atas permintaan pengakuan negara Palestina merdeka. Mereka tidak ragu-ragu mengatakannya, bahkan mendistorsi sebuah ayat dalam al-Qur’an yang mereka katakan bahwa Allah telah menjanjikan tanah Palestina untuk orang-orang Yahudi. Saat ini tentu saja kita masih menahan diri dan masih memanggil mereka dengan kata ulama, tapi mungkin penting bagi kita untuk membuka kedok mereka di masa mendatang.
Tidak hanya di India, situasi yang lebih buruk malah terjadi di daerah jantungnya kaum muslim. Lihatlah apa yang terjadi di Semenanjung Arabia ketika para pemimpin-pemimpin suku-suku Arab merebut kekuasaan dan mengkooptasi para ulama untuk melayani kepentingan mereka. Ada catatan yang sangat menarik dimana dewan ulama di Arab Saudi dengan tegas melarang mempertanyakan legitimasi atau otoritas peraturan kerajaan tapi dengan penuh semangat mendesak orang-orang untuk bangkit melakukan perlawanan terhadap penguasa di Suriah. Mengapa justru terjadi penyikapan yang berbeda dari mereka? Tentu, kita tidak hidup dalam di masa awal-awal sejarah Islam ketika Bani Ummayah, yang dipimpin oleh Mu’awiyah, menolak untuk berjanji setia kepada Imam Ali dan pada akhirnya mengakibatkan begitu banyak kekacauan terhadap kaum muslim di masa itu. Bukan dalam konteks seperti ini kita berbicara.
Kelakuan sejumlah ulama tersebut benar-benar menyedihkan. Seperti di Saudi, penguasa Qatar mengkooptasi sejumlah ulama untuk melayani kepentingan mereka. Di antara mereka ada yang mendapatkan kesempatan untuk tampil di stasiun televisi Al-Jazeera, dan menjadikannya selebritis. Mereka juga diberikan tempat tinggal mewah yang dijaga sejumlah pasukan, selalu siap melayani mereka setiap saat dan setiap waktu. Sejumlah kenyamanan tersebut tentu dapat mempengaruhi dan melunakkan seorang ulama yang paling ‘tercerahkan’ sekalipun. Ini yang menjadi alasan gerakan Islam di Semenanjung Arabia justru dikatakan sebagai “kuburan bagi para ulama” (maqbarah al-du’at).
Kaum muslim seharusnya lebih memperhatikan pesan dari Imam al-Ghazali agar mereka menjauhi para ulama yang berdiri meminta-minta di depan para penguasa. Apalagi jika Imam al-Ghazali mengetahui bahwa para penguasa di negeri Islam saat ini, juga tunduk kepada orang-orang kafir, dia pasti akan memberikan peringatan dan mengecam ulama-ulama itu lebih keras. Adalah hal yang mengherankan ketika ketika banyak muslim menderita sementara ulama mereka melayani para taghut dengan penuh semangat.(sabili)
Saat ini, sebagian kaum muslim yang berjumlah jutaan jatuh ke dalam penguasaan dan hidup di bawah bayang-bayang aturan dan penguasaan orang-orang non-Muslim. Bukti nyatanya Indiam, dimana sekitar 200 juta kaum Muslim hidup dan tinggal di negara tersebut. Mereka seringkali mengeluh tentang pembentukan negara Pakistan. Mereka harus menanggung derita akibat perlakuan para kaum Fasis Hindu yang menyalahkan mereka atas berpisahnya dan terbentuknya negara Pakistan. Mereka juga menyatakan pendapat bahwa jika saja tidak terjadi pemisahan dan jumlah kaum muslim di India jauh lebih banyak, maka bisa jadi kehidupan mereka jauh lebih baik daripada sekarang.
Pendapat tersebut di atas sebenarnya hanya omong kosong belaka. Kenyataannya adalah yang terjadi bukan soal angka dan jumlah penduduk kaum muslim di negara tersebut, melainkan kurangnya kepemimpinan dalam kaum muslim yang berani dan tulus bertanggungjawab atas apa yang terjadi di negara tersebut. Bagaimana bisa 15 juta kaum Shiks di India bisa mempertahankan diri mereka, tapi kaum muslim yang berjumlah 200 juta lebih tida bisa bertahan?
Di sana jelas terlihat permasalahan kurangnya daya kepemimpinan, khususnya kepemimpinan para ulama di India. Mereka jauh dari memperjuangkan hak-hak kaum muslim yang tertindas, bahkan para ulama tersebut juga mencaci maki para pemuda muslim dan mengatakan mereka terlalu militan. Bahkan, ketika kaum muslim dituduh secara tidak adil terlibat dalam kegiatan teroris, para ulama tersebut dengan cepat memberikan tuduhan serupa dan mengutuk mereka.
