Selasa, 19 Januari 2016

Home » » Tantangan Mendidik Anak di Era Digital (1)

Tantangan Mendidik Anak di Era Digital (1)

Seminar Parenting by Bunda Elly Risman
  
Mafaza-Online.Com
| KELUARGA -
Sabtu tanggal 21 Februari 2015 yang lalu, alhamdulillah akhirnya saya berkesempatan untuk menghadiri seminar parenting dengan pembicara istimewa, Ibu Elly Risman, Psikolog yang diadakan oleh Sekolah Kreatif SDN Muhammadiyah 16 Surabaya bekerjasama dengan yayasan milik Ibu Elly, Yayasan Kita dan Buah Hati (YKBH). Sebenarnya, gambaran isi seminarnya saya sudah tau karena pernah baca ringkasannya di beberapa blog orang. Tetapi, karena pembicaranya adalah Ibu Elly Risman sendiri, rasanya pasti akan berbeda sekali bila kita bisa ikut hadir dan mendengarkan langsung. Sayang sekali kalau dilewatkan.

Sebelum saya ceritakan isi materi seminarnya, alangkah baiknya saya beri gambaran sekilas terlebih dulu mengenai profil Ibu Elly Risman ini, supaya Anda semua yang membaca percaya, bahwa Ibu Elly Risman ini bukanlah narasumber main-main untuk memberikan materi mengenai parenting.

Ibu Elly Risman ini adalah seorang psikolog dengan spesialisasi pengasuhan anak sekaligus menjabat sebagai direktur pelaksana di Yayasan Kita dan Buah Hati. Beliau belajar psikologi di Universitas Indonesia, dan pernah pula 10 tahun lamanya tinggal di Amerika untuk menemani suaminya yang sedang menempuh PhD. Sembari tinggal di Amerika, beliau juga mendalami ilmu parenting di Florida State University Talahase.

Ibu Elly ini, ternyata kelahiran 1951. Sudah termasuk cukup berumur menurut saya, tapi, semangat dan tenaganya luarrrr biasa! Salute! Beliau terlihat sangat penyayang dan keibuan, namun tetap tak kehilangan kesan tegas. Keren pokoknya! :)

Seminar direncanakan akan berlangsung selama kurang lebih 3 jam, namun kenyataannya berlangsung lebih lama lagi. Dimulai pada pukul 09.00 WIB dan berakhir sekitar pukul 13.30 WIB. Ibu Elly sampai minta maaf secara pribadi karena menyebabkan shalat dhuhur kami tertunda. Oleh karena betapa panjangnya paparan materi yang disampaikan dan menurut saya isinya padat dan penting semua, maka tulisan ini akan saya bagi menjadi beberapa posts, supaya materinya dapat terserap dengan baik dan Anda semua tidak jenuh membacanya.


Jadi.. tak perlu berlama-lama lagi. Kita mulai saja ya… ^_^

Mengawali seminarnya, Ibu Elly langsung membuka dengan sebuah pernyataan,

“Bencana yang paling besar saat ini adalah kita tidak sadar bahwa kita sedang dalam bencana. Bencana itu ada di telapak tangan kita dan anak-anak kita, yaitu gadget!“

Audience sepi seketika.

Berikutnya, Ibu Elly berpesan, bahwa kami, audience, sepulang mengikuti seminar ini, diminta untuk menyampaikannya minimal kepada 3 orang terdekat di sekitar kita. Mengapa? Sebab, lingkungan anak-anak tak hanya terdiri dari kita saja. Bisa jadi, kita sudah berusaha sebaik mungkin untuk mendidiknya, namun karena lingkungan lainnya belum memahami benar, maka bisa saja ia terkontaminasi dengan mereka yang masih kurang peduli dengan masalah ini. Sayang kaaan?

Nah, agar bisa lebih optimal, saya bagikan saja via blog ini. Semoga yang mengetahui informasinya dapat lebih banyak dari sekedar 3 orang dan lebih bermanfaat. Aamiin..

Sesi Pertama: Pengasuhan Orangtua

Di awal sesi pertama Ibu Elly memberikan pertanyaan, “Siapkah kita untuk menjadi orang tua?” Dan jawabannya, hampir sebagian besar para orangtua tidak menguasai benar bagaimana caranya menjadi orangtua. Mereka tidak memahami/memiliki cukup pengetahuan mengenai tahapan perkembangan anak, mereka juga tidak mengetahui bagaimana cara otak bekerja. Padahal, hal tersebut tentu akan berpengaruh terhadap kepribadian dan masa depan anak.

Tahukah Anda poin terpenting dari pengasuhan orangtua? Ya! Yaitu CARA ORANGTUA BERBICARA/BERKOMUNIKASI dengan anaknya!

Berikutnya, beliau memutarkan cuplikan video mengenai bagaimana tak terkontrolnya ibu-ibu itu bila menumpahkan ‘omelan’-nya (saya rekomendasikan Anda nonton filmnya secara penuh, judulnya “I’m not Stupid Too 2”, dijamin tertohok, mengena, penuh derai air mata. Manfaat banget untuk gambaran parenting & keluarga!).

Betapa para ibu-ibu itu bisa dengan ringan dan tanpa lelahnya mengomel tak henti, hingga sang anak jengah dan tak satupun kata-katanya diresapi mereka. Audience yang sebagian besar ibu-ibu spontan tertawa.
Merasa memang begitu mungkin ya! Hahaha..

