Selasa, 09 Juli 2013

Home » » Kisah Jelang Buka Puasa: Mengapa Bukan Ayah saja yang Meninggal?

Kisah Jelang Buka Puasa: Mengapa Bukan Ayah saja yang Meninggal?

ilustrasi
Kisah anak yang menyadarkan kealpaan ayahnya.. subhanallah!

Ia masih bocah, duduk di bangku kelas 3 SD. Suatu kali ustadz di kelasnya memotivasi para siswa untuk menjaga shalat jamaah Subuh.

Bagi si anak, Subuh merupakan sesuatu yang sulit. Namun sang bocah telah bertekad untuk menjalankan shalat Subuh di masjid.

Lalu dengan cara bagaimana anak ini memulainya?

Dibangunkan ayah? ibu? dengan alarm?... Bukan!

Sang anak nekad tidak tidur semalaman lantaran takut bangun kesiangan. Semalaman ia begadang. Harapannya, ketika azan berkumadang, ia bisa segera keluar menuju masjid.

Harapan itu betul jadi kenyataan. Namun, ketika Ia membuka pintu rumahnya, suasana sangat gelap, pekat, sunyi, senyap...membuat nyalinya menjadi ciut.

Tahukah Anda, apa yang ia lakukan kemudian?

Tatkala itu, sang bocah mendengar langkah kaki kecil dan pelan, dengan diiringi suara tongkat memukul tanah...

Ya... ada kakek-kakek berjalan dengan tongkatnya. Sang bocah yakin, kakek itu sedang berjalan menuju masjid, maka ia mengikuti di belakangnya, tanpa sepengetahuan sang kakek.

Begitupula cara ia pulang dari masjid. Bocah ini menjadikan itu sebagai kebiasaan begadang malam, shalat shubuh mengikuti kakek-kakek. Ia baru tidur setelah Subuh hingga menjelang sekolah.

Kedua orangtuanya tidak ada yang tahu keshalihan anaknya itu. Bapak ibunya hanya melihat sang bocah lebih banyak tidur di siang hari daripada bermain. Kebiasaan ini dilakukan sang bocah agar bisa begadang malam.

Hingga suatu kali.., terdengar kabar olehnya, kakek-kakek itu meninggal. Sontak, si bocah menangis sesenggukan....

Sang ayah heran...”Mengapa kamu menangis, nak? Ia bukan kakekmu...bukan siapa-siapa kamu!”

Saat si ayah mengorek sebabnya, sang bocah justru berkata, “kenapa bukan ayah saja yang meninggal?”

“A’udzu billah..., kenapa kamu berbicara seperti itu?” kata sang ayah heran.

Si bocah berkata, “Mendingan ayah saja yang meninggal, karena ayah tidak pernah membangunkan aku shalat Subuh, dan mengajakkku ke masjid. ..

Sementara kakek itu... setiap pagi saya bisa berjalan di belakangnya untuk shalat jamaah Subuh.”

ALLAHU AKBAR! Menjadi kelu lidah sang ayah, hingga tak kuat menahan tangisnya.

Kata-kata sang bocah tersebut mampu merubah sikap dan pandangan sang ayah, hingga membuat sang ayah sadar sebagai pendidik dari anaknya, dan lebih dari itu sebagai hamba dari Pencipta-Nya yg semestinya taat menjalankan perintah-Nya. Sang ayah rajin shalat berjamaah karena dakwah dari anaknya...

“Rabbana hablanaa min azwaajina qurrata a’yun waj’alna lil muttaqiina imaama..”

Semoga kisah ini menjadi asbab hidayah bagi kita dengan predikat sebagai ayah.

Broadcast ustadz R. Widjojo Hartono

Share this article :

Posting Komentar