Sabtu, 06 Juli 2013

Home » » Militer, Media, dan Intervensi Asing Adalah Ujian Demokrasi Mesir

Militer, Media, dan Intervensi Asing Adalah Ujian Demokrasi Mesir

Seharusnya Presiden SBY tidak mengakui pemerintahan baru Mesir hasil kudeta militer yang melawan pemerintahan sipil yang sah hasil Pemilu

MafazaOnline | JAKARTA - Koordinator Kaukus Parlemen Indonesia Untuk Palestina, Almuzzammil Yusuf menyayangkan kudeta militer kepada Muhammad Mursi, Presiden Mesir yang sah dan dipilih secara demokratis pada Pemilihan Presiden 2012. Menurutnya, militer, media, dan intervensi asing adalah ujian berat demokrasi di Mesir.

“Sangat disayangkan di era modern ini masih ada kudeta militer. Padahal Presiden Mursi adalah Presiden Mesir pertama yang dipilih langsung oleh rakyat Mesir dengan perolehan 51,7% pemilih pada Pilpres 2012. Beliau juga telah menunjukan prestasi selama 1 tahun memimpin Mesir,” jelas Wakil Ketua Komisi III DPR RI ini dalam rilisnya, 4 Juli 2013.

Sedangkan dukungan terhadap Referendum Konstitusi Baru Mesir yang dipersoalkan oleh kelompok oposisi dan militer, kata Muzzammil, menunjukan 63% rakyat Mesir mendukung diberlakukannya konstitusi yang telah disusun dan ditetapkan oleh Parlemen dan Pemerintah Mesir.

“Fenomena kudeta militer ini menunjukan kemunduran Mesir jauh ke belakang. Ada kelompok minoritas di Mesir yang oposisi terhadap pemerintah tidak siap berdemokrasi. Mereka tidak siap kalah dan tidak siap diatur,” jelasnya.

Menurut politisi PKS asal Lampung ini, meskipun jumlah yang anti pemerintahan Mursi lebih kecil dibandingkan pendukung Mursi namun mereka memiliki sumber kekuatan politik yang besar.

“Kekuatan politik utama mereka adalah militer, media, dan dukungan Asing. Dukungan Asing ini akan berdampak pada dukungan dana, senjata, dan intelijen. Dugaan saya, Israel dan Barat dibalik agenda penggulingan Presiden Mursi. Kejadian ini mengulang kudeta militer terhadap FIS di Aljazair tahun 1992, Sudan, dan Palestina. Mereka juga sedang berusaha menggulingkan pemerintahan Turki. Ke depan mereka sangat mungkin menargetkan Tunisia dan Maroko,” Paparnya.

Muzzammil menjelaskan, sejak awal mereka merasa terancam dengan kepemimpinan Presiden Mursi di Mesir dan pemimpin gerakan Islam lainnya. ”Meskipun terpilih secara demokratis melalui pemilihan umum, mereka tidak ingin para pemimpin gerakan Islam menang dan memimpin pemerintahan yang sah.” ujarnya.

Kejadian ini, kata Muzzammil, menunjukan ketidakkonsistenan pidato Presiden Barack Obama yang pernah disampaikannya di Al Azhar, Mesir pada 2009. “Presiden Obama pernah mengatakan ingin bergandengan tangan dan bekerjasama dengan pemerintahan Islam,” katanya.

Menarik untuk diamati, kata Muzzammil, peran media masa di Mesir yang dikuasai oleh partai oposisi bekerjasama dengan media internasional untuk menyebarkan pemberitaan yang massif terhadap aksi demontrasi yang anti terhadap Pemerintahan Mursi hingga pemberitaanya sampai ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.

“Sedangkan aksi demontrasi besar-besaran yang dilakukan oleh pendukung Pemerintahan Mursi dan prestasi Presiden Mursi tidak mereka siarkan. Seakan-seakan yang mendukung Presiden Mursi itu jumlahnya sedikit dan pemerintahan Mursi telah gagal memerintah. Apalagi saat ini 3 stasiun TV yang mendukung Pemerintahan Mursi ditutup oleh Militer sehingga tidak bisa bersiaran,” jelasnya

Dalam pandangan Muzzammil, agenda setting media dalam kudeta militer di Mesir ini sangat kuat. “Mereka merekayasa realitas di Mesir dengan memunculkan pemberitaan yang sesuai dengan agenda mereka dan menutup rapat-rapat pemberitaan yang merusak agenda mereka,” paparnya.

Untuk itu, kepada Pemerintah Indonesia, Muzzammil mendesak agar Presiden SBY untuk tidak mengakui pemerintahan Mesir hasil kudeta militer karena bertolak belakang dengan prinsip demokrasi. ”Jika kita konsisten menjunjung demokrasi, seharusnya Presiden SBY tidak mengakui pemerintahan baru Mesir hasil kudeta militer yang melawan pemerintahan sipil yang sah hasil Pemilu,” tutupnya.

Share this article :

Posting Komentar