Minggu, 28 September 2014

Home » » Poppy Dharsono: Mengapa Asing Inginkan Pemilihan Langsung?

Poppy Dharsono: Mengapa Asing Inginkan Pemilihan Langsung?

“Selain gesekan konflik, pilkada langsung telah menyeret rakyat secara langsung pula kedalam arus politik uang yang sangat transaksional. Mental rakyat dirusak oleh kompetisi yang hanya mempertarungkan modal”









Mafaza-Online.Com | JAKARTA - Hampir semua media barat mengecam keputusan DPR pada Undang-undang Pilkada yang menetapkan pemilihan kepala daerah dilakukan lewat DPR setempat. Padahal negara-negara asing tidak merasakan kerusakan bangsa akibat pilkada langsung yang dilakukan di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Poppy Dharsono kepada Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (27/9).

“Ada apa pihak asing memuji pemilihan langsung? Padahal dalam pemilihan langsung, rakyat terlibat hanya dalam pemilihan kepala daerah. Setelah terpilih, tidak ada mekanisme pertanggung jawaban kepala daerah pada rakyat. DPRD tidak berdaya dan lepas tangan karena kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat. Rakyat tetap miskin kepala daerah makin kaya karena korupsi,” jelasnya.

Menurutnya,dalam demokrasi liberal saat ini, pilkada lewat DPRD justru akan mendidik rakyat untuk kritis terhadap DPRD dan partai pilihannya. Kalau konsisten maka partai dan DPRD akan menjadi alat rakyat untuk mengawasi kepala daerah.

“Sila ke 4 Pancasila sebagai landasan idiologi berbangsa dan UUD 45 sebagai landasan struktural pada prinsipnya menganut sistim demokrasi perwakilan, dimana kedaulatan ada ditangan rakyat tapi dilaksanakan sepenuhnya oleh wakil-wakil rakyat yang dipilih melalui pemilihan yang demokratis,” ujarnya.

Sejak 1945 sampai tahun 2005 (60 tahun) menurutnya sistem pemilihan Indonesia menganut demokrasi perwakilan. Sekalipun memiliki kelemahan, bukan berarti sistim pemilihan ini harus tinggalkan. Pengalaman Pemilu 1955 yang dikenal paling baik dan kemudian pemilihan gubernur dan bupati melalui pemilu daerah yang berlangsung tahun 1957 terbukti mampu menghasilkan pemimpin-pemimpin yang kompeten.

“Ini dikarenakan tingkat pendidikan politik rakyat yang tinggi dan fungsi partai politik sebagai alat perjuangan rakyat berjalan dengan baik. Partai politik aktif melakukan pendidikan-pendidikan politik terhadap rakyat, struktur partai politik juga bergerak sampai ke ranting. Contohnya  PKI, PNI dan yang lainnya,” jelasnya.

Pertarungan Modal

Pemilihan kepala daerah secara langsung selama ini menurutnya telah membawa banyak kerusakan moral dan krisis politik ditengah-tengah rakyat.

“Selain gesekan konflik, pilkada langsung telah menyeret rakyat secara langsung pula kedalam arus politik uang yang sangat transaksional. Mental rakyat dirusak oleh kompetisi yang hanya mempertarungkan modal,” ujarnya.

Pilkada langsung juga menurutnya telah menyedot anggaran negara yang sangat besar. demokrasi itu memang butuh biaya.


“Akan tetapi jika demokrasi itu bisa diselenggarakan dengan biaya yang murah kenapa tidak kita ambil pilihan itu?,” ujarnya.

Calon-calon perseorangan, menurutnya tetap bisa terlibat dalam pemilihan lewat DPRD ini dengan syarat-syarat yang diatur oleh Undang-undang dan diserahkan kepada DPR.

“Kita juga tidak dapat memungkiri jika Pilkada langsung juga telah melahirkan pemimpin-pemimpin korup. Sistem ini memang mengkondisikan para pemimpin yang terpilih untuk mengembalikan modal pemilihan mereka melalui jalan singkat yaitu dengan korupsi,” tegasnya. (Tiara Hidup)

BERGELORA.COM



Silakan klik: Buku: Fiqih Demokrasi  
 
Share this article :

Posting Komentar