Kamis, 26 November 2015

Home » » SEMINAR WIRAUSAHA AL-IDRISIYYAH: Wujudkan Komunitas Santripreneur

SEMINAR WIRAUSAHA AL-IDRISIYYAH: Wujudkan Komunitas Santripreneur

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi,” (QS Al Qashshash [28] ayat 77)



Mafaza-Online.Com | EKONOMI - Geliat pembangunan di Pondok Pesantren Al-Idrisiyyah tak hanya gencar dalam bentuk fisik, tapi juga dalam keilmuan. Kali ini Al-Idrisiyyah mengasah intelektual dan ketajaman berbisnis santrinyanya dengan mengadakan seminar bertema ekonomi. Hadir sebagai pembicara dalam seminar kewirausahaan bertajuk “Membangun Spirit Entrepreneurship”, Syaikh Muhammad Fathurahman dan Sandiaga Salahudin  Uno. Acara ini dimoderatori Asep Deni, Rabu (25/11/2015), bertempat di Masjid Al-Fataa, Pondok Pesantren Al-Idrisiyyah, Cisayong Tasikmalaya

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi,” Syaikh Fathurahman membuka uraiannya dengan mengutip firman Allah SWT dalam surat  Al Qashshash [28] ayat 77.

Contohnya Nabi Sulaeman, masih kata Syaikh Fathurahman, hingga sekarang tidak ada penguasa yang kekuasaannya sampai menguasai jin. “Tapi, apa kata-kata yang terucap dari nabi Sulaeman, “Hadza min fadli rabbi, semua ini karunia dari Tuhanku,” tambahnya.

Begitulah, semakin bersyukur semakin tambah nikmatnya. Tapi jangan kita beribadah semata ingin kaya. Rasulullah sebagai pedagang dalam usia 40 pergi ke gua Hira, tapi wiridnya untuk mendekatkan diri  pada Allah SWT, “Bukan untuk kaya!” jelasnya.

Syaikh Fathurahman juga menceritakan sosok Imam Abu Hanifah, beliau seorang pedagang sukses. Kitabnya banyak tapi juga pelaku bisnis. Sungguh dia pribadi yang asing, Al-Quran menyebutnya sebagai ghuraba, “Unik, karena berbisnis tapi bersih,” ungkapnya.

Suatu kali, Syaikh Fathurahman menceritakan, dari sekian kodi kain yang dikirim ada satu yang kondisinya tidak bagus. Kepada si penjual dia wanti-wanti agar sebelum dijual hendaknya menjelaskan dulu kondisi kain itu.

Begitu si Penjual kembali untuk setor hasil dagangannya, Imam Abu Hanifah langsung bertanya apa pesannya dilaksanakan? Si Penjual mengatakan bahwa dia lupa mengatakan pesan Abu Hanifah. Detik itu juga Imam Abu Hanifah menginfakkan seluruh keuntungan dari penjualan.  “Tidak serta merta diterima, tapi dia ingin tahu dulu bagaimana prosesnya,” tutur Syaikh Fathurahman.

TIGA PRINSIP

Menurut Syaikh Fathurahman, ada tiga prinsip yang harus dipegang oleh seorang pebisnis. Pertama Prinsip Aqidah. Urusan aqidah bukan di masjid saja, tapi semua aspek termasuk ekonomi harus bersih. Jangan memikul tugas Allah, yaitu ketika memulai usaha takut rugi. Karena manusia itu kewajibannya berusaha. Atau sebaliknya tidak pernah evaluasi tapi rajin shalat Dhuha. 
“Karena takdir Allah itu pasti baik sesuai dengan keadilannya,” tuturnya.
Kedua Prinsip Syariat. Orang yang rajin silaturahim maka mempercepat rejeki dalam istilah bisnis, Network (jaringan). Selanjutnya Prinsip Etika. Jangan mengabaikan proses. Prosesnya harus baik, harus sesuai dengan syariat, “Ketiganya harus berjalan terpadu,” kata Syaikh Fathurahman. 

Sandiaga Uno yang didaulat sebagai pembicara berikutnya sempat menginterupsi moderator ketika dibacakan biodatanya bahwa dia sebagai orang terkaya ke-29 di Indonesia. Menurutnya, urusan harta itu adalah milik Allah SWT Yang Maha Kaya dan Mengayakan orang yang Dia inginkan. “Jujur selama 2 jam terakhir banyak belajar dari Syaikh,” katanya yang disambut applause hadirin.

Cerita orang kaya, kata Sandi, begitu pria kelahiran Pekanbaru 28 Juni 1969 ini biasa disapa, itu diambil dari google. Lumrah biasanya cerita sukses, memang menarik. “Tapi sebenarnya saya korban dari kegagalan,” ungkapnya.

Dia mencertiakan, tahun 1997  dia masuk kantor dan mendapati secarik kertas bahwa dia di PHK. Seketika galau pun melanda. “Kok dengan prestasi seperti ini saya di PHK,” batinnya.

