Jumat, 06 Desember 2013

Home » » Thailand Diam-diam Perdagangkan Pengungsi Rohingya

Thailand Diam-diam Perdagangkan Pengungsi Rohingya

Diculik, dipekerjakan di kamp-kamp di tengah hutan, sampai ajal menjemput, Ini adalah Opsi Kedua Pemerintah

Mafaza-Online.Com | BANGKOK - Suatu sore di bulan Oktober, di wilayah tak bertuan antara Thailand dan Myanmar, Muhammad Ismail lenyap. Pejabat imigrasi Thailand mengatakan ia dideportasi ke Myanmar. Benarkah demikian?

Penelusuran Reuters, Ismail dan ratusan pengungsi lainnya masuk dalam "bursa" perdagangan manusia. Dia dipekerjakan di kamp-kamp di tengah hutan.

Reportase investigasi Reuters di tiga negara menemukan adanya kebijakan rahasia untuk melenyapkan pengungsi Rohingya dari pusat-pusat penahanan imigrasi Thailand. Para pembeli sudah menunggu dengan perahu di tengah laut.

Mereka kemudian diangkut melintasi Thailand Selatan dan "disimpan" di dalam kamp yang tersembunyi di dekat perbatasan dengan Malaysia sampai kerabat mereka membayar ribuan dolar untuk membebaskan mereka.

Berdasarkan pengendusan Reuters dan kesaksian warga Rohingya yang ditahan di sana, lokasi penahanan mereka ada di dekat sebuah desa bernama Baan Klong Tor. 

"Dalam jumlah tak terhitung, mereka meninggal di sana," kata salah seorang saksi.

Seorang narasumber di kepolisian Thailand mengakui adanya kebijakan rahasia yang disebut "opsi kedua" ini. Opsi yang dimaksud adalah menyingkirkan etnis Rohingya dari fasilitas penahanan.

Ismail pada Reuters mengaku dirinya termasuk salah satu di antara lima pemuda Rohingya yang dijual para pejabat imigrasi Thailand. "Tampaknya begitu resmi pada awalnya," kata Ismail. "Mereka memotret dan mengambil sidik jari kami. Mereka kemudian ke perahu yang menunggu di laut dan 20 menit kemudian kembali untuk memberitahu kami telah dijual."

Ismail mengatakan ia digiring ke perahu, kemudian menempuh jalan darat dan berakhir di sebuah kamp di Thailand selatan. Kamp dijaga oleh pria-pria bersenjata lengkap. 

"Setidaknya satu orang meninggal setiap hari karena dehidrasi atau penyakit."

Bozor Mohammed, pengungsi Rohingya lainnya, mengaku mengalami kelaparan dan beberapa kali pemukulan, sementara sang penyandera terus meneror keluarganya meminta tebusan US$ 2.000.

Pengungsi yang tak ditebus keluarganya akan dikirim ke perusahaan pelayaran atau pertanian. Mereka dijual seharga 5.000 sampai 50 ribu baht, atau antara US$ 155 dan US$ 1.550, sesuai keahlian mereka.

The Arakan Project, sebuah kelompok advokasi Rohingya yang berbasis di Thailand, mengatakan telah mewawancarai puluhan warga Rohingya yang pernah disekap di kamp rahasia. "Banyak dari mereka yang tidak dapat membayar berakhir sebagai juru masak atau penjaga di kamp-kamp itu," kata Chris Lewa, Direktur Arakan Project.

Tarit Pengdith, Kepala Departemen Investigasi Khusus, badan setara setara FBI di Thailand, membenarkan adanya kamp-kamp itu. "Kami telah mendengar tentang kamp-kamp ini di Thailand selatan," katanya, "Tapi kami tidak menyelidiki masalah ini." (reuters | tempo |trip b)




Silakan di Klik:


MafazaOnline Peduli (MOP)
Share this article :

Posting Komentar