Kesalahan terbesar dan tersering yang dilakukan oleh para orangtua adalah bicara dengan tidak sengaja pada anak. Tidak sengaja? Ya. Maksudnya, seringkali para orangtua tidak sadar penuh kala berbicara dengan anak, tidak memperkirakan, memperhitungkan, merasakan terlebih dahulu kata-kata apa saja yang mereka sampaikan pada putra putrinya. Spontan saja mengalir keluar.

Anak seringkali dihujani dengan rentetan ceramah-ceramah tanpa sela. Terlebih bila di pagi hari, kala bapak ibu, ayah bunda sedang hectic mengejar jam masuk kantor atau jam masuk sekolah anak.

Nah, cara komunikasi yang demikian itu, ternyata sangat berbahaya bagi perkembangan anak ke depan. Efeknya:

1. Melemahkan konsep diri anak

2. Membuat anak diam, melawan, menentang, tidak peduli, sulit diajak kerjasama

3. Merasa tidak berharga atau tidak percaya diri

4. Tidak terbiasa berpikir, memilih, dan mengambil keputusan bagi diri sendiri

Selain 4 efek secara garis besar di atas, bicara tidak sengaja pada anak juga akan membuat anak menjadi:

– Bertanya-tanya/menyesali diri, “Mengapa aku dilahirkan?”

– Lelah jiwa (BeTe)

– De Motivated alias malas

– Merasa terperangkap

– Bingung

– Kecewa

– Dendam

– Bunuh diri

Na’udzubillaahimindzaalik. Serem ya.. :(

Beliau juga menyampaikan, betapa banyak dari kita, sebagai orangtua, yang tak mengenal diri sendiri? Jarang melihat ke dalam (look in) dan terlalu sering melihat/menilai ke luar (look out). Seringkali terlalu sibuk sehingga jarang mengenali diri sendiri, terlebih lagi berusaha mengenali orang lain, apalagi anak-anak dan pasangannya.

Berikutnya, masih mengenai komunikasi, beliau menyebutkan beberapa kesalahan yang seringkali tanpa sadar kita lakukan dalam berkomunikasi, yaitu:

– Bicara tergesa-gesa

– Tidak mengenal diri sendiri

– Lupa bahwa tiap individu itu unik, sehingga memiliki kebutuhan dan kemauan masing-masing yang berbeda

– Tidak sempat membaca bahasa tubuh

– Tidak mendengar perasaan

– Kurang mendengar aktif

Beliau mencontohkan dengan kasus. Misal saat anak berlari-lari, orangtua mengingatkan berkali-kali, “Jangan lari-lari nak, nanti jatuh!” dan sang anak tetap saja berlarian. Tak lama kemudian, ia benar terjatuh.

Apa yang biasanya dilakukan orangtua? Yak, benarrr! Sang orangtua selanjutnya berkata, “Tuh, kaaaaaan.. apa mama bilang? Udah, gapapa cuman jatuh gitu aja. Besok PASTI sembuh.” Padahal, si anak menangis, ia memegangi lututnya, bahasa tubuh dan ekspresinya menunjukkan kesakitan sembari terus menerus sesenggukan berkata, “Sakiiit ma…“.

Sudah berapa kesalahan yang dilakukan Sang Mama? Ia menancapkan dalam memori anaknya berulang-ulang, bahwa ia akan jatuh. Berikutnya, ia menyalahkan anaknya: “tuh kaaan…” dan tak jarang diiringi dengan ceramah panjang. Tak hanya itu saja, Sang Mama juga tak mendengar perasaan anaknya, sekaligus tak membaca bahasa tubuhnya. Si anak menangis, memegangi lututnya, mimik wajahnya sedih, berulang kali bilang “sakiiit..” tapi apa yang mama bilang? “Udah gapapa.. cuman jatuh gitu aja.”

Lalu, parahnya lagi, Sang Mama sebenarnya tau bahwa dengan luka yang demikian, tak mungkin akan sembuh esok hari, tapi ia tetap bilang, “PASTI besok sudah sembuh.” Ia beri harapan palsu pada anaknya. Saat itu, sang anak percaya apa kata mamanya, bisa jadi ia tenang, pasti besok sembuh. Sampai keesokan harinya, saat yang ditunggu-tunggunya, ia lihat dan rasakan lukanya belum sembuh jua.

Dari situlah ia bisa jadi belajar, bahwa mamanya berbohong. Mamanya membohonginya…

Lantas, beliau menyebutkan lebih rinci dalam slide berikutnya, 12 Gaya Populer Kekeliruan dalam Komunikasi:

1. Memerintah            7. Menasihati

2. Menyalahkan          8. Membohongi

3. Meremehkan          9. Menghibur

4. Membandingkan   10. Mengkritik

5. Mencap/melabel   11. Menyindir

6. Mengancam         12. Menganalisa

Bayangkan betapa seringnya orangtua tanpa sadar melakukan 12 gaya populer tersebut. Ibu Elly bertanya, sudah berapa banyak stempel yang dicapkan orangtua di wajah anak-anaknya? Sudah sejak usia berapa kita mengancam anak-anak kita?

Misalkan pada salah satu lagu anak yang cukup populer: “nina bobo’.. oh nina bobo’.. kalau tidak bobo’ digigit nyamuk..” nah lho! anak diancam, kalo nggak kunjung bobo’ nanti digigit nyamuk..

Jadi, sudah seberapa banyak? Sudah seberapa sering? Sudah berapa lama? :(

– to be continued –

Salam,

Galuh Nindya

Silakan klik:
Lengkapi Kebutuhan Anda
 






Share this article :

Posting Komentar

 
Copyright © 2011. Mafaza Online: Tantangan Mendidik Anak di Era Digital (1) . All Rights Reserved