Prestasi Sandi dibidang akademik memang bukan main-main. Dia lulusan Wichita State University, Amerika Serikat, dengan predikat summa cum laude. Sandi mengawali karier sebagai karyawan Bank Summa pada 1990. Setahun kemudian ia mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di George Washington University, Amerika Serikat. Ia lulus dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 4,00 .
 

Di PHK langit seperti runtuh. Tapi hidup harus terus berjalan. Dia memulai usaha dibidang Keuangan dan investasi dibawah bendera, PT Saratoga Advisor. Mengawali dengan kantor sederhana berukuran 8x10 dan 3 orang yang berkembang menjadi 3000 karyawan.
“Niat saya waktu itu ingin mandiri. Karena malu, balik ke rumah minta susu untuk anak saya. Saya tidak ingin bergantung kepada orang lain,” tuturnya.
Penuturan ini sekaligus menjawab pertanyaan orang, jadi pebisnis sukses bagaimana memulainya? Bagaimana cari modal, kalau gagal bagaimana? Dia mencertiakan pengalamannya, ketika memulai bisnis, tidak ada kesempatan karena dalam keadaan krisis. “Semua berawal dari niat,” tegasnya.

Dari niat yang kuat, dilanjutkan dengan bermitra. Karena peluang ada disekitar kita, tapi tidak bisa dikerjakan sendiri. Setelah itu terus belajar, mentor ada di sekitar kita dan juga di dunia maya. Banyak orang sukses ada di dunia maya. Tak kalah penting adalah jaringan. “Setiap silaturahim, itu membawa peluang dan setiap peluang membawa rezekinya,” kata mantan ketua HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) ini.

Sandi dinobatkan menjadi 122 orang terkaya di Indonesia versi majalah Asia Globe dengan total aset perusahaan mencapai 80 juta dollar AS, Pada 2007. Sementara, pada 2008 ia dinobatkan menjadi orang terkaya ke-63 di Indonesia dengan total aset 245 juta dollar AS. Pada 2009 Sandi masuk sebagai pendatang baru dalam daftar 40 orang terkaya Indonesia versi majalah Forbes. Majalah tersebut menuliskan Sandi memiliki kekayaan US$ 400 juta dan berada di peringkat 29.

  
EMPAT KARTU AS

Disesi akhir dari uraiannya, Sandi Uno pria berdarah Gorontalo ini yang sering memberikan pembekalan tentang jiwa kewirausahaan (entrepreneurship), utamanya pada pemuda memberikan resepnya. Yang dia sebut sebagai Empat kartu As untuk sukses. “Ini semacam etos kerja,” katanya.

AS Pertama Kerja Keras. Tidak bisa kita setengah-setengah, kita dikasih peluang maka menjawabnya dengan kerja keras. Pesaing ada didepan mata, globalisasi dan perdagangan bebas sudah berjalan.

Kedua, cerdas tak hanya menangkap peluang, tapi juga mengeksekusinya. Tiga bulan lalu dia ke Myanmar dan Thailand, ternyata warga disana sudah belajar bahasa Indonesia. “Karena mereka tahu pasar yang paling besar adalah Indonesia,” ungkapnya.

Ketiga, Tuntas, bekerja dengan perencanaan dan sampai tuntas. Jangan merasa cepat puas. Ketemu gubernur, menang tender tapi dialihkan ke orang lain, cukup ambil fee. Finish your start, selesaikan apa yang Anda mulai. “Lari marathon itu dinilai sampai garis finish,” tegasnya.

Keempat, Ikhlas. Hasilnya dari kerja kita itu adalah tugas Allah. Kewajiban hamba hanya ikhtiar, untung atau rugi adalah wilayah Allah SWT.

GULIRKAN SANTRIPRENEUR

Menjawab pertanyaan wartawan tentang networking (jaringan) Santripreneur dan kesediannya menjadi mentor untuk komunitas bisnis santri, Sandiaga mengatakan ketertarikannya. Bahkan dia akan mendorong kerjasama dengan perusahaannya. Agar santri-santri seluruh Indonesia dan khususnya Ponpes Al-Idrisiyyah maju dalam berbisnis. Dirinya yakin akan lahir pengusaha-pengusaha besar dari kalangan santri.

“Wah sangat setuju saya,” katanya sambil mengangguk cepat beberapa kali.

Alasannya, karena networking dan pengetahuan agama para santri bagus dan kalau diterapkan dengan baik bisa sebagai modal awal membangun santripreneur. Karena setiap pengusaha sukses punya nilai-nilai luhur atau filosofi yang baik.

“Jadi 20 tahun lagi, orang-orang seperti Aburizal Bakrie, Chairul Tanjung dan Arifin Panigoro justru akan lahir dari kalangan santri,” pungkasnya. 



Silakan klik:

Hanya dengan Rp 50.000 Anda sudah ikut berdakwah
   




Share this article :

Posting Komentar