Herlini Amran |
MafazaOnline-JAKARTA – Anggota Komisi X DPR RI, Herlini Amran apresiasi terhadap penyelesaian kasus pelanggaran hak pendidikan agama di enam sekolah Katolik, SMAK Diponegoro STM Katolik, TK Santa Maria, SD Katolik Santa Maria serta SD Katolik dan SMP Yos Sudarso, kesemuanya di Blitar menolak untuk memberikan pelajaran agama Islam bagi siswa-siswinya yang beragama Islam.
Ia memprediksi kasus-kasus serupa masih mungkin terjadi di daerah lain. Karena itu ia mengingatkan Kemendikbud agar serius menjalankan pengawasan terhadap implementasi amanah Undang-Undang Sisdiknas tersebut di semua sekolah secara nasional.
“Saya berpendapat, bahwa Pemerintah harus segera mengantisipasi kasus-kasus pelanggaran UU Sisdiknas lainnya seperti yang terjadi di 6 sekolah di Blitar untuk memberikan pendidikan agama yang sesuai dengan agama para peserta didiknya. Jelas itu perbuatan melanggar konstitusi dan melawan hukum, sehingga jangan dibiarkan terjadi lagi kejadian seperti ini,” kata Legislator PKS tersebut di Komplek DPR, Rabu (23/01).
Menurutnya, Pendidikan agama itu adalah hak mendasar bagi siswa. “Apalagi ini diamanahkan oleh pasal 12 UU Sisdiknas, pasal 4 PP No 55/2007 tentang Pendidikan Agama, dan diperkuat lagi oleh Permen Agama No 16/2010,” jelasnya.
Ia melanjutkan, Terjadinya kasus ini menunjukkan lemahnya pengawasan Kemendikbud dan pemangku kepentingan terkait. Paling tidak amanah undang-undang ini ternyata tidak tersosialisasikan dengan baik, sehingga masih ada satuan pendidikan yang melanggar.
“Sebaiknya Pemerintah segera merespon kelemahan ini dengan memperkuat sistem pengawasan implementasi hak pendidikan agama di semua sekolah secara nasional,” usulnya.
Menurut Herlini, Kasus ini juga semakin meragukan kemampuan Kemendikbud menyukseskan program-programnya hingga satuan-satuan pendidikan di seluruh daerah. “Jadi, ketika Kemendikbud mengklaim siap menjalankan Kurikulum 2013 tepat di awal tahun ajaran baru, saya kira ini ambisi jajaran tinggi kementrian saja. Toh, para gurunya belum tentu berhasil dipersiapkan sesingkat itu, dan lagi-lagi satuan pendidikannya pun belum tentu dapat dikondisikan kejar tayang seperti itu,” ujarnya.
Herlini berharap kasus ini menjadi catatan penting bagi Kemendikbud. “Apalagi melihat rencana struktur kurikulum yang baru, jam belajar mapel agama akan ditambah, kemudian metode pengajarannya disesuaikan. Pemerintah inginnya tematik integratif dan student centered active learning. Hemat saya, itu semua membutuhkan persiapan matang pada setiap standar pendidikan, hingga kesiapan guru dan fasilitas sekolah-sekolah yang terjauh di Timur Indonesia. Jangan sampai terjadi pembangkangan melembaga bila kurikulum baru dipaksakan tahun ini” ujarnya.
Anggota DPR asal Wilayah pemilihan Kepulauan Riau ini berharap formula solusi pemenuhan hak pendidikan agama bagi 70% siswa yang sempat terabaikan ini segera dilaksanakan oleh ke-6 sekolah Yayasan Yohanes Gabriel Blitar. “Ingat, Pemerintah berkewajiban mengawasinya, sekaligus memfasilitasinya. Kasus ini bolehlah menjadi model penyelesaian masalah sejenis dikemudian hari” tutupnya.
Ia memprediksi kasus-kasus serupa masih mungkin terjadi di daerah lain. Karena itu ia mengingatkan Kemendikbud agar serius menjalankan pengawasan terhadap implementasi amanah Undang-Undang Sisdiknas tersebut di semua sekolah secara nasional.
“Saya berpendapat, bahwa Pemerintah harus segera mengantisipasi kasus-kasus pelanggaran UU Sisdiknas lainnya seperti yang terjadi di 6 sekolah di Blitar untuk memberikan pendidikan agama yang sesuai dengan agama para peserta didiknya. Jelas itu perbuatan melanggar konstitusi dan melawan hukum, sehingga jangan dibiarkan terjadi lagi kejadian seperti ini,” kata Legislator PKS tersebut di Komplek DPR, Rabu (23/01).
Menurutnya, Pendidikan agama itu adalah hak mendasar bagi siswa. “Apalagi ini diamanahkan oleh pasal 12 UU Sisdiknas, pasal 4 PP No 55/2007 tentang Pendidikan Agama, dan diperkuat lagi oleh Permen Agama No 16/2010,” jelasnya.
Ia melanjutkan, Terjadinya kasus ini menunjukkan lemahnya pengawasan Kemendikbud dan pemangku kepentingan terkait. Paling tidak amanah undang-undang ini ternyata tidak tersosialisasikan dengan baik, sehingga masih ada satuan pendidikan yang melanggar.
“Sebaiknya Pemerintah segera merespon kelemahan ini dengan memperkuat sistem pengawasan implementasi hak pendidikan agama di semua sekolah secara nasional,” usulnya.
Menurut Herlini, Kasus ini juga semakin meragukan kemampuan Kemendikbud menyukseskan program-programnya hingga satuan-satuan pendidikan di seluruh daerah. “Jadi, ketika Kemendikbud mengklaim siap menjalankan Kurikulum 2013 tepat di awal tahun ajaran baru, saya kira ini ambisi jajaran tinggi kementrian saja. Toh, para gurunya belum tentu berhasil dipersiapkan sesingkat itu, dan lagi-lagi satuan pendidikannya pun belum tentu dapat dikondisikan kejar tayang seperti itu,” ujarnya.
Herlini berharap kasus ini menjadi catatan penting bagi Kemendikbud. “Apalagi melihat rencana struktur kurikulum yang baru, jam belajar mapel agama akan ditambah, kemudian metode pengajarannya disesuaikan. Pemerintah inginnya tematik integratif dan student centered active learning. Hemat saya, itu semua membutuhkan persiapan matang pada setiap standar pendidikan, hingga kesiapan guru dan fasilitas sekolah-sekolah yang terjauh di Timur Indonesia. Jangan sampai terjadi pembangkangan melembaga bila kurikulum baru dipaksakan tahun ini” ujarnya.
Anggota DPR asal Wilayah pemilihan Kepulauan Riau ini berharap formula solusi pemenuhan hak pendidikan agama bagi 70% siswa yang sempat terabaikan ini segera dilaksanakan oleh ke-6 sekolah Yayasan Yohanes Gabriel Blitar. “Ingat, Pemerintah berkewajiban mengawasinya, sekaligus memfasilitasinya. Kasus ini bolehlah menjadi model penyelesaian masalah sejenis dikemudian hari” tutupnya.
Posting Komentar