Setelah menderita bertahun-tahun dalam penyiksaan di penjara terkenal di India, kemudian mereka dibebaskan dari segala kesalahan oleh pengadilan, seperti pada kasus ledakan Malegaon, tapi anehinya para ulama tersebut malah diam. Pada kasus terakhir para ulama tersebut bahkan tidak bersuara dan tidak mengutuk kejadian kekerasan yang dilakukan terhadap para pemuda muslim tidak berdosa. Sebuah pemikiran di luar akal sehat.
Para ulama tersebut lebih memilih pergi ke kuil Hindu dan tunduk pada berhala untuk membuktikan loyalitasnya kepada India. Mereka lebih cepat menerkam setiap kesempatan untuk berkunjung ke negara Zionis-Israel. Dan ketika di sana, mereka malah menegur bangsa Palestina atas permintaan pengakuan negara Palestina merdeka. Mereka tidak ragu-ragu mengatakannya, bahkan mendistorsi sebuah ayat dalam al-Qur’an yang mereka katakan bahwa Allah telah menjanjikan tanah Palestina untuk orang-orang Yahudi. Saat ini tentu saja kita masih menahan diri dan masih memanggil mereka dengan kata ulama, tapi mungkin penting bagi kita untuk membuka kedok mereka di masa mendatang.
Tidak hanya di India, situasi yang lebih buruk malah terjadi di daerah jantungnya kaum muslim. Lihatlah apa yang terjadi di Semenanjung Arabia ketika para pemimpin-pemimpin suku-suku Arab merebut kekuasaan dan mengkooptasi para ulama untuk melayani kepentingan mereka. Ada catatan yang sangat menarik dimana dewan ulama di Arab Saudi dengan tegas melarang mempertanyakan legitimasi atau otoritas peraturan kerajaan tapi dengan penuh semangat mendesak orang-orang untuk bangkit melakukan perlawanan terhadap penguasa di Suriah. Mengapa justru terjadi penyikapan yang berbeda dari mereka? Tentu, kita tidak hidup dalam di masa awal-awal sejarah Islam ketika Bani Ummayah, yang dipimpin oleh Mu’awiyah, menolak untuk berjanji setia kepada Imam Ali dan pada akhirnya mengakibatkan begitu banyak kekacauan terhadap kaum muslim di masa itu. Bukan dalam konteks seperti ini kita berbicara.
Kelakuan sejumlah ulama tersebut benar-benar menyedihkan. Seperti di Saudi, penguasa Qatar mengkooptasi sejumlah ulama untuk melayani kepentingan mereka. Di antara mereka ada yang mendapatkan kesempatan untuk tampil di stasiun televisi Al-Jazeera, dan menjadikannya selebritis. Mereka juga diberikan tempat tinggal mewah yang dijaga sejumlah pasukan, selalu siap melayani mereka setiap saat dan setiap waktu. Sejumlah kenyamanan tersebut tentu dapat mempengaruhi dan melunakkan seorang ulama yang paling ‘tercerahkan’ sekalipun. Ini yang menjadi alasan gerakan Islam di Semenanjung Arabia justru dikatakan sebagai “kuburan bagi para ulama” (maqbarah al-du’at).
Kaum muslim seharusnya lebih memperhatikan pesan dari Imam al-Ghazali agar mereka menjauhi para ulama yang berdiri meminta-minta di depan para penguasa. Apalagi jika Imam al-Ghazali mengetahui bahwa para penguasa di negeri Islam saat ini, juga tunduk kepada orang-orang kafir, dia pasti akan memberikan peringatan dan mengecam ulama-ulama itu lebih keras. Adalah hal yang mengherankan ketika ketika banyak muslim menderita sementara ulama mereka melayani para taghut dengan penuh semangat.(sabili)
MAFAZA ONLINE PEDULI adalah dana yang dihimpun dari
pembaca situs mafaza-online
Digunakan untuk membantu dakwah Islam di sekitar Gunung Merapi yang rawan
pemurtadan. Mari bersinergi, kirim
bantuan Anda melalui
Bank
Muamalat Norek: 0208967284 Atau Rekening Bank Syariah Mandiri nomor
rekening 069 703 1963. a/n Eman Mulyatman
Laporan
akan dimuat website mafaza-online
Setelah transfer kirim sms konfirmasi ke 0878 7648 7687 Dengan format:
Nama/Alamat/Jumlah/Bank/Peruntukkan: Dana Dakwah. Maaf
kami tidak terkait dengan Ormas atau Orpol manapun!
Posting Komentar